Selasa, 31 Agustus 2010

KTI KEBIDANAN : PERSEPSI MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN XXX TENTANG PENGISIAN PARTOGRAF

KTI KEBIDANAN LENGKAP BAB 1-5 HUB : YUNI 081 225 300 100 atau 081 228 101 101
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Millenium ( Millenium Development Goals/MDGs ) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal selama hamil dan melahirkan pada 2015, demikian pernyataan resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dalam pernyataan yang diterbitkan di laman resmi WHO itu dijelaskan bahwa untuk mencapai target MDGs penurunan angka kematian ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 % per tahun. Namun data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukan angka kematian ibu hingga saat ini masih kurang dari satu persen per tahun.
Berdasarkan data pada tahun 2005, sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000. Menurut data WHO, sebanyak 99 % kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi lahir hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan negara persemakmuran, termasuk di Indonesia yang masih memiliki predikat negara berkembang ( ANTARA News. 2007. WHO: Penurunan Angka Kematian Ibu Belum Sesuai Target MDGs.http://www.antara.co.id/arc/2007/10/12/who-penurunan-angka-kematian-ibu-belum-sesuai-target-mdgs/ diakses tgl 02-25-2009 jam 16.38 WIB ).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih yang paling tinggi di Asia Tenggara yakni 307 per seratus kelahiran hidup yang berarti 50 ibu meninggal setiap hari karena komplikasi persalinan dan saat melahirkan. Angka tersebut menurut Direktur Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan, telah turun menjadi 290,8 per seratus ribu kelahiran hidup pada tahun 2005. Namun kondisi itu belum merubah status Indonesia sebagai negara dengan AKI tertinggi di Asia Tenggara karena angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara lainnya masih jauh lebih rendah dibanding Indonesia. Maka untuk mencapai tujuan yang ditekankan MDGs yaitu melakukan persalinan yang aman, penerapan Asuhan Persalinan Normal yan paripurna dapat menjadi solusi. Salah satunya dengan penggunaan partograf.
Partograf adalah catatan grafik kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu dan janin, yang sudah dipakai sejak tahun 1970 untuk menemukan persalinan yang abnormal, yang menjadi petunjuk untuk melakukan tindakan bedah kebidanan dan menemukan Disporposi Kepala Panggul ( DKP ) jauh sebelum persalinan menjadi macet. Partograf dapat dianggap sebagai “sistim peringatan awal” yag akan membantu pengambilan keputusan lebih awal kapan seorang ibu harus dirujuk, dipercepat atau diakhiri persalinannya. Partograf juga dapat meningkatkan mutu dan keteraturan pemantauan janin dan ibu selama persalinan, dan membantu menemukan adanya masalah janin atau ibu ( Sumapraja, 2005 ).
Partograf dapat digunakan oleh semua tenaga kesehatan yang berwenang untuk menolong persalinan termasuk bidan dimana bidan merupakan suatu jabatan professional yang memiliki persyaratan diantaranya yaitu melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga professional, memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan memiliki suatu standar pelayanan. Penggunaan partograf oleh bidan merupakan salah satu pengetahuan sekaligus keterampilan dasar yang harus dikuasai untuk melaksanakan salah satu kompetensi bidan yaitu asuhan selama persalinan dan pelahiran ( Soepardan, 2008 )
Sejalan dengan penjelasan bidan sebagai suatu jabatan professional yaitu melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga professional, ini berarti seseorang dapat menjadi bidan jika mengikuti jenjang pendidikan di lembaga pendidikan dimana berada pada suatu institusi pendidikan tinggi. Penyelenggara pendidikan kebidanan adalah institusi pendidikan tinggi, baik pemerintah maupun swasta, sesuai dengan kaidah-kaidh yang tercantum pada system pendidikan nasional ( Soepardan, 2008 ).
Akademi Kebidanan XXX adalah salah satu institusi pendidikan tinggi kebidanan swasta di Surabaya yang telah memasukkan pemakaian partograf dalam kurikulum pembelajarannya yaitu pada mata kuliah Asuhan Kebidanan II ( Persalinan ). Pada saat uji coba OSCA yang dilaksanakan pada tanggal 15 sampai 17 Desember 2008, didapatkan hasil bahwa 55 % mahasiswi Akademi Kebidananan XXX tingkat II yang lulus pada stase partograf dari 20 mahasiswi yang ikut diuji pada stase tersebut dengan nilai rata-rata 32.
Dari uraian di atas memperlihatkan bahwa 45 % mahasiswa Akademi Kebidanan XXX Surabaya belum lulus pada Uji Coba OSCA stase partograf. Hal itu secara tidak langsung dapat memberitahukan bahwa adanya perbedaan persepsi dalam pengisian partograf. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau disebut juga proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan ( Walgito, 2004 ).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Akademi Kebidanan XXX Surabaya, dengan judul Persepsi tentang Pengisian Partograf pada Mahasiwa Akademi Kebidanan XXX Surabaya tingkat II.

B. Perumusan Masalah
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan (Walgito, 2004). Jika proses penginderaan tesebut keliru maka gambaran tentang suatu objek akan menyimpang dari sebenarnya. Termasuk penginderaan terhadap pengisian partograf.
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik ( Asuhan Persalinan Normal, 2007 ) dan seorang bidan harus tahu mengenai pengisian partograf agar bisa memberikan asuhan persalinan yang paripurna serta dapat membuat keputusan untuk merujuk ibu bersalin. Namun dalam prakteknya, masih banyak bidan yang tidak menggunakan partograf untuk memantau kemajuan persalinan atau persepsi yang keliru dalam mengisi partograf sehingga sering kali terlambat mengenali tanda-tanda penyulit pada persalinan dan mengakibatkan kematian pada ibu. Hal ini merupakan salah satu faktor penyumbang Angka Kematian Ibu yang masih tinggi di Indonesia.
Berdasarkan data yang didapat, pada saat uji coba OSCA yang dilaksanakan pada tanggal 15 sampai 17 Desember 2008, didapatkan hasil bahwa 45 % mahasiswi Akademi Kebidananan XXX yang tidak lulus pada stase partograf dari 20 mahasiswi yang ikut diuji pada stase tersebut dengan nilai rata-rata 32. Secara tidak langsung, hal di atas memberitahukan bahwa terjadi perbedaan persepsi tentang pengisian partograf. Oleh karena itu rumusan masalah yang diangkat penulis adalah “ Bagaimana PERSEPSI MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN XXX TENTAN PENGISIAN PARTOGRAF ? “

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui persepsi mahasiswa Akademi Kebidanan XXX tentang pengisian partograf.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan partisipan tentang pengertian partograf
b. Untuk mengetahui pengetahuan partisipan tentang tujuan partograf
c. Untuk mengetahui pengetahuan partisipan tentang manfaat partograf
d. Untuk mengetahui pengetahuan partisipan mengenai penggunaan partograf
e. Untuk mengetahui persepsi partisipan tentang pengisian partograf
f. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dalam pengisian partograf.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mahasiswa mengetahui tentang langkah-langkah pengisian partograf.
2. Bidan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang tingginya angka kematian ibu dan bayi yang disebabkan oleh adanya kekeliruan dalam pengisian partograf yang diakibatkan karena adanya persepsi yang salah dalam pengisian partograf
3. Peneliti
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada peneliti tentang persepsi mahasiswa Akademi Kebidanan XXX Surabaya mengenai pengisian partograf.
4. Peneliti Lain
Dengan adanya penelitian tentang persepsi mahasiswa Akademi Kebidanan XXX Surabaya mengenai pengisian partograf maka diharapkan peneliti lebih mengetahui alasan mahasiswa belum mempunyai persepsi yang sama, sehingga peneliti dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.

5. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai wacana ilmiah dan bahan referensi untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Persepsi
a. Pengertian
Persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya (Moskowitz dan Orgel, 1969 dikutip oleh Walgito, 2004).
Persepsi merupakan pengorganisasian, penginterprestasian, terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individual. Karena itu dalam penginderaan orang akan mengait dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengait dengan objek (Branca, 1964, dikutip oleh Walgito, 2004).
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan (Walgito, 2004).
Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan disekitarnya dan juga keadaan diri sendiri (Davidoff, 1981, dikutip oleh Walgito, 2004).
Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang tejadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi, serta meraba (kerja indra) di sekitar kita (Widayatun, 1999).
Persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang di dapat melalui indra, hasil pengolahan otak dan ingatan. Dikatakan selanjutnya : Persepsi di hayati melalui ilusi atau Mispersepsi, atau trick atau tipuan dan juga bukan salah tanggapan. Ilusi itu merupakan data aktual yang berupa data masukan yang tidak di terjemahkan sebagaimana adanya dan ada tambahan berupa pengolahan otak dari hasil-hasil pengalaman yang lalu (Wiliam James dikutip oleh Widayatun, 1999) .
b. Proses Terjadinya Persepsi
Pertama terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek/ stimulasi yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indra (obyek tersebut menjadi perhatian panca indra), kemudian stimulus /objek perhatian tadi di bawa ke otak terjadi adanya ‘kesan’ atau jawaban response adanya stimulus, berupa kesan atau respon di balikkan ke indra kembali berupa “ tanggapan “ atau persepsi atau hasil kerja indra berupa pengalaman hasil pengolahan otak.
Obyek / Stimulus → Sensori → Diprosese / Indra (input) → Output → Indra di otak / pusat syaraf → Berupa persepsi rangsang (pengalaman / respon)
Proses terjadi persepsi ini perlu fenomena, dan yang terpenting fenomena dari persepsi ini adalah “perhatian“ atau “Attention”. Pengertian perhatian itu sendiri adalah suatu konsep yang diberikan pada preses persepsi yang menseleksi input-input tertentu untuk diikut sertakan dalam suatu pengalaman yang kita sadari/kenal dalam suatu waktu tertentu. Perhatian sendiri mempunyai khusus yaitu terfokus dan margin serta beruba - ubah.
Selengkapnya...

Selasa, 24 Agustus 2010

KTI KEBIDANAN : HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI IBU BALITA TENTANG PERAN KADER DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN BALITA KE POSYANDU

BUTUH REFERENSI LENGKAP (BAB 1,2,3,4,5) HUB YUNI Hp. 081 228 101 101 atau 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan tujuan bersama, maka jajaran kesehatan harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat, sektor-sektor terkait dan sektor swasta dan penyelenggaraan pembangunan-pembangunan kesehatan (Castor, 2004). Peran serta atau partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan dalam bentuk nyatanya bisa dengan berbagai cara. Misalnya dari keikutsertaan secara sukarela dalam kegiatan kader kesehatan desa, sampai perilaku membuka suatu Rumah Sakit Swasta dengan fasilitas yang canggih dan modal biaya yang besar (B. Budioro, 2007). Usaha kesejahteraan ibu dan anak yang bergerak dalam pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan umum dari masyarakat. Balai KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) melayani pemeliharaan kesehatan ibu, bayi dan anak sampai umur 5 tahun (Entjang, 2000). Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu Provinsi Jawa Timur tahun 2007 ditargetkan harus mencapai 80% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2007).
Haryono (2005) di kutip dalam Sadono (2005) penggagas konsep Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) menyatakan Posyandu memang garda terdepan untuk mendeteksi upaya pembangunan kesejahteraan secara terpadu. Dari apa yang dilaksanakan Posyandu ini bisa dipantau upaya untuk membangun sumber daya manusia, seperti yang diukur oleh UNDP (United Nations for Development Index). Pelaksanaan Posyandu ini menyangkut kesehatann balita, kesehatan ibu, kesehatan lansia, bahkan ditambah dengan kepesertaan dalam KB (Keluarga Berencana) (Sadono, 2005). Hingga saat ini, tercatat sekitar 235.000 Posyandu di seluruh Indonesia. Jumlah Posyandu ini diharapkan akan semakin bertambah banyak, sehingga berbagai program kesehatan yang diselenggarakan pemerintah bisa menjangkau warga masyarakat di desa-desa (Ma’ruf, 2007).
Posyandu adalah akronim yang sudah sangat familiar di telinga masyarakat kita, awalnya adalah sebuah organisasi pelayanan pencegahan penyakit dan keluarga berencana bagi kalangan istri berusia subur dan balita. Posyandu sebenarnya juga merupakan salah satu kegiatan dari lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM). Tapi dalam pelaksanaannya selama ini masih banyak Posyandu yang belum berjalan dengan semestinya, yang berjalan saat ini terbatas pada kegiatan penimbangan bayi dan pengisian KMS, meja komunikasi, dan meja tindakan (Dinkes Bonebolango, 2009).
Permasalahan yang sering muncul adalah kegiatan posyandu terkesan sebagai kegiatan rutinitas penimbangan balita, dan pemberian imuniasi sementara penggerakkan aksi masyarakat dan komunikasi masa / kunjungan ke rumah hampir tidak ada. Kader yang tidak aktif dan apabila aktif selalu berjuang sendiri bersama tim penggerak PKK. Komunikasi hanya terbatas antara kader kesehatan dengan ketua tim penggerak PKK, atau antara para ibu dengan para petugas kesehatan pada tingkat Puskesmas. Dari permasalahan ini dampaknya adalah jumlah kunjungan Posyandu sangat rendah, karena masyarakat memandang Posyandu sebagai sebuah rutinitas biasa yang kalau dijalankan tergantung waktu luang karena tidak memberikan sebuah pengaruh yang signifikan jumlah kader yang bertugas di Posyandu ada lima orang tetap dengan satu orang di setiap meja. Titik terlemah ada di meja ke empat ini memegang fungsi sangat penting. Di sini hasil penimbangan seorang anak dikomunikasikan (Dinkes Bonebolango, 2009).
Di Kelurahan Sukorejo terdapat 11 Posyandu aktif semua, dengan jumlah kader 55 orang dan yang aktif ada 30 orang (54.55 %), sedangkan jumlah balita ada 670 anak dan yang aktif ke Posyandu ada 469 anak (70 %). Hal ini masih di bawah target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 80 %. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Persepsi Ibu Balita tentang Peran Kader dengan Frekuensi Kunjungan Balita ke Posyandu di xxx”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahannya adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi ibu balita tentang peran kader dengan frekuensi kunjungan balita ke Posyandu di xxx ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara persepsi ibu balita tentang peran kader dengan frekuensi kunjungan balita ke Posyandu.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui persepsi ibu balita tentang peran kader dalam Posyandu.
b. Mengetahui frekuensi kunjungan balita ke Posyandu.
c. Mengetahui hubungan antara persepsi ibu balita tentang peran kader dengan frekuensi kunjungan balita ke Posyandu di xxx.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan
Untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa tentang Posyandu dan peran kader dalam Posyandu.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat digunakan sebagai motivasi untuk melaksanakan program-program Posyandu agar bisa dilaksanakan dengan lebih baik.
3. Bagi Profesi
Dapat dijadikan motivasi untuk meningkatkan kerjasama dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan Posyandu.


4. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman dan ikut berperan langsung dalam kegiatan Posyandu untuk meningkatkan kegiatan Posyandu.
5. Bagi Masyarakat
a. Agar masyarakat lebih memahami pentingnya Posyandu bagi perkembangan dan pertumbuhan balita.
b. Agar kegiatan Posyandu lebih maju sesuai Program yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
c. Untuk meningkatkan parisipasi masyarakat dalam kegiatan Posyandu.
d. Untuk meningkatkan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Persepsi
a. Pengertian
1). Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, memberi serta meraba (kerja indra) di sekitar kita (Widayatun, 1999).
2). Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa (Uripni, 2003).
b. Proses Terjadinya Persepsi
Proses terjadinya persepsi adalah karena objek atau stimulus yang merangsang untuk ditangkapnya panca indra (objek tersebut menjadi perhatian panca indra), kemudian stimulus atau objek dari otak terjadinya adanya “kesan” atau jawaban (respon) adanya stimulus, berupa kesan kembali ke indra berupa tanggapan atau persepsi atau hasil kerja berupa pengalaman hasil otak (Widayatun, 1999)
Selengkapnya...

Minggu, 22 Agustus 2010

KTI KEBIDANAN : PENGARUH PENDIDIKAN, USIA, PEKERJAAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI BAYI 0-11 BULAN SESUAI UMUR DI POSYANDU

Butuh KTI KEBIDANAN : BAB 1,2,3,4,5 lengkap dengan olah datanya MURAH Hub segera YUYUN : Hp. 081228101101 atau 081225300100
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Dewasa ini angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak balita tinggi, hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satu penyebabnya adalah penyakit menular. Padahal penyakit ini sebagian dapat dicegah dengan pemberian kekebalan terhadap bayi dan anak. Dengan demikian sebagai petugas kesehatan dalam usaha menurunkan angka kesakitan, kematian tersebut sangat perlu mengetahui dan terampil dalam pemberian imunisasi dalam upaya mencegah suatu penyakit tertentu (Depkes RI, 1992:48).
Pada tahun 1972 Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar dan pada April 1974 resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Pada tahun 1976 pelaksanaan vaksinasi gabungan BCG, DPT, TT di Puskesmas berhasil dengan baik. Tahun 1979-1984 pelaksanaan imunisasi secara nasional telah dimulai. Angka pencakupan imunisasi untuk anak di bawah 15 bulan 58% pada tahun 1981 meningkatkan menjadi 80% pada tahun 2000 (Suryanah, 1996:88). Di Puskesmas Plaosan data presentasi cakupan imunisasi bayi : BCG : 86,17% ; DPT 3 : 71,22%, ; Polio : 59,97% ; Campak : 77,81% ; Hb 3 : 74,76%. Di Desa Pacalan cakupan imunisasi BCG : 102% ; DPT 1 : 58% ; DPT 2 : 55% ; DPT 3 : 42% ; Polio 1 : 100% ; Polio 2 : 100% ; Polio 3 : 102% ; Polio 4 : 104% ; Hb 1 : 98% ; Hb 2 : 58% ; Hb 3 : 56% ; Campak : 104%. (Dinkes Magetan tahun 2005). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa cakupan kelengkapan imunisasinya bervariasi. Ada yang sesuai target cakupan tetapi ada juga yang belum memenuhi target cakupan imunisasi.


Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada anak sehingga bila anak itu mendapatkan infeksi tidak akan meninggal atau menderita cacat. Imunitas ada dua yaitu pasif dan aktif. Pasif ialah bila tubuh anak tidak dapat membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja, sedangkan aktif ialah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas (FKUI, 1985:2). Imunisasi sudah harus lengkap pada usia kurang dari 18 bulan. Bila pada usia <18 bulan belum vaksinasi lengkap maka anak tersebut dianggap drop out. Pencegahan drop out adalah suatu usaha untuk melaksanakan vaksinasi. Pada usia kurang dari 12 bulan pelaksanaannya disesuaikan dengan hasil pemantauan setempat (Suryanah, 1996:90). Sedikitnya 70% dari penduduk suatu daerah atau negeri harus mendapat imunisasi. Manfaat imunisasi ialah untuk menurunkan mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapatkan eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri (FKUI, 1985:2).Dampak yang ditimbulkan bila tidak diimunisasi: kemungkinan akan rentan terjangkit penyakit infeksi, menimbulkan cacat bila penyakit menjadi parah, akibat fatal menimbulkan kematian.
Kelengkapan imunisasi pada bayi menandakan keberhasilan program imunisasi yang diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, usia, jenis pekerjaan ibu. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Kuntjoroningrat, 1997). Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, prosedur, teknik dan teori (Notoatmojo, 1996:127). Usia mempengaruhi ibu dalam mengimunisasikan bayinya secara aktif. Menurut Latipun (2001) remaja lebih fleksibel dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya dibanding dengan orang yang sudah dewasa. Demikian pula dangan jenis pekerjaan ibu. Menurut Markum (1991) dalam Nursalam (2001) mengatakan bahwa bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi ibu-ibu dan akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan berkeluarga, termasuk dalam hal keaktifan ibu dalam mengimunisasikan bayinya sehingga akan mempengaruhi kelengkapan imunisasi bayi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk mempelajari pengaruh pendidikan, usia, pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi bayi 0-11 bulan sesuai umur.
1.2 Identifikasi faktor penyebab masalah
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu: 1). Perilaku terhadap imunisasi ; 2). Tingkat pendidikan formal; 3). Usia ibu; 4). Jenis pekerjaan; 5) Perilaku petugas kesehatan; 6). Tingkat pengetahuan tentang imunisasi ;7 ). Motivasi dari pemimpin, teman, keluarga; 8). Sosial ekonomi ; 9). Sarana dan fasilitas ; 10). Sosial budaya ; 11). Letak geografis (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh pendidikan, usia, pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi bayi 0-11 bulan sesuai umur.
1.3 Rumusan masalah
Rumusan masalah yang kami susun adalah : apakah ada pengaruh pendidikan, usia, pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi bayi 0-11 bulan sesuai umur?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pendidikan, usia, pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi bayi 0-11 bulan sesuai umur.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pendidikan ibu .
2. Mengidentifikasi usia ibu
3. Mengidentifikasi jenis pekerjaan ibu.
4. Mengidentifikasi kelengkapan imunisasi bayi 0-11 bulan sesuai umur.
5. Menganalisa pengaruh pendidikan, usia, pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi bayi 0-11 bulan sesuai umur.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi institusi
Penelitian ini dimaksudkan untuk bahan bacaan khususnya dalam bidang perpustakaan yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, usia, pekerjaan dan kelengkapan imunisasi bayi.
1.4.2 Bagi ibu
Sebagai bahan masukan yang dapat meningkatkan pengetahuan ibu bahwa imunisasi sangat penting bagi bayi untuk mencegah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi.
1.4.3 Bagi peneliti
Dengan diadakannya penelitian secara tepat maka dapat diketahui hasil yang relevan sehingga dapat dijadikan masukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
1.4.4 Bagi peneliti lain
Untuk menambah wawasan bagi peneliti lain tentang hasil penelitian lainnya yang dirasa sangat perlu untuk penelitian selanjutnya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan
2.1.1 Pengertian
Menurut UU No. 20 tahun 2003 BAB I pasal 1(Hamid, 2003:2) menyebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya misalnya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlaq bangsa dan negara”
2.1.2 Jalur, jenjang dan jenis pendidikan
2.1.2.1 Jalur pendidikan terdiri atas: 1) Pendidikan formal, 2)Pendidikan non formal, 3) Pendidikan informal (pasal 13 ayat 1).
2.1.2.2. Jenjang pendidikan
1. Pendidikan dasar
Merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau berbentuk lain yang sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau madrasah Tsanawiyah (MTs) atau berbentuk lain yang sederajat (pasal 17 ayat 122).





2. Pendidikan menengah
Merupakan lanjutan pendidikan dasar terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah berbentuk (SMA), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat (pasal 18 ayat 1, 2, 3).
3. Pendidikan tinggi
Merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 19 ayat 1,2). Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, dan institusi/universitas, (pasal 20 ayat 1) (Hamid, 2003:11).
22. Usia
Usia adalah umur individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth..B.H, 1995). Struktur umur penduduk berhubungan dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk. Umur dianggap perlu dalam hal imunisasi.
Menurut Wolf (1984) pertumbuhan dan perkembangan psikososial manusia permulaan masa dewasa adalah:
2.2.1 Umur < 20 tahun.
Merupakan tahun perpindahan dari masa anak ke masa remaja, ketika perkembangan agak tegas dan perubahan-perubahan terjadi setapak demi setapak. Pada usia ini nilai etis, moral, ideologi menjadi bersatu padu, saat membuat pilihan untuk teman hidup, mempunyai anak, berkarir dan belajar untuk menerima yang baik disamping yang buruk.
2.2.2 Umur 20-30 tahun.
Secara fisiologis dan intelektual dikatakan mencapai kedewasaan maksimum. Secara psikososial mulai membina rumah tangga. Mereka mengambil langkah yamg besar sekali menuju masa dewasa yang masih asing dimana tiba-tiba ia diharapkan dapat bertindak efisien dan bersikap menurut peraturan masyarakat orang dewasa.
2.2.3 Umur >30 tahun.
Pada usia ini pria sibuk dengan karir mereka dan tekanan- tekanan untuk sukses dan maju, sedang wanita sibuk dengan mengasuh anak dan sebagai ibu rumah tangga. Masalah yang timbul pada beberapa pasangan adalah perasaan gelisah. Wanita mulai bertanya- tanya apakah hidup ini hanya mengasuh anak dan menjadi ibu rumah tangga dan berpikir apakah mereka dapat bekerja secara maksimal.
Bila usia dihubungkan dengan kemampuan individu untuk mangambil keputusan dalam menentukan perilaku kesehatan, Widayatun (1999) mengatakan bahwa
“individu akan berperilaku atau beraktifitas berdasarkan hasil gabungan antara pembawaan lingkungan dan kematangan usia. Yang dimaksud disini semakin bertambah umur seseorang maka kemampuan seseorang untuk menganalisa masalah semakin tinggi karena dipengaruhi oleh pengalaman. Selain itu bila seseorang lebih dewasa maka ia akan lebih matang dalam proses berpikir. Semakin dewasa umur seseorang maka akan lebih konstruktif pula dalam menggunakan kopingnya terhadap masalah ataupun sesuatu hal yang baru yang sedang dihadapinya”.

2.3 Jenis pekerjaan
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak bertentangan (Erich, 1996). Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan berkeluarga (Markum, 1991)
Selengkapnya...

Jumat, 20 Agustus 2010

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNIKASI “TABULIN”

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator penting untuk menilai dan kesejahteraan suatu negara dan status kesehatan masyarakat. Angka kematian ibu sebagian besar kematian neonatal yang berkaitan dengan status kesehatan ibu saat hamil, pengetahuan ibu dan keluarga terhadap pentingnya peran tenaga kesehatan serta ketersediaan fasilitas kesehatan kebijakan dan sentralisasi yang melimpahkan wewenang kepada daerah maka Dinas Kesehatan Kabupaten bertanggung jawab penuh merencanakan dan melaksanakan pelayanan kesehatan, termasuk dalam implementasian pelayanan kesehatan pada ibu dan bayi baru lahir adalah gerakan nasional kehamilan yang aman Making Pregnancy Safer (MPS) yang di rencanakan di Indonesia pada tahun 2000.
Maka dari itu peran serta masyarakat dalam peran serta perwujudan Desa Siaga dibutuhkan, salah satunya dengan di adakannya Program Tabulin atau Dosolin yang bermanfaat sebagai pembiayaan dalam persalinan atau pasca persalinan. Kegiatan ini ditujukan untuk dapat menekan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.

B. TUJUAN
a. Tujuan Instruksi Umum (TIU)
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang tabungan bersalin (Tabulin)

b. Tujuan Instruksi Khusus (TIK)
1. Mahasiswa dapat mengerti Definisi tentang Tabulin
2. Mahasiswa dapat mengerti manfaat Tabulin


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Tabalin
1. Tabulin adalah tabungan yang dipersiapkan untuk persalinan yang dilakukan pada pasangan suami istri sedang Dasolin merencanakan dalam kehamilannya.
2. Dasolin adalah dana sosial untuk biaya persalinan yang dihimpun oleh masyarakat dan untuk masyarakat wilayah tersebut. Tabulin atau Dasolin merupakan wujud dari pembiayaan kesehatan.
3. Pembiayaan Kesehatan
Adalah upaya pembiayaan yang berasal dari oleh dan untuk masyarakat yang diselenggarakan berdasarkan atas gotong royong dalam rangka peningkatan kesehatan (meliputi promotif, preventif, koratif, rehabilitatif)dan berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara faktor resiko.

B. Langkah-langkah perlu diperhatikan dalam pembiayaan kesehatan.
a. Pengalokasian / pemanfaatan pembiayaan kesehatan
b. Identifikasi sumber dana yang sudah ada dan yang akan dikembangkan
c. Cara pengelolaan dan pembelajaran perlu kejelasan dalam hal mekanisme pengumpulan dana, kesempatan pengelolaan dan sistem kontrak.
d. Kesiapan keluarga dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan kesehatan yang telah dan akakn dikembangkan.

C. Indikator keberhasilan pembiayaan kesehatan
a. Dana terhimpun, masyarakat yang berpartisipasi dalam pembiayaan kesehatan masyarakat
b. Pengalokasian tepat sasaran sesuai berbagai kebutuhan kesehatan (promotif, preventif, koratif, rehabilitatif)
c. Pengelolaan dan pemanfaatan tertib, mudah, lancar
d. Berkesinambungan kegiatan
Tabulin atau tabungan ibu bersalin merupakan bagian dari program yang ada, dimana Ikatan Bidan Indonesia (IBI) selaku mitra Depkes dan BKKBN turut membina masyarakat untuk sosialisasi program ini. Selain ituutk biaya melahirkan, Tabulin juga bisa dipakai sebagai penunjang biaya pasca persalinan. Beragam penyuluhan yang menjadi program penting dalam siaga ini, karena dalam penyuluhan warga selalu diingatkan akan biaya kehamilan akan 3 terlambat, yaitu terlambat mengenai tanda bahaya / di yawa, terlambat sampai RS dan terlambat mendapat pertolongan bidan / dokter.
Juga bahaya 4 terlalu yaitu : terlalu sering, terlalu muda, terlalu tua,terlalu banyak. Yang merupakan faktor resiko terjadinya komplikasi persalinan. (www.dradio.or.id).
Sebelum ada desa siaga sudah dimulai dengan tabungan Ibu bersalin (Tabulin). Jadi kita menerangkan ke Ibu hamil dan keluarganya, meskipun kaya. Justru orang kaya tersebut memberikan contoh kepada orang-orang yang tidak mampu untuk menabung. Dan Ibu hamil di berikan buku yang dibawa setiap pemeriksaan.

Mekanisme Tabulin
Tabungan itu terbentuk berdasarkan Rw. atau Posyandu. Bila posyandunya empat, maka tabungannya ada empat didesa itu. Sedankan Dasolin (Dana Sosial / Bersalin) mekanismenya yaitu, masyarakatyg pasang usia subur juga Ibu yang mempunyai balita dianjurkan menabung, yang kegunaannya untuk membantu ibu saat hamil lagi.
Adapun manfaat dari tabulin antara lain :
• Sebagai tabungan / simpanan itu yang digunakan untuk biaya persalinan atau sesudah persalinan
• Ibu dan keluarga tidak merasa terbebani terhadap biaya persalinan.


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Tabulin adalah tabungnan yang dipersiapkan untuk persalinan, sedangkan bentuk pembiayaan masyarakat (dosalin) untuk pelayanan kesahatan Ibu bersalin. Pembiayaan kesehatan yaitu upaya pembiayaan yang berasal dari / oleh dan untuk masyarakat yang diselengarakan berdasarkan asas gotong royong dalam rangka peningkatan kesehatan (promotif, preventif, koratif, rehabilitatif) dan berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan atau kegawat daruratan kesehatan secara faktor resiko.
2. Manfaat tabulin diantaranya sebagai tabungan / simpanan itu yang digunakan untuk persalinan atau sesudah persalinan.Ibu dan keluarga tidak mersa terbebani biaya persalinan.

B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
a. Memberikan konseling pada Ibu hamil pada saat ANC, mengenai pentingnya Tabulin pada saat pembiayaan persalinan.
b. Di harapkan kepada tenaga kesehatan khususnya Bidan untuk ikut serta dalam terselenggaranya tabulin.
2. Bagi Masyarakat
Di harapkan masyarakat ikut serta dalam keselenggaraan Tabulin.


DAFTAR PUSTAKA

2003. Menyelamatkan Ibu Hamil, Tanggung Jawab semua pihak. http://www.bali post. Co.id / bali post cetak / Fei. htm. 18 Januari 2009
Selengkapnya...

Jumat, 13 Agustus 2010

KTI KEBIDANAN (NEW) : GAMBARAN KARAKTERISTIK TUMBUH KEMBANG BALITA (0-5 TAHUN) DI POSYANDU DESA SUGIHMULYO KELURAHAN SUGIHMULYO KECAMATAN MERTOYUDAN

DAPATKAN SEGERA REFERENSI KTI INI (LENGKAP BAB 1,2,3,4,5)FILE MS.WORD DENGAN HARGA RP. 100.000 SEGERA HUB : YUNI HP. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, anak secara fisik maupun psikososial. Namun sebagian orang tua belum memahami hal ini, terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sering kali para orang tua mempunyai pemahaman bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang sama. (Nursalam, 2005 : 31-32)
Untuk bisa merawat dan membesarkan anak secara maksimal tentu kita perlu mengetahui banyak hal yang berkaitan dengan anak itu sendiri, yang pada gilirannya akan menjadi bekal yang sangat berharga bagi kita dalam merawat dan membesarkan buah hati kita. (Kania, 2010)
Aspek tumbuh kembang pada masa anak merupakan suatu hal yang sangat penting, yang sering diabaikan oleh tenaga kesehatan khususnya di lapangan. Biasanya penanganan lebih banyak difokuskan pada mengatasi penyakitnya, sementara tumbuh kembangnya diabakan. Sering terjadi setelah anak sembuh dari sakitnya, justru timbul masalah berkaitan dengan tumbuh kembangnya, misalnya anak mengalami kemunduran dalam kemampuan otonominya. (Nursalam, 2005 : 45 )
Angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Karenanya, hal itu menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003, Angka Kematian Bayi (AKB) tercatat 35 per 1.000 kelahiran hidup. Depkes menargetkan pada tahun 2009 AKB menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup. Gizi kurang Pada tahun yang sama prevalensi gizi kurang pada anak balita akan diturunkan dari 25,8 persen menjadi 20 persen dan umur harapan hidup dinaikkan dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun. (Depkes, 2007)
Kecamatan Mertoyudan Kabupaten XXX adalah salah satu Kecamatan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah kawasan industri yang mayoritas pekerjaannya sebagai buruh pabrik. Desa Sugihmulyo adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Mertoyudan-XXX dan untuk bisa sampai ke pusat kota dan Puskesmas perlu waktu tempuh kurang lebih 15 menit. Di Desa Sugihmulyo merupakan salah satu desa yang mempunyai jumlah balita terbanyak. Untuk itu Puskesmas Mertoyudan-XXX mengadakan posyandu tiap bulannya untuk memantau tumbuh kembang dan kesehatan balita yang ada di wilayah tersebut.
Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan prasekolah di Kecamatan Mertoyudan-XXX tahun 2007 mencapai 61%. Dan Puskesmas Mertoyudan-XXX pada tahun 2009 sudah mencapai 79,5%. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat di desa tersebut sangat antusias terhadap tumbuh kembang balita dan kesehatannya.
Berdasarkan data di Posyandu Desa Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan-XXX diperoleh jumlah balita 344 anak. Dengan presentase balita yang mempunyai tumbuh kembang baik sebanyak 67 anak (19,5%), cukup 275 anak (80%), dan yang mengalami gangguan tumbuh kembang 2 anak (0,5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih belum memenuhi standar pelayanan minimal Provinsi Jawa Tengah dan juga termasuk salah satu prioritas masalah yang harus di selesaikan. Sehingga penulis tertarik untuk mengambil tema tumbuh kembang balita (0-5 tahun). Oleh sebab itulah penelitian ini dilakukan di Desa Sugihmulyo yang di harapkan dapat dijadikan sebagai gambaran tentang cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita yang cukup berhasil dan dijadikan sebagai pembelajaran untuk meningkatkan cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita yang terdapat di wilayah terpencil sehingga cakupan tumbuh kembang balita di kota XXX dan Kecamatan Mertoyudan-XXX dapat memenuhi standar pelayanan minimal Provinsi Jawa Tengah.

B. Perumusan Masalah
“Bagaimana gambaran karakteristik tumbuh kembang balita (0-5 tahun) di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten XXX tahun 2010?”


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mencari gambaran karakteristik tumbuh kembang balita (0-5 tahun) di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten XXX.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan pertumbuhan fisik balita di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan-XXX berdasarkan TB
b. Menggambarkan pertumbuhan fisik balita di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan-XXX berdasarkan BB
c. Menggambarkan perkembangan fisik balita di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan-XXX berdasarkan Motorik Kasar
d. Menggambarkan perkembangan fisik balita di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan-XXX berdasarkan Motorik Halus
e. Menggambarkan perkembangan fisik balita di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan-XXX berdasarkan Bahasa
f. Menggambarkan perkembangan fisik balita di posyandu Desa Sugihmulyo Kelurahan Sugihmulyo Kecamatan Mertoyudan-XXX berdasarkan Personal Sosial.


D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Instansi Kesehatan
Diharapkan memberikan stimulasi pada balita yang datang pada pelayanan kesehatan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita.
2. Untuk Instansi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang deteksi dini tumbuh kembang balita.
3. Untuk Masyarakat
Dapat mengetahui adanya tanda-tanda keterlambatan tumbuh kembang balita pada kelompok masyarakat di sekitarnya.
4. Untuk Peneliti
Diharapkan dapat melakukan stimulasi dan intervensi dini pertumbuhan dan perkembangan balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Balita
Pengertian dari tumbuh adalah proses bertambahnya ukuran/ dimensi akibat penambahan jumlah atau ukuran sel dan jaringan interseluler (Mansjoer, 2000 : 580). Pertumbuhan adalah suatu peningkatan ukuran fisik keseluruhan atau sebagian yang dapat diukur, dimana grafik pertumbuhan meliputi tinggi, berat badan dan diameter pada lipatan kulit (Suriadi, 2001 : 1). Pertumbuhan adalah bertambah besar dalam aspek fisis akibat multiplikasi sel dan bertambahnya jumlah zat interseluler (Hassan, 2007 : 387).
Pengertian dari kembang (berkembang) adalah proses pematangan/ maturasi fungsi organ tubuh termasuk berkembangnya kemampuan mental intelegensi serta perilaku anak (Mansjoer, 2000 : 580). Perkembangan adalah suatu rangkaian peningkatan keterampilan dan kapasitas untuk berfungsi (Suriadi, 2001 : 1). Perkembangan adalah digunakan untuk menunjukkan bertambahnya ketrampilan dan fungsi yang kompleks dalam pengaturan neuromuskuler, berkembang dalam mempergunakan tangan kanannya dan berbentuk pula kepribadiannya (Hassan, 2007 : 387).
Pengertian balita (bayi dibawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (BKKBN, 2010).
2. Ciri-Ciri Pertumbuhan Balita
Menurut Nursalam (2005 : 32-33) menjelaskan bahwa pada umumnya pertumbuhan mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu:
a. Perubahan proporsi tubuh yang dapat diamati pada masa bayi dan dewasa. Sebagaimana pada usia 2 tahun besar kepala hampir seperempat dari panjang badan keseluruhan, kemudian secara berangsur-angsur proporsinya berkurang.
b. Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru yang ditandai dengan lepasnya gigi susu dan timbulnya gigi permanen, hilangnya reflex primitif pada masa bayi, timbulnya tanda seks sekunder, dan perubahan lainnya.
c. Kecepatan pertumbuhan tidak teratur yang ditanda dengan adanya masa-masa tertentu yaitu masa pranatal, bayi dan adolesensi, dimana terjadi pertumbuhan cepat. Dan masa prasekolah dan masa sekolah dimana pertumbuhan berlangsung lambat.
3. lndikator Tumbuh Kembang Balita
Menurut Widyani (2001 : 10-12) indikator tersebut antara lain:......Untuk lebih lanjut Hub : Yuni Hp. 081 225 300 100
Selengkapnya...

PROMOSI KESEHATAN

1. Konsep dan prinsip promosi kesehatan
a. Pengertian promosi kesehatan
b. Tujuan promosi kesehatan
c. Sasaran promosi kesehatan
d. Prinsip Promosi kesehatan
e. Media promosi kesehatan

A. Pengertian
Promosi kesehatan adalah suatu upaya memberdayakan individu kelompok dan masyarakat untuk memelihara dan melindungi kesehatan melalui peningkatan pengetahuan keamana serta mengembangkan iklim yang mendukung yang dilakukan dari atau oleh untuk masyarakat sesuai dengan masyarakat sesuai dengan sosial budaya dari kondisi setempat (memberdayakan – menambah – mengembangkan ).
B. Tujuan
Promosi kesehatan adalah sebagai berikut
- Terwujudnya masyarakat baru yang berbudaya hidup bersih dan sehat menuju Indonesia 2010.
- Tersosialisasinya program-program kesehatan dan terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam bagian kesehatan.
C. Sasaran
a. Primer
Masyarakat dan permasalahan kesehatan keluarga dengan masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui.
b. Skunder
Tokoh masyarakat agama adat

c. Testier
Pembuat keputusan penentu kebijakan baik pusat maupun daerah, keluarga, masyarakat, lembaga pemerintah lintah sektor, politisi swasta dan petugas pelaksanaan umum.
d. Media
- Visual
- Audio
- Audio visual dst
Macam-macam gerakan promosi kesehatan
- Gerakan karantina.
- Gerakan pengetahuan-pengetahuan kebersihan.
- Gerakan kesehatan individu
- Gerakan memperkenalkan konsep baru kesehatan masyarakat.
Secara demografis
- Jumlah penduduk banyak, mutu pendidikan kurang
- 60 % penduduk dijawa.
- Golongan usia muda yang masih konsutif
- Perkembangan penduduk masih diatas 2 %
Keadaan sosial ekonomi
- Tingkat pendidikan beragama.
- Budaya beragama
- Daya beli beragama
- Tingkat pengangguran tinggi.
Geografis

TEORI PERILAKU


Perilaku adalah tindakan dalam mewujudkan keinginan praktik seseorang untuk mewujudkan keinginan didasari atas pengetahuan dan sikap yang ingin diwujudkan. Perubahan praktik singkat sangat dipengaruhi untuk kebiasaan, pengetahuan da sikap. (Soekanto, 1992).
Menurut Green (1980) perilaku (behavior)
Adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar.
Menurut Solita (1993)
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan. Sikap dan praktek / tindakan.
Teori kognitif, menurut Broto Saputro
Menganggap bahwa perilaku adalah pada hakikatnya didasari untuk nilai-nilai dan harapan (expectation) yang subjektif dari individu.
Teori Health Belief Model

UPAYA KESEHATAN
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemeintah dan atau masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan ini, baik kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat harus di upayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu, kelompok, masyarakat,lembaga pemerintahan, atau pun swadaya masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan tersebut, dapat dilihat dari dua aspek, yakni: pemeliharan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencukup dua aspek, yakni: kuratif(pengobatan penyakit) dan rehabilitaif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedang peningkatan kesehatan mencakup 2 aspek, yakni:preventif (pencegahan penyakit)dan promotif (peningkatan kesehatan itu sendiri). Kesehatan perlu di tingkatkan karena kesehatan itu perlu relatif dan mempunyai bentangan yang luas. Oleh sebab itu upaya kesehatan promotif ini mengandung makna bahwa kesehatan seseorang, kelompok, atau individu harus selalu diupayakan sampai tingkat yang optimal.
Upaya pemeliharan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk mnyelenggara pelayanan kesehatan, pada umumnya dibedakan menjadi tiga.
1. Sarana pemeliharan kesehatan primar (primary care ).
Sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit ringan. Sarana kesehatan primer ini adalah sarana yang paling dekatpada masyarakat, artinya pelayanan kesehatan paling pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya: puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta, dan sebagainya.
2. Sarana pemeliharan kesehatan tingkat dua (secondary care)
sarana atau pelyanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit dari sarana pelanyan kesehatan primer. Artinya sarana pelayanan kesehatan ini menangani kasus-kasus yang tidak atau belum bisa ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau keahliannya belum ada. Misalnya puskesmas dengan rawat inap (puskesmas pusat), rumah sakit kabubaten, rumah sakit tipe D dan C, dan rumah nersalin.
3. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tinggi (tertiary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya rumah sakit provinsi, rumah sakit tipe B atau A.
Sarana pelayanan kesehatan primer disamping melakukan pelayanan kuratif, tetapi juga melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan promotif. Oleh sebab itu puskesmas kususnya, dikatakan melakukan pelayanan kesehatan yang komprehensif (prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif). Berdasarkan 4 dimensi kesehatan diatas yakni : fisik, mental, sosial dan ekonomi, maka pelayanan kesehatan tersebut harus juga melakukan pelayanan kesehatan fisik, mental, sosial dan bahkan ekonomi. Dalam realita sosial memang ke empat aspek tersebut sulit dipisahkan, oleh sebab itu pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat holistik artinya mencakup keempat jenis pelayanan tersebut.

KESEHATAN MASYARAKAT
Secara umum kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yakni kesehatan individu dan kesehatan agregat (kumpulan individu) atau kesehatan masyarakat. Ilmu yang mempelajari masalah kesehatan individu ini adalah ilmu kedokteran (medicine) sedangkan ilmu yang mempelajari masalah kesehatan agregat adalah ilmu kesehatan masyarakat (public health). Perbedaan antara kedua disiplin ilmu kesehatan ini antara lain sebagai berikut.
1. Objek atau sasaran ilmu kedokteran adalah individu, sedangkan obyek ilmu kesehatan masyarakat adalah masyarakat. Dengan perkataan lain pasien kedokteran adalah individu, sedangkan pasien kesehatan masyarakat adalah masyarakat.
2. Kedokteran lebih memfokuskan pelayanan pada kuratif dan rehabilitatif sedangkan kesehatan masyarakat lebih memfokuskan pelayanan pada aspek preventif dan promotif.
3. Keberhasilan kedokteran apabila individu sembuh dari penyakit dan pulih kesehatannya. Sedangkan keberhasilan kesehatan masyarakat adalah apabila kesejahteraan masyarakat meningkat.
4. Indikator kesehatan individu/kedokteran adalah bebas dari penyakit/tidak sakit, tidak cacat, dan produktif, sedangkan indikator kesehatan masyarakat antara lain : angka kematian bayi, angka kematian karena melahirkan, mortalitas (angka kematian penduduk), morbiditas (angka kesakitan penduduk). Dari pengalaman-pengalaman praktek kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai abad ke-20, Winslow (1920) seseorang ahli kesehatan masyarakat, membuat batasan yang sampai sekarang masih relevan, yakni : kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk :
1. Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Pembersihan penyakit-penyakit menular
3. Pendidikan untuk membersihkan perorangan (personal Hygiene)
4. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai dua aspek teoritis (ilmu atau akademi) dan praktisi (aplikasi). Kedua aspek ini masing-masing mempunyai peran dalam kesehatan masyarakat. Secara teoritis, kesehatan masyarakat perlu didasari dan didukung dengan hasil penelitian. Artinya dalam penyelenggaraan kesehatan masyarakat (aplikasi) harus didasari dengan temuan (evident based) dengan hasil kajian ilmiah (penelitian). Sebaiknya, kesehatan masyarakat juga harus terapan (applied), artinya hasil studi artinya kesehatan masyarakat harus mempunyai manfaat bagi pengembangan program kesehatan.
Dilihat dari ruang lingkup atau bidang garapannya, kesehatan masyarakat tersebut mencakup : kesehatan / sanitasi lingkungan pemberantasan penyakit menular yang tidak terlepas dari epidemiologi, pendidikan kesehatan, manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan dimasyarakat, maka kesehatan masyarakat sampai dewasa ini mencakup epidemiologi dan biostatik, sebagai “toll” analisis masalah-masalah kesehatan masyarakat. Kemudian komponen yang lain antara lain : kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, gizi masyarakat, administrasi kesehatan masyarakat, pendidikan kesehatan, dan sebagainya.

PERAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan pisikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain, sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 (Blum, 1975). Berdasarkan urutan besarnya (pengaruh) terhadap kesehatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
2. Perilaku.
3. Pelayanan kesehatan
4. hereditas (keturunan)
pemeliharaan dan peningkatan kesehatam masyarakat hendaknya juga di alamatkan kepada 4 faktor tersebut. Dengan kata lain interfensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni interfensi terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.
Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik adalah dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, polotik, dan ekonomi dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial skonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan, dan sebagainya. Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan intervensi terhadap faktor hereditas antara lain. Dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu hamil. Dengan gizi yang baik ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas. Sebaiknya ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang kurang, sakit-sakitan, dan bodoh. Disamping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok yang mempunyai faktor risiko menurunkan penyakit tertentu.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Namun demikian, ketiga faktor yang lain (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas ). Juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan. Secara terinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Peran Pendidikan Kesehatan dalam faktor Lingkungan
Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi, baik pemerintah, swasta, maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Banyak pula proyek pengadaan sarana sanitasi lingkungan dibangun untuk masyarakat misalnya : jamban keluarga, jamban umum, MCK (saran, mandi, cuci, kakus), tempat sampah dan sebagainya. Namun karena perilaku masyarakat, sarana atau fasilitas sanitasi tersebut, kurang atau tidak dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut dimanfaatkan dan dipeliahara secara optimal, maka diperlukan pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Demikian pula dengan lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial banyak warga masyarakat yang menderita stress dan gangguan jiwa. Oleh karena itu baik dalam memperbaiki masalah sosial, maupun menangani akibat masalah sosial (stres dan gangguan jiwa) diperlukan pendidikan kesehatan.
2. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Perilaku
Pendidikan eksehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bila sakit dan sebagainya. Kesadaran masyarakat diatas disebut tingkat kesadaran /pengetahuan masyarakat tentang kesehatan atau disebut “melek kesehatan” (healt literacy)
Lebih dari itu, pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai “melek kesehatan” pada masyarakat saja, namun yang lebih pentng adalah mencapai perilaku kesehatan (healthy behaviour). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (Knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dikerjakan /dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Hal ini bahwa tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat, atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat (healthy life style).
3. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan (puskesmas). Sampai saat ini tidak kurang dari 7.000 puskesmas telah tersebar di seluruh Indonesia. Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal atau masih rendah. Data terakhir menunjukkan baru sekitar 35% masyarakat menggunakan puskesmas.
4. Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Hereditas
Orang tua, khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan bagi anak-anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya. Sebaliknya kesehatan orang tua, khususnya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi, akan mewariskan kesehatan yang rendah pula bagi anaknya. Rendahnya kesehatan orang tua, terutama ibu, bukan karena sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan karena orang tua atau ibu tidak engetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya atau tidak tahu makanan yang bergisi yang harus dimakan. Oleh karena itu pendidikan kesehatan diperlukan pada kelompok ini, agar masyarakat atau orang tua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik pada keturunan mereka.
Disamping itu banyak penyakit yang dapat diturunkan kepada anak oleh orang tuanya baik ayah maupun ibu. Bagi kelompok masyarakat yang beresiko menderita penyakit keturunan ini (misal, asma, rematik, jantung koronerdsb.) harus diberikan pengertian sehubungan dengan penyakit-penyakit tersebut agar lebih berhati-hati dan mengurangi akibat serius penyakit tersebut.
Apabila kita cermati peran kesehatan dalam empat faktor yang mempengaruhi kesehatan di atas, maka sebenarnya masing-masing faktor tersebut terkait dengan perilaku manusia, yakni : perilaku masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, perilaku masyarakat dan petugas kesehatan dalam menyikapi dan mengelola fasilitas atau kesehatan dalam menyikapi dan mengeloa fasilitas atau pelayanan kesehatan, kesadaran dan praktek hidup sehat dalam mewariskan status kesehatan bagi anak atau keturunannya. Untuk mengondisikan faktor-faktor tersebut diperlukan pendidikan kesehatan. Itulah sebabnya maka pendidikan kesehatan tidak lepas dari perilaku, pendidikan kesehatan selalu terikat dengan perilaku.

Hubungan Status Kesehatan, perilaku,
Dan Pedidikan Kesehatan
Selengkapnya...

KTI KEBIDANAN BARU : "STUDY DISKRIPTIF TINGKAT PENGETAHUAN, TANDA DAN GEJALA MENOPOUSE PADA IBU PRAMENOPAUSE "

KTI KEBIDANAN TERBARU LENGKAP UNTUK REFERENSI HUB : YUNI Hp.081 225 300 100 atau 081 228 101 101
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 1971 UHH penduduk Indonesia adalah 46,5 tahun dan pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 68,2 tahun (Depkes RI, 2005)
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2008 jumlah perempuan berusia diatas 50 baru mencapai 18,5 juta orang atau 7,6 % dari total penduduk. Jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2006 yaitu 32,17 juta jiwa dengan jumlah wanita menopause sebanyak 2,24 juta orang (Susenas, BPS Jawa Tengah, 2006).
Secara garis besar permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh wanita di usia pramenopause terkait dengan cara menghadapi tanda dan gejala menopause. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi, sering dianggap sebagai momok dalam kehidupan seorang wanita. Masa ini mengingatkan dirinya yang akan menjadi tua karena organ reproduksinya sudah tidak berfungsi lagi dan kekhawatiran terhadap hal–hal lain yang mungkin muncul menyertai berakhirnya masa reproduksinya ( Brahmantyo, 2002 ).

Para wanita pramenopause akan mengalami masa menopause yang telah melewati usia subur yang ditandai dengan berhentinya haid secara menetap. Para wanita pramenopause pun tidak mengira bahwa gejala seperti gejolak panas didada yang menjalar ke bahu dan wajah, insomia keringat pada malam hari, uring–uringan, menurunnya libido, sendi–sendi pegal linu merupakan gejala awal menopause (Hadibroto, 2003).
Ada yang beranggapan wanita pramenopause merasa lega apabila memasuki periode masa menopause karena mereka tidak direpotkan oleh datangnya haid tiap bulannya yang dapat mengganggu aktivitasnya. Sebaliknya ada beberapa wanita mengalami kecemasan. Umunya informasi yang benar tidak diketahui sehingga mereka hanya dapat bayangan negatif (Brown, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh penulis, bahwa di XXX terdapat ibu–ibu pramenopouse (Usia 40-60 tahun) 60 jiwa. Dari 10 orang yang ditemui diketahui bahwa sebagian besar mereka masih belum mengetahui tentang tanda dan gejala menopause. Dari hasil wawancara ditemukan 8 dari 10 ibu–bu pramenopause merasa pengetahuan tentang tanda dan gejala menopause itu kurang. Dari 8 ibu-ibu pramenopause ini terdapat 6 ibu-ibu pramenopause merasa tanda dan gejala yang mereka alami adalah penyakit.
Sudah waktunya digalakan pengetahuan dan pendidikan tentang menopouse kepada pramenopouse. Berdasarkan latar belakang diatas, yaitu kurangnya pengetahuan ibu tentang menopause, serta perlunya kesiapan dalam menghadapi menopause, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul ”Study diskriptif tingkat pengetahuan tanda dan gejala menopause pada ibu pramenopause di XXX.

B. Perumusan Masalah
Gangguan yang dialami ibu–ibu pramenopause sering tidak di ketahui karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala menopause. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah “Seberapa besar tingkat pengetahuan serta tanda dan gejala menopause yang di alami ibu pramenopause?“

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tingkat pengetahuan, tanda dan gejala menopause pada ibu pramenopause.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik ibu pramenopause.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan menopause pada ibu pramenopause.
c. Mengetahui tanda-tanda menopause yang di alami oleh ibu pramenopuse.
d. Mengetahui gejala menopause yang di alami oleh ibu pramenopause.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, khususnya mengenai menopause, karena masih banyak yang perlu diketahui tentang menopause.
2. Bagi petugas kesehatan
Petugas kesehatan atau bidan memberikan konseling dan pelayanan kesehatan bagi wanita pramenopause baik yang mengalami keluhan ataupun tidak.
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi ibu maupun masyarakat di XXX agar dapat mengetahui bahwa menopause adalah suatu peristiwa yang alami dan pasti dialami oleh setiap wanita, oleh karena itu diharapkan setiap wanita perlu menjaga kesehatan dalam menghadapi menopause.
4. Bagi peneliti sekaligus penulis
Merupakan pengalaman belajar penulis mengintegrasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan dalam kuliah dalam aplikasi penelitian umum.






BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003)
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkatan pengetahuan merupakan suatu ukuran mengenai seberapa jauh seseorang dapat memperdalam dan menghayati perhatianya terhadap suatu hal, misalnya bagaimana cara memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.

Menurut Notoatmodjo (2003) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif meliputi enam tingkatan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan dalam tingakat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh karena itu, “TAHU” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (Sebenarnya). Aplikasi disini juga dapat diartikan sebagai aplikasi atau hukum-hukum, rumusan, metode atau prinsip-prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (Problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari siklus yang diberikan.......... lebih lengkap hub : Yuni Hp. 081 225 300 100
Selengkapnya...

Rabu, 11 Agustus 2010

KTI KEBIDANAN : DUKUNGAN SUAMI TENTANG PERAWATAN IBU NIFAS DI XXX

KTI KEBIDANAN UPDATE BAB 1,2,3,4, LENGKAP UNTUK BAHAN REFERENSI PESAN AJA : KE YUNI Hp. 081 225 300 100 dan 081 228 101 101


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini derajat kesehatan ibu di Indonesia masih belum memuaskan hal ini antara lain ditandai oleh tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kelahiran terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama postpartum. Sementara itu target yang ingin dicapai pada tahun 2010 adalah 125 per 100.000 kelahiran hidup (Syaifudin, 2006).
Komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (eklamsi), infeksi, partus lama. Berdasarkan data pada tahun 2005 terdapat 24.139 ibu nifas, dari semua ibu nifas tersebut 9 (0,037%) orang meninggal dunia yang diakibatkan oleh perdarahan sebanyak 3 (90,012 %) orang, preeklamsi 1 (0,004%), infeksi 1 (0,004%) (Dinkes Jateng, 2005).
Masa nifas atau masa puerpurium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira- kira 6 minggu. Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat. Delapan jam pasca persalinan, ibu harus tidur terlentang untuk mencegah perdarahan. Sesudah 8 jam, ibu boleh miring kekiri atau kekanan untuk mencegah trombosis. Ibu dan bayi ditempatkan pada satu kamar. Pada hari ke dua, bila perlu dilakukan latihan senam. Pada hari ketiga umumnya sudah dapat duduk, pada hari ke empat berjalan, dan pada hari kelima dapat dipulangkan, makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein,serta banyak buah (Mansjoer, 2000).
Asuhan masa nifas bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologik, melaksanakan screening yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu ataupun pada bayinya. Untuk mencapai target tersebut Making Pregnancy Safers (MPS) mempunyai misi diantaranya menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui yang cost affective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, dengan harapan nifas normal (Syaifuddin, 2006).
Infeksi nifas masih berperan sebagai penyebab kematian ibu terutama di negara berkembang seperti Indonesia karena pelayanan kebidanan yang masih jauh dari sempurna. Daya tahan tubuh yang tidak baik, perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi atau mal nutrisi, anemia, hygiene yang kurang baik serta kelelahan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Pemantauan yang ketat dan asuhan pada ibu dan bayi saat masa nifas diharapkan dapat mencegah kejadian tersebut (Syaifuddin,2006).
Ibu nifas sangat membutuhkan adanya dukungan dari orang di sekitarnya. Orang yang memotivasi, membesarkan hati dan orang yang selalu bersamanya serta membantu dalam menghadapi perubahan akibat adanya persalinan, untuk semua ini yang penting berpengaruh bagi ibu nifas adalah kehadiran seorang suami (Kitzinger 2005).
Dalam hal ini dukungan yang terpenting adalah peran suami, suami merupakan kepala keluarga sekaligus patner istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka. Seorang laki-laki yang menjadi ayah baru dituntut dapat membantu istrinya yang baru saja melewati pengalaman persalinan. Karena salah satu peran suami dalam keluarga adalah menjaga kesehatan istri setelah melahirkan yaitu dengan cara memberikan dukungan dan cinta kasih kepada istrinya agar sang istri merasa diperhatikan,mengantarkan untuk kontrol,menganjurkan untuk makan bergizi, istirahat cukup,menjaga personal hygine (BKKBN, 2004).
Dukungan sosial yang diberikan suami pada istrinya adalah dukungan emosional, berupa ungkapan kasih sayang dan perhatian seorang suami kepada istri ataupun bayinya, dukungan penghargaan, berupa ujian atau penilaian kepada ibu nifas, dukungan instrumental, berupa membantu merawat bayi seperti mengendong, menggantikan popok bayi sampai melakukan pekerjaan rumah tangga. Dan dukungan informative, yaitu suami memberikan nasehat, petunjuk atau umpan balik kepada istrinya mengenai masalah nifas (Friedman, 1998).
Tidak adanya dukungan suami pada perawatan masa nifas akan menyebabkan ibu merasa tidak diperhatikan dan tertekan misalnya suami lebih perhatian pada bayi daripada istrinya, suami tidak perduli jika istri capek atau setres saat merawat bayinya, suami tidak berpartisipasi menemani istri untuk control, suami protes terhadap perubahan bentuk tubuh istrinya, suami tidak mengingatkan istri untuk makan-makanan yang bergizi dan istirahat cukup. Tekanan yang dirasakan ibu nifas tersebut jika dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan ibu terjadinya stres dalam masa nifas,sehingga bisa memunculkan sikap negative dalam masa nifas dan menimbulkan perilaku yang kurang baik dalam menjalani masa nifas seperti tidak mau makan, tidak mau memeriksakan ketenaga kesehatan,dan akan berdampak buruk terhadap kesehatan dirinya (saleha 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas XX pada bulan januari sampai Maret 2009 terdapat 143 ibu nifas. Dukungan suami pada masa nifas meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatife. Fenomena yang terjadi di Puskesmas XX adalah tidak adanya dukungan emosional dan penghargaan suami yang dapat dilihat dari kurangnya partisipasi suami dalam perawatan nifas misalnya suami tidak memberikan bantuan, simpati, dorongan serta semangat padahal ibu sendiri merasa tegang dan tidak aman dalam menangani bayinya serta ibu tidak mempunyai kepercayaan diri setelah melihat para bidan yang dengan cekatan menangani bayinya dan berhasil menenangkannya sementara ia tidak mampu melakukannya. Ibu tidak dapat melaksanakan pemberian ASI secara memuaskan karena ASI tidak keluar atau putting susu datar, hal ini dikarenakan kurangnya dukungan suami dalam memberikan nasehat, petunjuk atau umpan balik kepada istrinya mengenai masalah nifas. Apabila ibu tidak mendapat dukungan atau umpan balik dari suami maka perasaan-perasaan gundah akan muncul seperti tidak mau merawat diri dan bayinya, proses perawatan masa nifas akan berlangsung lama dan ibu merasa tidak berguna setelah melahirkan bayinya. Dari 10 pasien ibu nifas, 6 ibu nifas (60%) mengatakan suami kurang mendukung istri pada perawatan nifas dan 4 (40%) istri mengatakan mendapat dukungan pada perawatan nifas.
Dari data yang terdapat di atas ternyata masih banyak ibu nifas yang kurang bahkan tidak mendapat dukungan suami. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Dukungan Suami Tentang Perawatan Ibu Nifas di XXX”.

B. RUMUSAN MASALAH
Di Puskesmas XX sebenarnya ibu nifas sudah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan nifas yang dilakukan oleh bidan. tetapi Dari 10 pasien ibu nifas, 6 ibu nifas (60 %) mengatakan suami kurang mendukung istri pada perawatan nifas dan 4 (40%) istri mengatakan mendapat dukungan pada perawatan nifas. Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “ Dukungan Apa Sajakah yang Diberikan Suami Tentang Perawatan Ibu Nifas di XXX ?”.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dukungan suami tentang perawatan ibu nifas di XXX.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden meliputi (pendidikan, umur, pekerjaan) di XXX.
b. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan informatife pada ibu nifas di XXX.
c. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan emosional pada ibu nifas di XXX.
d. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan instrumental pada ibu nifas di XXX.
e. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan penghargaan atau penilaian pada ibu nifas di XXX.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi bidan
Diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai masukan khususnya bidan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan pada ibu masa nifas dengan melibatkan dukungan suami agar hasilnya optimal.
2. Bagi Ibu Nifas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perawatan ibu nifas dengan mengikutsertakan peran suami.

3. Bagi XXX
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayananan di XXX terutama perawatan ibu nifas dengan adanya dukungan suami.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam menerapkan ilmu kebidanan tentang pentingnya dukungan suami pada perawatan ibu nifas.
5. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai wahana ilmiah dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang dukungan suami pada perawatan ibu nifas.
6. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi Peneliti Selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, hasilnya dapat dijadikan bahan acuan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira – kira 6 minggu (Saifudin, 2006). Masa nifas juga merupakan masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Saleha, S 2009).
2. Tujuan Perawatan Masa Nifas
a. Ibu mendapat cukup istirahat sehingga tubuh dan pikirannya dapat pulih kembali setelah menjalani berbagai tugas fisik dan emosional selama hamil dan persalinan
b. Menghindari infeksi masa nifas dan depresi yang dapat menghambat kesembuhannya
c. Ibu dapat melaksanakan pemberian ASI secara memuaskan
d. Ibu dapat belajar merawat, mengantikan pakaian, memberikan susu dan membujuk bayinya ketika rewel atau menangis.

3. Tahapan Masa Nifas
Menurut Saleha, S (2009) nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
a. Periode immediate postpartum
Yaitu masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.
b. Periode early post partum (24 jam- 1minggu)
Yaitu pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik
c. Periode late post partum (1 minggu- 5 minggu)
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau melahirkan mempunyai komplikasi. Waktu sehat sempurna bisa berminggu – minggu, bulanan dan tahunan.
4. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Nifas
Pada masa nifas alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan – perubahan alat genitalia ini secara keseluruhannya disebut involusi. Organ kandungan yang mengalami involusi adalah uterus, bekas implantasi, luka jalan lahir, pengeluaran lokia, serviks, juga perubahan penting lain yaitu hemokosentrasi dan laktasi (Sarwono, 2005). ....... PESAN AJA UNTUK LEBIH LENGKAPNYA
Selengkapnya...

KTI KEBIDANAN : ASUHAN KEBIDANAN KHUSUSNYA PADA GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI DENGAN KARSINOMA SERVIK UTERI DENGAN PENDEKATAN MANAJEMEN VARNEY

DAPATKAN REFERENSI KTI INI (BAB 1, 2,3, 4, 5 Lengkap) Rp. 100.000 PESAN HUB. YUNI : HP. 081225300100 dan 081228101101
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak yang ditemukan pada wanita di dunia. Kurang lebihnya 500.000 kasus baru kanker rahim terjadi tiap tahun dan tiga perempatnya terjadi dinegara-negara berkembang(Diananda, 2007;46-47). Di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat 100 penderita kanker yang baru dari setiap 100.000 penduduk. (Gedblink’s, 2008).
Berdasarkan penelitian menyatakan kenker pada kelamin wanita,peringkat kanker leher rahim bisa menduduki tempat terhormat paling atas. Hal ini mungkin disebabnya minimnya kesadaran masyarakat tentang kanker ini (Tapan, 2005).
Masyarakat juga tidak mengetahui bahwa perempuan yang memiliki hubungan seks dengan lebih dari satu orang adalah salah satu penyebab terjadinya kanker servik serta berhubungan seks diusia dini dan pernah atau baru terinfeksi HPV.
Menurut Martin Dajaux yang dikutip dari Sarwono 1999, dari 1000 servik uterus wanita ternyata hanya 48 yang betul-betul normal, 950 mengandung kelainan jinak dan 2 tumor ganas.
WHO menyatakan bahwa sepertiga sampai setengah dari semua jenis kanker dapat dicegah, sepertiga dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap permulaan atau stadium dini. Sisanya dapat diringankan penderitaannya. Oleh karena itu, upaya mencegah kanker dan menemukan kanker pada stadium dini merupakan upaya yang penting karena disamping membebaskan masyarakat dari penderitaan kanker juga menekan biaya pengobatan kanker yang mahal. Jika diabaikan, kanker servik akan selalu berakibat fatal( Farmacia;2007).
Lima besar penyakit kanker yang sering terjadi di Indonesia yaitu kanker servik, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker naso faring dan kanker kulit. Diprovinsi Jawa Tengah, berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang berasal dari rumah sakit dan puskesmas tahun 2005, kasus penyakit kanker ditemukan sebanyak 10.546 kasus terdiri dari Ca Servik 2.067 (19,70 % ), Ca Mamae 3,884 kasus (36,83%), Ca Hepar 1.339 (12,70%) dan Ca Paru 3.192 kasus (30,27 %). Kasus terbanyak Ca servik adalah dikota Semarang, yaitu sebesar 615 kasus (30,20%) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan Ca Servik di Kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah(Dinkes Jateng,2005).
Sedangkan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, pada tahun 2007 terdapat kurang lebih 382 kasus umur 25-44 tahun sebanyak 128 kasus(33,51 %), umur 45-64 tahun sebanyak 224 kasus (58,64%), dan umur 45 tahun sebanyak 30 kasus (7.85%). Jadi dapat dilihat bahwa kasus terbanyak terjadi pada umur 45-64 tahun.
Dari data yang penulis dapatkan di Rumah Sakit Dr Kariadi pada ruang Ginekologi pada tahun 2008 terdapat 357 kasus kanker servik, dengan rentang umur 25-44 tahun sebanyak 104 kasus (29,13 %), umur 45-64 tahun sebanyak 218 kasus (61,06%), sedangkan umur 65 tahun keatas sebanyak 35 kasus (9,8o %). Kasus kanker servik pada usia antara 44-65 tahun masih mencapai peringkat tertinggi seperti pada tahun 2007. hal ini sesuai dengan faktor presdisposisi bahwa kanker serviks banyak terjadi pada usia 40-60 tahun.
Melihat bahaya dan tingginya angka kejadian pada kasus kanker servik inilah, maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Kebidanan Gangguan Sistem Reproduksi dengan Karsinoma Epidermoid Serviks Uteri Stadium III B pada Ny. D DiRumah Sakit Dr Kariadi ruang Ginekologi”.

B. Batasan Masalah
1. Lingkup Permasalahan
Permasalahan pada penulisan KTI ini penulis membatasi pada Asuhan Kebidanan Gangguan sistem Reproduksi dengan Karsinoma Epidermoid Servik Uteri Stadium III B Pada Ny. D

2. Lingkup Tempat
Penulis mengambil kasus gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Servik Uteri di Rumah Sakit Umum Pendidikan Dr. Kariadi Semarang di Ruang Rawat Inap B3 Ginekologi.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus yaitu:
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mempelajari tentang Asuhan Kebidanan khususnya pada Gangguan Sistem Reproduksi dengan Karsinoma Servik Uteri dengan pendekatan Manajemen Varney.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengumpulan data dasar pada gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Serviks Uteri.
b. Mampu membuat interprestasi data untuk mengidentifikasi diagnosa atau masalah pada gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Cerviks Uteri
c. Mampu membuat identifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi masalah pada gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Serviks Uteri
d. Mampu menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segara, untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien pada gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Serviks Uteri
e. Mampu membuat perencanaan asuhan yang komprehensif atau menyeluruh kebidanan pada gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Serviks Uteri
f. Mampu melakukan tindakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana dalam asuhan pada gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Serviks Uteri

g. Mampu melakukan evaluasi pada gangguan sistem reproduksi dengan Karsinoma Serviks Uteri

D. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Penulisan
Dalam karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode studi kasus yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mempelajari dan membuat gambaran atau deskripsi tentang keadaan kanker servik pada Ny. D di RS Dr. Kariadi secara obyektif.
2. Tekhnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
1) Auto anamnesa : yaitu suatu informasi yang diperoleh dari Ny. D
2) Aulo anamnesa : yaitu suatu informasi yang diperoleh dari keluarga Ny. D
b. Observasi Partisipatif
Mengumpulkan data-data obyektif dengan cara melakukan pengamatan langsung tentang kondisi pasien secara menyeluruh dan melakukan asuhan kebidanan secara langsung.
1) Pemeriksaan Fisik : Mengumpulkan data-data dengan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, yang meliputi pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi, serta pemeriksaan Vaginal Toucher (VT).
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah rutin.
b) Papsmear, biopsi.
c) Urine lengkap.
d) USG, Photo Thorax.

c. Studi Dokumentasi
Penulis mempelajari dari catatan-catatan yang berhubungan dengan data yang diperlukan,dan mempelajari data yang belum terungkap dari hasil pemeriksaan yaitu berdasarkan dari data catatan medis.
d. Studi Kepustakaan
Untuk mendasari pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan literatur dari perpustakaan, internet.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan teknik pengumpulan data, sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Berisi landasan teori medis kanker servik, landasan teori manajemen dan landasan hukum.
Landasan teori medis tentang kanker servik meliputi ; pengertian, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik, diagnosa, prognosis serta penatalaksanaan.
Teori manajemen kebidanan berisi tentang pengertian manajemen dan penerapan manajemen kebidanan pada kasus kanker servik uteri.
Landasan hukum berisi tentang kewenangan dan kompetensi bidan serta peran dan fungsi bidan dalam penatalaksanaan kanker sevik.
BAB III TINJAUAN KASUS
Berisi tentang pelaksanaan asuhan kebidanan dengan gangguan sistem reproduksi pada kasus kanker servik pada Ny.S di RS Dr. Kariadi ruang B3 ginekologi dengan menggunakan manajemen varney
BAB IV PEMBAHASAN
Memperbandingkan antara teori dengan pelaksanaan asuhan kebidanaan pada langkah mamajemen varney serta faktor pendukung dan faktor penghambat
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan : kesimpulan diperoleh dari hasil asuhan kebidanan yang dilakukan dalam pembahasan.
B. Saran : saran bersifat operasional dan aplikasi yang ditujukan kepada masyarakat, tenaga kesehatan, dan institusi.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Landasan Teori Medis Kanker Servik
1. Definisi
a. Menurut Diananda (2007) kanker servik atau kanker leher rahim adalah “kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahin yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina)”
b. Kanker servik adalah kanker yang berasal dari permukaan peralihan sel mukosa vagina ke sel mukosa kanalis servikalis (Aziz dkk editor, 2006;177)
c. Kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim/servik (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker servik biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kanker servik merupakan kenker yang terjadi pada leher rahim.

2. Etiologi
Penyebab pasti kanker servik belum diketahui tetapi penelitian akhir diluar negeri mengatakan bahwa virus yang disebut HPV (human papiloma virus) menyebabkan faktor resiko seorang wanita untuk terkena kanker servik meningkat tajam. Dari beberapa sumber dikatakan, para wanita dengan HPV tinggi, paling sedikit 30 kali lebih cenderung beresiko mengidap penyakit kanker serviks dibanding dengan wanita dengan HPV yang negatif.
Penyebab penyakit kanker leher rahim antara lain adanya perubahan gen, terkena mikroba, radiasi, atau pencemaran oleh bahan kimia. Yang termasuk mikroba misalnya virus HPV, terutama no 16 dan 18. Sementara presentase akibat radiasi nilainya rendah sekali. Penyebab serius lainnya adalah sperma pria. Pasalnya, bagian kepala sperma mengandung protein dasar. Apabila menyatu dengan leher rahim, protein dasar ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan sel di servik.
Menurut dr. Maringan DL Tobing yang dikutip dari Diananda 2007 dikatakan penelitian epidimilogis menunjukkan bahwa kanker leher rahim mempunyai karakteristik seperti akibat dari hubungan seksual. Golongan virus Dna diduga memegang peran penting dalam terjadinya mutasi gen. Asam nukleat virus DNA tersebut dapat bersatu kedalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga berperan besar dan diduga hanya sebagai kofaktor atau dapat dianggap sama dengan zat penyebab kanker kimia atau fisik. Sejak satu dasawarsa yang lalu Human Papilloma Virus terutama tipe 16 dan 18 telah dapat diperbincangkan sebagai penyebab kanker leher rahim. Kesimpulan ini berdasarkan pada lesi infeksi HPV 16 dan 18 ditemukan adanya aneuplolidi dan gambaran mitotik abnormal, sehingga bersifat menyebabkan kanker.
Tipe virus yang lebih tinggi seperti 31,33,dan 35 menghasilkan protein yang dikenal dengan protein E6 dan E7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein P53 dan pRb epitel servik, p53 dan pRb adalah proteon penekan tumor yang berperan menghambat kelansungan siklus sel. Dengan tidak aktifmya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikatan E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA inilah yang merupakan dasar utama terjadinya kanker (Aziz,dkk editor,2006;444)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab terjadinya kanker servik adalah virus HPV yang diketahui dapat ditularkan melalui hubungan sexual, sehingga setiap wanita baik yang telah menikah maupun yang belum menikah tetapi telah melakukan hubungan sexual mempunyai resiko terkena penyakit mematikan ini.............. PESAN AJA YA KELANJUTANNYA
Selengkapnya...