Kamis, 30 Juni 2011

KTI KEBIDANAN BARU 2011 : HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA DI DESA xxx

MAU LENGKAP + KUESIONER HUB : Hp. 081 225 300 100 MURAH MERIAH
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas (paru) salah satunya adalah pneumonia.
Pneumonia merupakan proses radang akut pada jaringan paru (alveoli) akibat infeksi kuman yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pneumonia berbahaya karena dapat menyebabkan kematian, karena paru-paru tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mendapatkan oksigen bagi tubuh (Depkes RI, 2007).
Komitmen global tentang kesehatan anak telah dicanangkan oleh masyarakat dunia, antara lain dalam pertemuan United Nations Spesial Session on Chilren di New York tahun 2002, yang menegaskan kembali tujuan dari dokumen Millennium Development Goals. Dimana dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa salah satu tujuannya adalah menurunkan 2/3 kematian balita pada rentan waktu antara tahun 1990-2015. Tujuan tersebut belum tercapai secara merata khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menurunkan sepertiga kematian karena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (Dinkes, 2009).

Pneumonia telah menjadi masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya yang tinggi. Hal ini tidak saja terjadi dinegara berkembang, namun juga di negara maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2 juta. Dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. World Pneumonia Day (WPD) melaporkan Indonesia menjadi negara dengan kejadian pneumonia urutan ke-6 terbesar di dunia. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21%. Adapun angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya. Di Jawa Tengah sendiri cakupan penemuan penderita pneumonia tahun 2009 sebesar 25,9% mengalami peningkatan bila dibanding dengan cakupan tahun 2008 yang mencapai 23,6%. Untuk Kota Xxx kejadian pneumoni diperkirakan berjumlah 31,6% (Unicef, 2006) (Dinkes, 2009).
Dr. I. Boediman, Sp. A (K) dalam seminar World Pneumonia Day 2010 mengungkapkan bahwa Anak yang sehat memiliki sistem pertahanan tubuh yang melindungi paru dari kuman. Anak dengan sistem pertahanan tubuh lemah seperti anak gizi buruk terutama karena tidak mendapat ASI eksklusif, kekurangan vitamin A, danmenderita campak memiliki risiko pneumonia tinggi (Sutriyanto,2011).
Tingginya angka penyakit infeksi saluran pernafasan pada bayi berkaitan dengansanitasi lingkungan, pelayanan kesehatan yang tidak memadai dandisertai cakupan imunisasi yang masih rendah. Penyakit infeksi saluran pernafasan pada bayi juga dipengaruhi oleh pola pemberian ASI dan pemberian makanan pendamping ASI. Pada bayiyang telahdiberikan makanan sebelum usia 4-6 bulan atau bahkan beberapa saatsetelah kelahiran dapat menyebabkan bayi mudah terserang penyakit infeksi(LIPI 2004).
======================================================================================================================================(+++++++, 2010).
Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Dinkes, 2009).
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, ASI bisa menurunkan kematian hingga 17 persen pada kelahiran baru (neonatal) dan 12 persen pada anak di bawah lima tahun. Angka kematian bayi baru lahir secara nasional adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian anak di bawah lima tahun mencapai 44 anak per 1.000 kelahiran hidup. Namun yang patut disayangkan tingkat pemberian ASI secara eksklusif di tanah air hingga saat ini masih sangat rendah. Baru sekitar 22 persen ibu melahirkan memberikan ASI eksklusif pada bayinya.Hasil riset terakhir peneliti menunjukkan bahwa bayi yang mendapat makanan pendamping sebelum berusia 6 bulan (Non ASI Eksklusif) akan lebih sering terserang diare, sembelit, ISPA (Soraya, 2005)(Suprihadi, 2010).
=======================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================
Dilihat dari data tersebut ternyata masih banyak ibu menyusui yang memberikan MP-ASI pada bayi berusia 0-6 bulan sehingga bayi tidak memperoleh ASI eksklusif, dan juga masih tingginya kejadianpneumonia. Melihat hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit pneumonia di wilayah Desa xxxx Xxx.
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “====================================================================================================================================================================================================?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian penyakit pneumonia di wilayah Desa xxxx Xxx.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan ibu yang memberi ASI Eksklusif di wilayah Desa xxxx Xxx.
b. Mendiskripsikan kejadian penyakit pneumonia di wilayah Desa xxxx Xxx.
c. Menganalisishubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian penyakit pneumonia di wilayah Desa xxxx Xxx.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi institusi pendidikan
Dapat dijadikan pedoman bagi mahasiswa dalam memberikan Pendidikan Kesehatan di masyarakat tentang pemberian ASI Eksklusif dan penyakit Pneumonia.
2. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi Puskesmas guna pengembangan program upaya penurunan pneumonia dan peningkatan ASI eksklusif.
3. Bagi masyarakat
Dapat menerapkan hasil penelitian ini dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga sendiri ataupun dalam memotivasi orang lain.Khususnya ibu yang memiliki balita diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan pneumonia.
4. Bagi peneliti
Dapat benar-benar mengerti hal-hal yang paling berdampak untuk memotivasi ibu agar memberikan ASI Eksklusif, serta sebagai referensi penelitian selanjutnya.


E. Keaslian penelitian
No Nama, Tahun, Judul Variabel Sasaran Jenis Penelitian Hasil
1. Sumari Sasmito,
(2008)
Hubungan pemberian ASI dengan kejadian penyakit ISPA pada bayi di Puskesmas Bandar Agung Kec Sragi Kab Lampung Selatan tahun 2007 a. Independen :
Air Susu Ibu (Eksklusif, Non Eksklusif) dan Pengetahuan.
b. Dependen :
Kejadian penyakit ISPA pada bayi Populasi :
Seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 0-11 bulan.
Sampel :
126 ibu yang mempunyai bayi umur 0-11 bulan Rancangan penelitian cross sectional dan metode penelitian diskriptif korelasi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapathubungan yang signifikan antara pemberian ASI terhadap kejadian penyakit ISPA pada bayi di PuskesmasBandar Agung Kec Sragi Kab LampungSelatan.
2. Aji Yuwono
(2008)
Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah kerja Puskesmas Kawunganten
Kabupaten Cilacap
a. Independen :
Lingkungan fisik rumah
b. Dependen :
Kejadian penyakit pneumonia pada balita Populasi :
Pada Bulan Januari -
Nopember tahun 2007 tercatat sebanyak 325 anak balita Sampel :
Jumlah sampel kasus
sebanyak 66 anak balita penderita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas
Kawunganten. Rancangan penelitian case control dan metode penelitian retrospectiv study Jenis lantai, kondisi dinding rumah, luas
ventilasi rumah, tingkat kepadatan hunian, tingkat kelembaban, penggunaan jenis
bahan bakar kayu &kebiasaan anggota keluarga yang merokok mempunyai
hubungan dengan kejadian pneumonia.


Perbedaan dengan rencana penelitian :
Rencana peneliti akan menelitihubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian penyakit pneumonia di wilayah Desa xxxx Xxx. Peneliti akan menggunakan metode deskriptif korelasi, dengan pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di wilayah Bangetayu Kulon Kec Genuk Kota Xxx, yang berjumlah 659 orang.Variabel independen yang digunakan adalah pemberian ASI Eksklusif, dan dependen yang digunakan adalah kejadian penyakit pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Infeksi saluran pernafasan akut ( ISPA)
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Salah satu yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia. (Depkes RI, 2007).
2. Pneumonia
1) Definisi
Suatu peradangan pada jaringan paru (alveoli) atau parenkim paru yang terjadi pada anak. (Suriadi, 2006)
2) Klasifikasi (Depkes RI, 2007)
Dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Umur <2 bulan
a) Pneumonia berat
(1) Nafas cepat > 60 x/menit
(2) Tarikan dinding dada bagian bawah kedalaman kuat
b) Bukan pneumonia
(1) Tidak ada nafas cepat
(2) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah
2) Untuk umur 2 bulan – 5 tahun
a) Pneumonia berat
(1) Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
b) Pneumonia
(1) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dalam
(2) Nafas cepat (2 bulan- 1 tahun ≥ 50 x/menit)
(3) Nafas cepat (1 tahun- 5tahun > 40 x/menit)
c) Bukan pneumonia
(1) Tidak ada tarikan dinding dada
3) Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut: virus, bakteri, mikroplasma, dan aspirasi substansi asing. Ciri klinis Pneumonia Bakteri, Virus, dan Mikroplasma(Cecily, 2002).
1) Pneumonia bakteri
Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
2) Pneumonia virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak, gangguan ini bisa memicu pneumonia. Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian. Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.
Virus penyebabnya adalah virus influenza, adenovirus, ribela, varisela, sitomegalovirus manusia, dan virus sinsisium pernafasan.
Selengkapnya...

KTI DIV KEBIDANAN NEW : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TERHADAP KEJADIAN ANEMIA DI BPS xxx

INI DAH LENGKAP BAB 1-6, KUESIONER + HASIl OLAH DATA MURAH HUB Hp. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekurangan zat besi sejak sebelum hamil bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia. Kekurangan zat besi juga mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb) dimana zat besi sebagai salah satu unsur pembentukannya. (Arifin, 2010)

Menurut Prawiroharjo (2002) Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu. Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20%. (Amiruddin, 2007)
Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global sekitar 50%. Bandingkan dengan prevalensi untuk anak balita sekitar 43%, anak usia sekolah 37%, lelaki dewasa hanya 18% dan wanita tidak hamil meningkat sampai sebesar 55%. Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat dan atau vitamin B12 yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk) dan kecacingan masih tinggi. (Arisman, 2004 : 144)

Di Jawa Tengah ibu hamil pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia adalah 57,7%. Masih lebih tinggi dari angka nasional yakni 50,9% (BPS, 2007 Profil Kesehatan Jawa Tengah). Pada tahun 2008 jumlah ibu hamil di kota Semarang berjumlah 29.261 orang. Ibu hamil yang diukur kadar Hb kurang dari 10 gr% ada 20,79%. (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2008)
Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah memberikan tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, bumil, bufas, remaja putri, dan WUS (Wanita Usia Subur). Hasil survey anemi ibu hamil pada 15 kabupaten/ kota pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia di Jawa Tengah adalah 57,7%, angka ini masih lebih tinggi dari angka nasional yakni 50,9%. (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2008)
Penanggulangan anemia pada ibu hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sebesar 87,06%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2007 sebesar 85,91%. Meskipun mengalami peningkatan, angka tersebut masih di bawah target SPM 2010 sebesar 90%. Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan yaitu sebesar 98,95% dan yang terendah adalah di Kabupaten Kebumen sebesar 41,89%. (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2008)
Pada tahun 2008 pemberian tablet (Fe)1 28.440 bumil (101,56) dan cakupan (Fe)3 25.801 bumil (92,14). Hal ini menunjukan bahwa penjaringan pertama pada ibu hamil sudah dapat dilaksanakan sesuai target namun untuk penjaringan selanjutnya (Fe)3 90 tablet tidak dapat mencakup jumlah tersebut. Secara keseluruhan angka tersebut telah memenuhi target yang telah ditentukan yaitu untuk (Fe)1 90% dan untuk Fe2 82%. Keberhasilan pencapaian target dikarenakan persediaan tablet Fe yang mencukupi dan juga pelaksaan kegiataan melalui koordinasi dan kerjasama dengan lintas program dan sektoral yang terkait. (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2008)
Di semarang, Ibu hamil yang mempunyai tingkat konsumsi Fe kurang yaitu 57,9%, Ibu hamil yang minum tablet besi dengan menggunakan air teh ada 56,9% dan sisanya dengan air putih, air sirup, dan pisang. Jumlah rata-rata tablet besi yang diperoleh responden selama hamil 159,47 tablet. Konsumsi tablet besi yang diperoleh ibu hamil rata-rata 61,11 tablet dengan jumlah terendah 15 tablet dan tertinggi 96 tablet. Presentase tablet besi yang diminum ibu hamil dibandingkan dengan tablet besi yang diperoleh 38,32%. Proporsi kadar Hb ibu hamil Trimester III diperoleh hasil 63,2% memiliki kadar Hb<11 gr%. Melihat tingginya proporsi anemia maka disarankan pada ibu hamil untuk meningkatkan konsumsi protein hewani terutama golongan Meat factor, menghindari konsumsi tablet besi dengan air teh, perlunya sistim pantau konsumsi tablet besi dari pihak puskesmas dan peningkatan konsumsi vitamin C pada ibu hamil terutama dari makanan sehari-hari. (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2008)
Menurut hasil penelitian dari Amatullah (2009) kurangnya pemanfaatan ANC pada ibu hamil sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia karena ibu hamil tidak terpantau dengan baik status gizinya dan kadar Hbnya. Berdasarkan data DINKES (Dinas Kesehatan) Kabupaten Xxx diketahui bahwa ibu hamil yang mengalami anemia tahun 2007 berkisar 29,5% dengan menetapkan HB 11 gr % sebagai dasarnya. Pada tahun 2008 angka kejadian anemia pada ibu hamil meningkat yaitu menjadi 33,5% dengan penetapan Hb 11 gr % sebagai dasarnya. (Dinkes Kabupaten Xxx, 2009)
Dari hasil survey di dapatkan ibu hamil di BPS Ny. Fitri pada tahun 2009 berjumlah 514 orang, dimana ibu hamil yang menderita anemia sebanyak 124 orang (24%) sedangkan pada tahun 2010 berjumlah 483 orang dengan ibu hamil yang menderita anemia sebanyak 130 orang (27%). Dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan ibu hamil yang menderita anemia dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebanyak 3%. Termasuk masih banyak ibu hamil yang menderita anemia setiap tahunnya. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa ibu hamil yang menderita anemia dikarenakan cara mengkonsumsi tablet besi yang salah, seperti waktu dan cara minum tablet besi. Banyak diantara mereka yg tidak rutin mengkonsumsi tablet besi pada malam hari, dan bahkan mengkonsumsi dengan menggunakan air teh. Hal tersebut diatas menggambarkan kurangnya pengetahuan pada ibu hamil. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu“ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dimana pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Berdasarkan dari data diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TERHADAP KEJADIAN ANEMIA DI BPS Xxx Kecamatan Xxx Kabupaten Xxx Tahun 2011“.
B. Rumusan Masalah
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Kejadian Anemia Di BPS Xxx Kecamatan Xxx Kabupaten Xxx Tahun 2011?”


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil terhadap kejadian anemia di BPS Xxx Kecamatan Xxx Kabupaten Xxx tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu hamil terhadap kejadian anemia di BPS Xxx Kecamatan Xxx Kabupaten Xxx tahun 2011
b. Mendeskripsikan kejadian anemia ibu hamil di BPS Xxx Kecamatan Xxx Kabupaten Xxx tahun 2011
c. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil terhadap kejadian anemia di BPS Xxx Kecamatan Xxx Kabupaten Xxx tahun 2011.

D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Instansi Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan acuhan dan informasi dalam peningkatan program pencapaian target penurunan angka kejadian anemia pada ibu hamil
2. Untuk Instansi Pendidikan
Diharapkan dapat sebagai masukan bagi pengembangan pendidikan kebidanan terutama tentang pengetahuan ibu hamil tentang tablet besi
3. Untuk Masyarakat
Diharapkan dapat sebagai bahan informasi bagi masyarakat agar mereka lebih memahami tentang kesehatan terutama anemia ibu hamil dan manfaat tablet besi
4. Untuk Peneliti
Diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh dengan mengidentifikasi dan menganalisa suatu permasalahan di lapangan serta memperluas penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan tablet besi.

E. Keaslian Penelitian
Selengkapnya...

Senin, 27 Juni 2011

KTI KEBIDANAN NEW 2011 : HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN DAN PARITAS DENGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DI PUSKESMAS XXX KOTA XXX

SEGERA HUBUNGI KAMI HP. 081 225 300 100 untuk dapetin bab 1-6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) didefinisikan oleh WHO sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr .Definisi ini berdasarkan pada hasil observasi epidemiologi yang membuktikan bahwa bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram mempunyai kontribusi terhadap kesehatan yang buruk.
Menurunkan insiden BBLR hingga sepertiganya menjadi salah satu tujuan utama “ A World Fit For Children” hingga tahun 2010 sesuai deklarasi dan rencana kerja United Nations General Assembly Special Session on Children in 2002. Lebih dari 20 juta bayi diseluruh dunia (15,5%) dari seluruh kelahiran, merupakan BBLR di Asia adalah 22% (Rahayu,2009).

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dari umur kehamilan 37 minggu sampai dengan umur kehamilan 42 minggu dengan berat badan lahir 2500 gram – 4000 gram (Depkes, 2003). Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499) (Sarwono, 2006). Oleh sebab itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya, makin sulit dan makin banyak persoalan yang akan dihadapi, dan makin tinggi angka kematian peritanal (Rustam, 2008).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 2008). Bayi baru lahir atau neonatus adalah bayi berumur 0 baru lahir sampai usia empat minggu atau usia satu bulan sesudah lahir (Ramali, 2003).
Pemerintah mengeluarkan kebijakan antara lain dengan adanya program Safe Motherhood yang meliputi : Keluarga Berencana, Asuhan Antenatal, Persalinan Bersih dan Aman, Asuhan Pasca Natal, Asuhan Obstetri Esensial dan Asuhan Pasca Keguguran. Upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi diantaranya dengan asuhan persalinan normal yang mempunyai prinsip persalinan bersih dan aman. Di mana dengan adanya asuhan ini bertujuan untuk mengurangi angka kematian bayi. (Sarwono, 2002)
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 Angka Kematian Bayi (AKB) khususnya angka kematian bayi baru lahir tercatat 26 per 1000 kelahiran hidup. Tiga penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia yaitu BBLR sekitar 29% dan Tetanus Neonatorum sekitar 10%. Selebihnya adalah infeksi sebanyak 5%, gangguan hematologi 6%, masalah pemberian makanan 10% serta lain-lain sekitar 13%. (http:www.suaramerdeka.co.id//edisi:5 Januari 2007).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah AKB di Jawa Tengah tahun 2006, menurut Survey Kesehatan Daerah 8,3 per 1000 kelahiran hidup atau terjadi penurunan bila dibanding AKB tahun 2005 sebesar 23,71 per 1000 kelahiran hidup dan angka kejadian bayi dengan BBLR terus meningkat dari tahun 2004 sebesar 74,45% menjadi 90,86% pada tahun 2005, menjadi 93,54% pada tahun 2006 dan 96,34% tahun 2007 ( Dinkes Jateng, 2008).
Adapun beberapa penyebab terjadinya bayi lahir dengan berat badan rendah diantaranya kehamilan di bawah umur 20 tahun merupakan kehamilan yang beresiko tinggi. Angka kesakitan dan kematian ibu demikian pula bayi, 2-4 kali dibandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur (Unicef, 2002). Pada umur tersebut fungsi dari alat reproduksi belum siap, sehingga mengakibatkan banyak resiko.
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim dengan umur kehamilan 28 minggu (Pusdiknakes, 2003). Adapun pembagian paritas yaitu pertama primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih (Pusdiknakes, 2003). Yang kedua yaitu multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya 2 kali atau lebih. (Pusdiknakes, 2003). Yang ketiga yaitu grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali. (Wikjosastro, 2002).
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. (Supariasa, 2002). Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah mengindikasikan anemia. (Supariasa dkk, 2002). Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar hemoglobin berada di bawah normal. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, lebih dikenal dengan anemia gizi besi, yaitu jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah bahkan murah.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Xxx, Angka Kematian Bayi pada tahun 2008 sebanyak 94 orang (7,15%), penyebabnya yaitu BBLR : 38 orang (39,17%), asfiksia : 46 orang (47,42%) dan lain-lain : 12 orang (12,37%) ( DinKes Kota Xxx, 2008).
Di wilayah kerja Puskesmas Xxx Bulan Januari sampai dengan Desember 2010 terdapat 615 kelahiran yang melahirkan cukup bulan (>37 minggu) dengan berat badan bayi lahir 2500-4000 gram sebanyak 551 bayi (89,59%), dan berat badan bayi > 4000 gram sebanyak 35 bayi (5,69%), kemudian 29 bayi (4,72%) bayi lahir < 2500 gram atau dengan BBLR. Berdasarkan jumlah 615 kelahiran tahun 2010 jumlah paritas ibu dengan primipara sebanyak 151 ibu (24,55%), ibu dengan multipara sebanyak 397 ibu (64,55%), sedangkan ibu dengan grandemultipara sebanyak 67 ibu (10,89%).
Berdasarkan data diatas, maka peneliti tertarik ingin, meneliti tentang adakah hubungan kadar Hb dan paritas dengan berat badan bayi baru lahir di Puskesmas Xxx Kota Xxx. Oleh karena itu, saya tertarik melakukan penelitian ini yang berjudul “Hubungan Kadar Hb dan Paritas dengan Berat Badan Bayi Baru Lahir”.

B. Perumusan Masalah
Dari uraian masalah diatas dapat disimpulkan suatu masalah yaitu adakah HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN DAN PARITAS DENGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DI PUSKESMAS XXX KOTA XXX?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin dan paritas dengan berat badan bayi baru lahir di puskesmas xxx kota Xxx
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi karakteristik responden di Puskesmas Xxx kota Xxx.
b. Mengidentifikasi kadar Hemoglobin ibu hamil di Puskesmas Xxx kota Xxx.
c. Mengidentifikasi paritas ibu di Puskesmas Xxx kota Xxx.
d. Mengidentifikasi berat badan bayi baru lahir di Puskesmas Xxx kota Xxx.
e. Menganalisa hubungan kadar Hemoglobin dan paritas dengan berat badan bayi baru lahir di Puskesmas Xxx kota Xxx

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu
Agar ibu dapat mengetahui tentang berat badan bayi baru lahir dan beberapa faktor yang bisa mempengaruhi berat badan bayi baru lahir sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan bagi keluarga dan generasi selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat dapat ikut mengetahui, memahami tentang berat badan bayi baru lahir, sehingga bisa memberikan wawasan dan suport kepada para ibu untuk memperhatikan kesehatan dan status gizi selama hamil.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Agar dapat memberikan pelayanan, penyuluhan dan perawatan pada ibu baik sebelum, selama dan sesudah kehamilan, sehingga bayi yang dilahirkan dalam kondisi sehat, normal untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian bayi.
4. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengaplikasikan mata kuliah Metode Penelitian, Asuhan Kebidanan dan Ilmu Kesehatan Anak serta menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya, agar dapat memberikan pelayanan, penyuluhan dan konseling tentang kadar hemoglobin dan paritas yang berhubungan pada berat badan bayi baru lahir.

E. Keaslian Penelitian
No Nama Judul Jenis Penelitian dan Desain Penelitian Variabel Sampel Hasil
1 Puji Hastuti 2010 Hubungan antara karakteristik ibu dengan berat badan bayi baru lahir di RSUD Kudus Kabupaten Kudus Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, paritas dan pendidikan ibu. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah berat badan bayi baru lahir Sampel dalam penelitian ini yaitu semua bayi baru lahir hidup normal di RSUD Kudus Terdapat hubungan antara karakteristik ibu dengan berat badan bayi baru lahir di RSUD Kudus
2 Mintarti 2009 Hubungan status gizi ibu hamil : indeks massa tubuh dengan berat badan bayi baru lahir di wilayah kerja Puskesmas Sayung I Kabupaten Demak Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional Variabel independen dalam penelitian ini adalah status gizi ibu hamil : IMT. Variabel dependen dalm penelitian ini adalah berat badan bayi baru lahir Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 89 responden Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi ibu hamil : IMT dengan berat badan bayi baru lahir di wilayah kerja Puskesmas Sayung I

Terdapat perbedaan antar penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini. Perbedaan tersebut terletak pada judul, tahun, variabel, metode penelitian, populasi dan sampel.
Selengkapnya...

KTI KEBIDANAN NEW : HUBUNGAN ANTARA USIA DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DI RS xxx

AYO MAU LEBIH LENGKAP HUB : 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut laporan WHO (1996), sekitar 98-99% kematian maternal terjadi di negara berkembang. Sekitar sepertiga kematian terjadi akibat pertolongan pengguguran kandungan yang tidak aman dan tidak bersih. Penyebab utama masih tetap trias penyebab kematian berupa perdarahan 60 %, infeksi 25 %, dan gestosis 15 %. Penyebab lainnya hanya menimbulkan kematian pada 5 % kematian maternal. )
Kontribusi angka kematian ibu dan anak di Indonesia cukup besar, dimana kematian maternal terjadi setiap 2,0-2,5 menit (Manuaba 2007).
Menurut survei demografis kesehatan Indonesia tahun 2007, angka kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN 2008). Kematian maternal di Indonesia adalah yang tertinggi di antara negara di ASEAN (Marshall 2006). Menurut WHO, pada tahun 1999 telah mengeluarkan panduan “Making Pregnancy Safer” sebagai prioritas setiap negara dan pada tahun 2000, para negara anggota PBB mengadopsi Milenium Development Declaration yang memberi penekanan pada kesehatan ibu serta kehamilan dan persalinan yang aman dalam perkembangan di setiap negara. Sasarannya ialah mengurangi angka kematian ibu sebesar 75 % antara tahun 1990-2015 (Manuaba 2007).
Penyebab kematian tertinggi yaitu perdarahan (Widyastuti 2003). Perdarahan pada masa kehamilan dapat terjadi pada kehamilan muda maupun kehamilan tua. Diperkirakan seperempat dari jumlah semua wanita hamil sedikit banyak akan mengalami perdarahan melalui vagina dalam masa hamil muda. Perdarahan yang banyak terjadi diawal kehamilan merupakan salah satu sebab utama dari kematian ibu (Rayburn 2001).
Salah satu jenis perdarahan pada kehamilan muda adalah abortus. Tampaknya sekarang ini hampir dapat dipastikan bahwa satu dari setiap lima kehamilan berakhir dengan abortus spontan (Goleman 2000). Abortus didefinisikan sebagai keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas yaitu pada kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Abortus spontan yang juga sering dikenal dengan istilah “keguguran” terjadi tanpa perlu induksi. Diagnosis abortus spontan terjadi dalam berbagai bentuk diantara yaitu abortus imminen (keguguran mengancam), abortus insipien (keguguran berlangsung), abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap), abortus kompletus (keguguran lengkap), abortus tertunda (missed abortion) dan abortus habitualis (keguguran berulang) (Murphy 2000).
Kejadian abortus spontan secara umum pernah disebutkan sebesar 10 % dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80 % abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan. Kelainan kromosom merupakan penyebab paling sedikit separuh dari kasus abortus dini ini, selain itu banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus antara lain : paritas, umur ibu, umur kehamilan, kehamilan tidak diinginkan, kebiasaan buruk selama hamil, serta riwayat keguguran sebelumnya. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12 % pada wanita berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita berumur 40 tahun sehingga kejadian perdarahan spontan lebih berisiko pada ibu dibawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun (Cunningham 2005). Penyebab abortus sendiri bisa berasal dari faktor janin, faktor maternal, maupun faktor eksternal (Krisnadi, dkk 2004).
Hal di atas menunjukkan suatu realita yang harus diketahui oleh wanita hamil bahwa ia bisa terancam keguguran. Pada kenyataannya, data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah angka kejadian komplikasi kebidanan termasuk abortus di dalamnya di Jawa Tengah pada tahun 2009 masih tinggi yaitu sebesar 125.841 atau 20% dari jumlah ibu hamil dan untuk Kota Salatiga yaitu sebesar 799 dari 3429 jumlah ibu hamil. Dari catatan rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga dari bulan November 2010 - Februari 2011 terjadi 48 kasus abortus spontan dari 173 jumlah ibu hamil dengan jumlah abortus imminen 23 (47,91 %), abortus inkomplete 16 (33,35 %), abortus komplet 7 (14,58 %), abortus tertunda 1 (2,08 %) dan abortus insipien 1 (2,08 %).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti HUBUNGAN ANTARA USIA DAN PARITAS IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DI RUMAH SAKIT xxx.


B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu pertanyaan : “Adakah hubungan antara faktor usia dan paritas pada ibu hamil dengan kejadian abortus spontan di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga? ”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara faktor usia dan paritas ibu hamil dengan kejadian abortus spontan di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga periode 1 November 2010 – 28 Februari 2011.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi jumlah ibu hamil yang mengalami abortus spontan di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga periode 1 November 2010 – 28 Februari 2011.
b. Mengetahui distribusi ibu hamil yang mengalami abortus spontan berdasarkan usia ibu.
c. Mengetahui distribusi ibu hamil yang mengalami abortus spontan berdasarkan jumlah paritas.
d. Menganalisis hubungan antara usia dan paritas ibu hamil dengan kejadian abortus spontan.



D. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan manfaat baik manfaat praktis maupun manfaat teoritis.
1. Manfaat bagi peneliti
Untuk penerapan ilmu pengetahuan dalam membuat karya tulis dan sebagai salah satu pengalaman belajar di STIKES xxxx.
2. Manfaat bagi tempat penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran tentang kejadian abortus spontan dan rencana tindak lanjut program di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga.
3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Dapat dijadikan sebagai perbendaharaan perpustakaan/ referensi penelitian bagi STIKES Karya Husada Semarang.
4. Manfaat bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran masyarakat khususnya bagi ibu hamil untuk mengetahui risiko kehamilan pada paritas dan usia tertentu.

E. Keaslian Penelitian
No Nama, Tahun, Judul Variabel Sasaran Jenis Penelitian Hasil
1. Kusniati,
(2007)

Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Abortus Spontan di Rumah Sakit Ibu dan Anak An Ni’mah Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas Januar-Juni 2007 a. Independen:
Riwayat abortus spontan, usia ibu, urutan kehamilan, jarak kehamilan, dan pemeriksaan kehamilan
b. Dependen :
Kejadian abortus spontan Populasi :
Semua ibu hamil usia kehamilan < 20 minggu dan ibu nifas post abortus

Sampel :
Di ambil secara acak sederhana sebanyak 51 responden dari 138. Metode yang digunakan dengan survei penjelasan dengan pendekatan cross sectional Ada hubungan yang bermakna usia ibu dengan kejadian abortus spontan, dan tidak ada hubungan yang bermakana riwayat abortus spontan, urutan kehamilan, jarak kehamilan, pemeriksaan kehamilan dengan kejadian abortus spontan.
2. Y. Widyastuti
(2008)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
a.Independen:
Umur, paritas, pendidikan, pendidikan, pekerjaan.
b. Dependen :
Kejadian Abortus Populasi :
Seluruh ibu hamil < 22 minggu yang pernah di rawat di Instalasi Rawat Inap di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Sampel :
Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu berjumlah 163 orang Penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional Setiap variabel berhubungan dengan kejadian abortus
3 Ema Wahyuningrum
(2004)

Karakteristik Ibu dan Hasil Luaran Janin pada Ibu dengan Riwayat Abortus di Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2004 a. Independen:
Karakteristik ibu dengan riwayat abortus ( umur, paritas, jarak persalinan)
b. Dependen:
Hasil luaran janin ibu dengan riwayat abortus (prematur, BBLR, matur, abortus) Populasi : Ibu bersalin yang mempunyai riwayat abortus sebanyak 276 persalinan
Sampel : Diambil secara total sampling dan memenuhi kriteria inklusi yaitu memiliki riwayat abortus terakhir, tanpa memandang paritas, dan memiliki hasil luaran janin prematur, BBLR, matur dan abortus berulang serta memiliki catatan rekam medik yang lengkap yaitu sebanyak 112. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan desain cross sectional Karakteristik ibu dan hasil luaran janin pada ibu dengan riwayat abortus spontan dapat disimpulkan bahwa 38,39% ibu dengan riwayat abortus pada umur 25-29 tahun; 46,43% ibu dengan paritas 2-3; 64,29 % ibu dengan jarak persalinan < 24 bulan. Hasil luaran janin adalah matur (75,89%), prematur (11,61%), BBLR (10,71%), dan abortus (1,79%).
Perbedaan dengan rencana penelitian :
Rencana peneliti akan meneliti hubungan antara usia dan paritas ibu hamil dengan kejadian abortus spontan di RSxxxx. Peneliti akan menggunakan penelitian analitik, menggunakan desain penelitian case control dengan pendekatan retrospektif. Pada penelitian ini terdapat populasi kasus dan populasi kontrol. Populasi kasus adalah semua ibu hamil yang mengalami abortus spontan yaitu sejumlah 48 sedangkan populasi kontrol adalah semua ibu hamil dengan umur kehamilan < 22 minggu yang tidak mengalami abortus yaitu sejumlah 92 periode 1 November 2010 – 28 Februari 2011. Variabel independen yang digunakan adalah usia dan paritas, dan dependen yang digunakan adalah kejadian abortus spontan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Kehamilan normal
a. Definisi kehamilan normal
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. (Syaifuddin, 2002)
b. Proses terjadinya kehamilan
Proses dalam kehamilan dibagi menjadi :
1) Oogenesis
Mitosis pada wanita menghasilkan sebuah telur atau ovum. Proses ini terjadi di dalam ovarium khususnya pada folikel ovarium. Setiap bulan satu ovum menjadi matur dengan sebuah penjamu mengelilingi sel-sel pendukung. Saat ovulasi, ovum keluar dari folikel ovarium yang pecah. Kadar estrogen yang tinggi meningkatkan gerakan tuba uterina sehingga silia tuba tersebut dapat menangkap ovum dan menggerakannya sepanjang tuba menuju rongga rahim. Ovum tidak dapat berjalan sendiri.
Ada dua lapisan jaringan pelindung yang mengelilingi ovum. Lapisan pertama berupa membran tebal tidak berbentuk yang disebut zona pelusida. Lingkaran luar yang disebut korona radiata terdiri dari sel-sel oval yang dipersatukan oleh asam hialuronat. dianggap subur selama 24 jam setelah ovulasi. Apabila tidak difertilisasi oleh sperma, ovum berdegenerasi dan direabsorpsi.(Bobak, 2004
Selengkapnya...

Senin, 20 Juni 2011

KTI DIV KEBIDANAN : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN PERILAKU HUBUNGAN SEKSUAL SELAMA KEHAMILAN TRIMESTER III

TER BARU 2011 Dapatkan MURAH Hub : Hp. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasangan yang sebelum masa kehamilan memiliki hubungan yang cukup harmonis, dalam arti bisa mengkomunikasikan semua perasaannya dengan baik, umumnya dapat menikmati kehidupan seksual mereka. Namun keadaan ini juga terkait dengan keluhan kehamilan yang dialami oleh wanita tersebut.
Wanita yang tidak mengalami keluhan kehamilan yang berat biasanya memang memiliki pola kehidupan seksual yang lebih teratur, sebaliknya wanita dengan keluhan kehamilan yang berat, membuat kondisi fisiknya menjadi lemah sehingga dapat menurunkan keinginannya untuk melakukan hubungan seksual (Indarti, 2004)
Pada wanita keinginan seksual semasa hamil sebagian besar tidak berubah, bahkan sebagian kecil meningkat berkaitan dengan meningkatnya hormon estrogen. Sementara itu pada beberapa pria juga relatif mengalami peningkatan gairah seksual pada wanita hamil (Hamilton, 2007). Meskipun demikian, sebagian besar dari pasangan muda menghindari hubungan seksual karena mereka takut mencederai bayinya.
Kehamilan merupakan proses alami yang dialami oleh wanita dan menjadi suatu peristiwa yang penting dalam kehidupannya (Manuaba, 2007). Setiap wanita membayangkan kehamilan dalam pikiran-pikirannya sendiri tentang seperti apa ibu hamil karena mereka belum pernah mengalaminya. Pemikiran seperti ini mempengaruhi bagaimana ia berespon terhadap kehamilan. Beberapa wanita berpikir kehamilan sebagai penyakit, kejelekan, atau memalukan karena bentuk tubuh yang tidak menarik lagi seperti sebelum hamil, bahkan mereka beranggapan bahwa kehamilan dapat mengganggu hubungan seksual mereka dengan suami (Hamilton, 2007).
Sebagian perempuan merasa takut melakukan hubungan seksual saat hamil. Beberapa merasa gairah seksualnya menurun, karena tubuhnya melakukan banyak penyesuaian terhadap bentuk kehidupan baru yang berkembang di rahim. Hal tersebut biasanya terjadi apabila seorang ibu hamil memasuki trimester III. Pada saat memasuki kehamilan trimester III sebagian besar ibu akan merasakan adanya ketidaknyamanan pada kehamilannya dikarenakan pegal di punggung dan pinggul, tubuh bertambah berat dengan cepat, nafas lebih sesak (karena besarnya janin mendesak dada dan lambung), dan kembali merasa mual sehingga menyebabkan minat seksual yang menurun. Selain hal fisik, turunnya libido juga berkaitan dengan kecemasan dan kekhawatiran yang meningkat menjelang persalinan. (Mariana, 2009).
Mitos yang berkembang dimasyarakat menyebutkan hubungan seksual saat hamil dapat menyebabkan munculnya bercak-bercak putih di wajah dan tubuh bayi, hubungan seks saat hamil dapat mempengaruhi jenis kelamin bayi (Djuanda, 2005), dan hubungan seks sewaktu hamil dapat mengganggu perkembangan bayi. Mitos-mitos ini dianggap sebagai suatu kebenaran, karena dianggap benar maka perilaku seksual juga dipengaruhi dan mengikuti informasi yang salah sesuai mitos tersebut. Mereka mempercayai mitos tersebut karena ketidaktahuan akibat kurangnya pemahaman terhadap masalah kehamilan (Pangkahila, 2005).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) disebutkan bahwa pengetahuan dasar kesehatan reproduksi relatif terbatas sebagaimana ditunjukkan oleh 57,89% responden tidak mengetahui pengertian seksualitas. Sikap responden terhadap promosi kesehatan seksualitas berdasarkan mitos dalam masyarakat memberikan indikasi yang relatif baik, namun nuansa keraguan juga relatif terasa. Informasi mengenai seksualitas hanya 58,33% didapat melalui tenaga kesehatan dan 31,67% didapat melalui sumber lain (BKKBN, 2005)
Pada ibu primigravida, keluhan umum kehamilan seringkali dirasakan sebagai suatu hal yang mengganggu kesehatan, keinginan untuk memperoleh anak yang lahir dengan sehat pun menjadi prioritas seorang ibu primigravida apalagi anak tersebut kehadirannya sangat ditunggu-tunggu. Jadi upaya ibu untuk menjaga keselamatan dan kesehatan janin sangat optimal. Keadaan ini tentu berpengaruh pada kehidupan seksual mereka dengan pasangan dan mereka cenderung untuk membatasi hubungan seksual dengan suami bahkan mereka tidak melakukan hubungan seksual selama hamil. Sayangnya, seringkali para suami tidak mengerti dengan keadaan istrinya sehingga sangat mungkin bagi mereka untuk mencari kepuasan hubungan seksual ditempat lain selama istrinya hamil (Fadjari, 2002). Lain halnya dengan ibu multigravida, dimana keluhan umum pada kehamilan dirasakan sudah tidak terlalu mengganggu lagi, masalah dalam pola kehidupan seksual pun sudah dapat diatasi karena mereka telah memiliki pengalaman pada kehamilan yang terdahulu dan mereka telah mampu beradaptasi dengan kehamilannya (Hamilton, 2001).
Selengkapnya...

Selasa, 14 Juni 2011

KTI KEBIDANAN 2011 : PENGARUH KB SUNTIK CYCLOFEM TERHADAP PEMBERIAN ASI

UNTUk MENDAPATKAN KTI INi HUB : 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka pemakaian kontrasepsi diIndonesia baru mencapai 54,2% pada tahun 2006.
Angka fertilitas total (Total Fertility Rate)menurun dari 3.02 pada tahun 1991 menjadi 2.97pada tahun 1997. Kemudian angka pertumbuhanpenduduk (Growth Population Rate) yangmenurun drastis dari 2.34% pertahun pada decade1971- 1980 menjadi 1.51% pertahun pada dekadetahun 1990-1998.
pada tahun 2000 menurunmenjadi 1,5%.
Salah satu masalah terpenting yang dihadapi oleh negara berkembang,
seperti di Indonesia yaitu ledakan penduduk. Ledakan penduduk
mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang pesat hal ini karena
minimnya pengetahuan serta pola budaya pada masyarakat setempat. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Indonesia telah menerapkan
program keluarga berencana (KB) yang dimulai sejak tahun 1968 dengan
mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang kemudian
dalam perkembangannya menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional). Gerakan Keluarga Berencana Nasional bertujuan untuk
mengontrol laju pertumbuhan penduduk dan juga untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (Hartanto, 2004).
Visi Keluarga Berencana Nasional adalah “Keluarga Berkualitas”.
Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju,
mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung
jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Misinya
sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi,
sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. (Sarwono,
2006).
13
Permasalahan kesehatan reproduksi masih banyak sekali yang harus
dikaji, tidak hanya tentang organ reproduksi saja tetapi ada beberapa aspek,
salah satunya adalah kontrasepsi. Saat ini tersedia banyak metode atau alat
kontrasepsi meliputi: IUD, suntik, pil, implant, kontap, kondom. (BKKBN,
2004). Salah satu kontrasepsi yang populer di Indonesia adalah kontrasepsi
suntik. Kontrasepsi suntik yang digunakan adalah Noretisteron Enentat
(NETEN), Depo Medroksi Progesteron Acetat (DMPA) dan Cyclofem.
Pencapaian peserta KB aktif semua metode kontrasepsi pada tahun
2006 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 4.778.608 yang terdiri atas peserta
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) sebanyak 498.366 (10.4%), peserta
MOP (Medis Operasi Pria) sebanyak 68.473 (1.4%), peserta MOW (Medis
Operasi Wanita) sebanyak 291.035 (6.1%), peserta implant sebanyak 442.778
(9.3%), peserta suntikan 2.560.039 (53.6%), peserta pil 862.307 (18%),
peserta kondom sebanyak 55.610 (1.2%). Pencapaian tertinggi pada suntikan
(53.6%) dan pencapaian terendah pada kondom (1.2%). (BKKBN Jawa
Tengah, 2010)
Selengkapnya...

Selasa, 07 Juni 2011

KTI KEBIDANAN : GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU BALITA DALAM PEMANFAATAN POSYANDU DI DESA

MAU LEBIH LENGKAP HUB Hp. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2010 Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 34 /1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu (AKI) mencapai kisaran 228/100.0000 kelahiran hidup.

Adapun penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain terdiri dari perdarahan, infeksi dan eklampsia3, data tersebut menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir, rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada masa persalinan dan segera sesudahnya, serta perilaku (baik yang bersifat preventif maupun kuratif) ibu hamil dan keluarga serta masyarakat yang bersifat negatif bagi perkembangan kehamilan sehat, persalinan yang aman dan perkembangan dini anak 4.
Upaya yang dilakukan baik yang bersifat preventif maupun kuratif adalah posyandu yang merupakan tempat atau media yang paling dekat dengan masyarakat dalam pemantauan gizi pada balita. Masyarakat secara langsung dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan status gizi balitanya. Oleh karena itu dalam rangka menurunkan angka kematian anak adalah pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti pos pelayanan terpadu (posyandu), penanggulangan kurang energi protein, pendidikan gizi, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar, serta pencegahan dan pemberantasan penyakit melalui survilans dan imunisasi. Upaya menggerakkan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan Pos pelayanan terpadu ini merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat5. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan Posyandu merupakan proses keadaan ketika individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan keluarga atau kesehatan masyarakat lingkungannya. Namun berbagai hambatan dalam memelihara kesehatan diri dan keluarganya perlu mendapatkan perhatian 1.
Sebagai indikator pencapaian dalam program Posyandu yang yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar, kerjasama lintas sektoral dan peran serta masyarakat. Pada masa krisis ekonomi keberadaanya kurang mengembirakan, hal ini ditandai dengan rendahnya cakupan kegiatan Posyandu. Cakupan partisipasi masyarakat dalam kegiatan Posyandu adalah Jumlah Balita yang ditimbang di Posyandu (D) dibagi dengan jumlah balita yang ada (S) di wilayah kerja Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa besar jumlah partisipasi masyarakat di dareah tersebut yang telah tercapai. Cakupan D/S dalam kegiatan Posyandu di Indonesia tahun 2008 85%, Jawa Barat salah satu provinsi yang memiliki cakupan rendah yaitu 79% masih dibawah target Dinas Kesehatan sebesar 90%. 6
Menurut laporan hasil kegiatan tahunan program KIA-KB kesehatan Puskesmas Singaparna tahun 2009, pencapaian target D/S (jumlah bayi dan anak Balita yang datang dan ditimbang di Posyandu dibanding dengan semua bayi dan anak Balita yang ada) sebesar 67,34%. Adapun cakupan per desa yakni desa Cikunir mencapai 81.93%, Cikadongdong 70,82%, Singasari 45.03%, Singaparna 47,59%, Sukamulya 83.49%, Ciparay 59.70%, Suka asih 93.26 dan Singajaya 63.93%. 7
Kunjungan ibu balita ke Posyandu erat kaitannya dengan perilaku kesehatan, perilaku kesehatan hakikatnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan ibu dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan balitanya. Kesehatan seseorang dipengaruhi atau terbentuk dari beberapa faktor. Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor pendorong (reinforcing factors).7
Melihat paparan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu balita dalam pemanfaatkan posyandu di Desa Xxxx Tahun 2010.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan tersebut di atas, penulis mengidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut :
“Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku ibu balita dalam pemanfaatan posyandu di Desa Xxxx Tahun 2010?”.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu balita dalam pemanfaatan posyandu di Desa Xxxx Tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan terhadap perilaku ibu balita dalam pemanfaatan posyandu di Desa Xxxx Tahun 2010.
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor sikap terhadap perilaku ibu balita dalam pemanfaatan posyandu di Desa Xxxx Tahun 2010.
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor dukungan suami/keluarga terhadap perilaku ibu balita dalam pemanfaatan posyandu di Desa Xxxx Tahun 2010.
4. Untuk mengetahui faktor dukungan tenaga kesehatan terhadap perilaku ibu balita dalam pemanfaatan posyandu di Desa Xxxx Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumbang saran bagi pengembangan Ilmu Kebidanan, Ilmu Perilaku dengan titik berat pada kajian tentang peran serta masyarakat.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi penggerak bagi masyarakat khususnya ibu yang mempunyai balita untuk berperan serta dalam kegiatan Posyandu.
2. Bagi Pukesmas Setempat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian dalam peningkatan pelayanan kesehatan melalui pendidikan kesehatan pada kegiatan Posyandu pada ibu balita.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian yang selanjutnya serta dapat dijadikan bahan kepustakaan atau referensi bagi mahasiswa kebidanan.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengembangan profesi kebidanan sehingga apabila nanti sudah terjun ke lapangan dapat memberikan pendidikan kesehatan untuk mengubah perilaku kesehatan masyarakat.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Prilaku
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai aspek baik fisik maupun non fisik, sehingga pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai suatu keadaan jiwa untuk memberikan respon terhadap situasi di luar subjek tersebut.
Menurut Rogers perubahan perilaku manusia melalui beberapa tahap yang perubahannya merupakan suatu proses kejiwaan yang dialami individu tersebut sejak pertama memperoleh infromasi atau pengetahuan mengenai sesuatu hal yang baru (seperti penimbangan Balita untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan Balita) sampai saat dia memutuskan untuk menerima atau menolak hal baru tersebut.
Terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau subyek sehingga menimbulkan pengetahuan baru dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap obyek yang diketahuinya. Akhirnya rangsangan yakni obyek yang sudah diketahui dan didasari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap stimulus tadi. Namun kenyataan stimulus yang diterima oleh subyek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seorang dapat atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya
Selengkapnya...

KTI KEBIDANAN : PERSEPSI CALON PENGANTIN TENTANG PROSES KEHAMILAN DIKECAMATAN

UNTUK KTI LEBIH LENGKAP HUB Hp. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membangun keluarga harmonis, bahagia, sejahtera dan mandiri merupakan keinginan setiap pasangan muda calon pengantin yang membangun kehidupan rumah tangga melalui jenjang pernikahan. Secara operasional program ketahanan keluarga dapat dilakukan melalui pembinaan ketahanan keluarga diantaranya adalah pembinaan calon pengantin.

Pembinaan calon pengantin dapat dimulai dari pendewasaan usia perkawinan, bagi perempuan 20 tahun dan laki – laki 25 tahun. (buletin informasi BKKBN,2006) . Angka statistik pernikahan dini dengan pengantin berumur dibawah 16 tahun , secara nasional mencapai lebih dari seperempat. Bahkan dibeberapa daerah sepertiga , dari pernikahan yang terjadi, tepatnya di Jawa Timur 39,43%, Kalimantan Selatan 35,48%, Jambi 30,63%, Jawa Barat 36%. Dibanyak daerah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama. (Adek Ratna Jameela,2003).
Dengan adanya pendewasan usia perkawinan maka akan membantu dalam kesiapan fisik,mental, dan social dari calon pengantin. Selain pendewasaan usia perkawinan, para calon pengantin yang akan membina keluarga menjadi penting untuk mengetahui kesehatan reproduksi. Namun tidak sedikit dari calon pengantin tersebut memiliki bekal pengetahuan keiapan mental yang memadai bagaimana kehidupan rumah tangga. Apalagi pengetahuan yang menyangkut kesehatan reproduksi dan keluarga berencana yang menjadi landasan dasar dalam membangun keluarga sejahtera / berkualitas. (BKKBN, 2005). Oleh karena itu calon pengantin juga harus dibekali dengan pegetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi dan hak – hak reproduksi sehingga siap untuk menjadi seorang ibu atau seorang ayah. (BKKBN,2006).
Kesehatan reproduksi yang dimaksud disini adalah bagaimana proses kehamilan terjadi. Sebelumnya, terdapat 3 kesiapan yang menyatakan bahwa para calon pengantin siap untuk menyambut hadirnya kehamilan, yaitu pertama disebut dengan siap fisik yang berarti kesiapan usia reproduksi sehat yaitu 20-30 tahun bagi wanita. Kedua disebut siap sosial dan ekonomi yang berarti mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti pakaian, makanan, minuman, tempat tinggal, dan pendidikan. Ketiga disebut siap mental/emosi/psikologis yang berarti kesiapan mental adalah dimana pasanngan calon pengantin ingin mempunyai anak dan sudah siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan mendidiknya.(bulletin kencana,2006). Kehamilan terjadi berawal peristiwa fertilisasi yaitu saat spermatozoa membuahi ovum di tuba fallopi,kemudian terjadilah zigot,zigot membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan, enambelas, dan seterusnya. Pada saat 32 sel disebut morula, di dalam morula terdapat rongga yang disebut blastosel yang berisi cairan yang dikeluarkan oleh tuba fallopi, bentuk ini kemudian disebut blastosit. Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus). Pada hari ke-4 atau ke-5 sesudah ovulasi, balstosit sampai di rongga uterus, hormon progesterone merangsang pertumbuhan uterus, dindingnya tebal, lunak, banyak mengandung pembuluh darah, serta mengeluarkan secret seperti air susu (uterin milk) sebagai makanan embrio. Enam hari setelah fertilisasi, trofoblas menempel pada dinding uterus (melakukan implantasi) dan melepaskan hormone korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi kehamilan dengan cara menstimulasi hormon estrogen dan progesterone sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian menebal beberapa lapis, permukaannya berjonjot dengan tujuan memperluas daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat menempel setelah hari ke-12 dari fertilisasi.( Biologi - Kehamilan dan Persalinan, 2006 ). Agar mudah mendapatkan kehamilan maka kedua pasangan harus menjaga kesehatannya dan melakukan hubungan seksual diusahakan disesuaikan dengan masa subur wanita.
Angka statistic menunjukkan lebih dari 75% calon pengantin yang berpersepsi bahwa proses kehamilan akan terjadi saat pria dan wanita melakukan hubungan seksual, ada juga yang mengatakan bahwa proses kehamilan terjadi karena pertemuan antara darah ibu dengan cairan bapak. (Nico Asolokobal,2003). Persepsi diatas timbul karena adanya informasi atau interaksi baik secara verbal maupun non verbal. Tetapi persepsi diatas dapat diubah dengan memberikan informasi kepada seseorang / organisasi yang memiliki persepsi tersebut. (Cah Pacitan,2008).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 14-15 Januari 2010 dengan cara door to door dan mewawancarai 10 calon pengantin wanita di wilayah kecamatan Randublatung Kabupaten Blora, didapatkan 8 dari 10 responden menyatakan tidak pernah diberi pembekalan atau penyuluhan dari pihak manapun mengenai kehamilan atau tentang kesehatan reproduksi pra nikah dan juga tidak mengetahui bagaimanakah kehamilan terjadi serta bagaimana perawatannya saat hamil. Dari keterangan diatas penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana persepsi calon pengantin tentang proses kehamilan di wilayah Kecamatan xxxxxx.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas penulis merumuskan permasalahan penelitian ini adalah “ Bagaimana Persepsi Calon Pengantin tentang Proses Kehamilan di Wilayah Kecamatanxxxx”.


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui persepsi calon pengantin tentang proses kehamilan di wilayah kecamatan xxxx.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui tentang pengertian kehamilan
b) Untuk mengetahui tentang tanda – tanda kehamilan
c) Untuk mengetahui tentang proses kehamilan
d) Untuk mengetahui tentang perawatan selama hamil trimester pertama
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dalam ilmu pengetahuan adalah memberi sumbangan dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat.
2. Manfaat Praktik
a. Bagi wilayah kecamatan Randublatung
Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk memberi pembekalan kepada calon pengantin tentang kesehatan reproduksi
b. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai kesehatan reproduksi calon pengantin dan dalam rangka memenuhi Tugas Akhir Program Diploma Kebidanan Semarang.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat digunakan data dasar untuk melaksanakan penelitian yang lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian
Dalam penelitian persepsi yang dilakukan oleh Marlina Ayu Wulandari subjek yang diteliti adalah remaja, yang membahas tentang keputihan, menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan wawancara, dan dilakukan pada bulan juli-agustus 2008.
Sedang dalam penelitian yang penulis lakukan, penelitian tentang persepsi, subjek yang diteliti adalah calon pengantin wanita, yang membahas tentang proses kehamilan, menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan cara wawancara dan penelitian dilakukan pada bulan februari-maret 2010.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi
Pengertian
Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa inggris perception, berasal dari bahasa latin perception ; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2009).
Persepsi (perception) dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara sesseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978, dalam Sobur, 2009).
Selengkapnya...