Selasa, 29 Desember 2009

KTI KEBIDANAN : STUDI DISKRIPTIF FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI AKDR DI DESA KEDUNGWUNI KABUPATEN XXX

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah kependudukan di Indonesia ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pada tahun 1995 sampai dengan 2000 laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,51%. Jumlah penduduk Indonesia menempati urutan ke – 5 di dunia dalam jajaran negara penduduk besar. Jumlah penduduk Indonesia terus akan meningkat apabila hal ini dibiarkan akan menimbulkan masalah kependudukan yang sangat memprihatinkan. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan tidak seimbang akan mengakibatkan tekanan yang berat pada sektor penyediaan sandang, pangan, perumahan, lapangan kerja, fasilitas kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

Pertumbuhan penduduk yang cepat juga dapat membahayakan aspirasi penduduk untuk memperbaiki tingkat hidupnya baik lahir mapun batin. Peledakan penduduk akhirnya juga akan menyulitkan pula pada pemerataan kemakmuran masyarakat itu sendiri. (Mochtar, 1998 : 243)
Program keluarga berencana merupakan salah satu usaha pengulangan masalah kependudukan. Pada dasar kebijakan program keluarga berencana diwujudkan melalui :
1. Menunda perkawinan dan kehamilan sekurang-kurangnya berusia 20 thn
2. Menjarangkan kelahiran dan anjurkan menganut sistem keluarga catur warga dan panca warga.
3. Hendaknya besarnya keluarga dicapai selama dalam usia reproduksi sehat yaitu sewaktu umur ibu antara 20-30 th.
4. Mengakhiri kesuburan pada usia 30-35 th.
Di Indonesia, keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat yang telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publisitas dengan obat yang ada tentang keluarga berencana.
Pada era sekarang ini telah banyak ditemukan berbagai macam alat kontrasepsi sederhana, metode efektif dan metode kontrasepsi mntap dengan modus operasi pria atau modus operasi wanita (Mochtar, 1998 : 149 – 251)
AKDR sebagai alat kontrasepsi yang efektif mempunyau angka kegagalan rendah yaitu terjadi 1-3 kehamilan/100 perempuan dapat digunakan untuk menekan jumlah kelahiran sehingga nantinya dapat mempengaruhi jumlah penduduk. Namun tidak semua masyarakat dapat memilih AKDR sebagai alat kontrasepsi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang AKDR serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakannya.
Menurut BKKBN jumlah akseptor KB aktif secara nasional sebanyak 27.708 peserta. Sedangkan yang menggunakan metode kontrasepsi IUD secara nasional sebanyak 5.218.196 peserta (BKKBN Xxx, 1999/200). Jumlah pengguna kontrasepsi IUD masih rendah berada di urutan no. 3 setelah alat kontrasepsi pil dan suntik. Sedangkan di kabupaten Xxx peserta KB aktif sebanyak 145.747 / 82,76% akseptor yang menggunkan kontrasepsi IUD sebesar 23.590 peserta atau 16,18 % (BKKBN, 2007). Di kecamatan Kedungwuni yang menjadi peserta KB aktif sebanyak 426 peserta dan yang kontrasepsi IUD sebesar 14 peserta khusunya di Desa Kedungwuni peserta KB aktif sebanyak 79 peserta dari PUS dan yang menggunakan kontrasepsi IUD sebesar 6 peserta. Lebih sedikit dibandingkan kontrasepsi lain terutama suntik yaitu sebesar 32 peserta. (Puskesmas Kedungwuni)

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan yang berjudul “Studi Diskriptif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pemilihan Metode Kontrasepsi AKDR di Desa Kedungwuni Kabupaten Xxx.”

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor dalam pemilihan alat kontrasepsi IUD (AKDR) di Desa Kedungwuni kecamatan Kedungwuni Kabupaten Xxx.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden (umur, paritas dan tingkat pendidikan)
b. Mengetahui gambaran tingkat ekonomi akseptor KB di Desa Kedungwuni.
c. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan responden tentang alat kontrasepsi IUD (AKDR)
d. Mengetahui gambaran dukungan suami dan keluarganya terhadap penggunaan alat kontrasepsi IUD (AKDR)



D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti
Bagi peneliti diharapkan dapat memberikan pengalaman secara langsung bagi penulis tentang penelitian yaitu dengan mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan dari bangku kuliah ke dalam bentuk penelitian.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam upaya pemberian konseling kepada calon akseptor khususnya akseptor KB AKDR agar dapat menerima alat kontrasepsi.
3. Bagi Instalasi Pendidikan
Memberikan masukan dan informasi serta menambah acuan dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan bidan mengenai metode kontrasepsi AKDR.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan sistematika penyusunan yang telah ditentukan. Adapun penyusunannya adalah sebagai berikut :
BAB I : Berisi pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian.
BAB II : Berisi tinjauan pustaka, yang menguraikan tentang tinjauan pustaka, kerangka teori dan kerangka konsep.
BAB III : Berisi metode penelitian yang menguraikan tentang desain penelitian populasi, sampel dan sampling, variable, devisi operasional, lokasi dan waktu penelitian, metode pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, validitas dan reabilitas, metode analisa data, etika penulisan dan jadwal kegiatan penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Pengertian AKDR
AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari Poliefilen dengan atau tanpa metal / steroid dan ditempatkan dalam rongga rahim (Moeljono, 2005). Sedangkan menurut BKKBN (2004) IUD adalah alat kecil terdiri dari bahan yang lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim atau kavum uteri oleh dokter / bidan yang terlatih.

b. Jenis – jenis AKDR
Moeljono (2005) menggolongkan AKDR menjadi sebagai berikut :
1. AKDR polos (Inert Device)
Misalnya : Lippes Loop
2. AKDR yang mengandung tembaga (Copper bearing IUD)
Misalnya : CuT 380 A, CuT 200 C dan Nova T
3. AKDR yang mengandung obat (Medicated IUD)
Misalnya : Alza – T (mengandung progesterone) dan LNG-20(mengandung Levororgestrel).

c. Mekanisme Kerja AKDR
Wiknjosastro (2005) menyatakan bahwa sampai sekarang mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti. Kini pendapat yang terbanyak adalah bahwa AKDR dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokita / sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai AKDR sering kali dijumpai pula sel-sel makrofag yang mengandung spermatozoid. Penyelidik-penyelidik lain menemukan sering adanya kontraksi uterus pada pemakai AKDR, yang dapat menghalangi ridasi. Diduga ini disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada wanita tersebut.
Pada AKDR proaktif mekanisme kerjanya selain menimbulkan peradangan seperti pada AKDR biasa, juga oleh karena ada logam / bahan lain yang melarutkan dari AKDR mempunyai pengaruh terhadap sperma. Menurut penyelidikan, ion logam yang paling efektif adalah ion logam tembaga (Cu), pengaruh AKDR bioaktif dengan berkurangnya konsentrasi logam makin lama semakin berkurang.

d. Efektifitas
Menurut Hartanto (2004), efektifitas dari IUD dinyatakan dalam angka kontinuitas yaitu berapa lama IUD tetap tinggal tanpa ekspulsi spontan tanpa terjadinya kehamilan / tanpa pengeluaran karena alasan medis / pribadi. Angka kegagalan IUD pada umumnya adalah 1-3 kehamilan per 100 wanita per tahun.

e. Indikasi dan Kontraindikasi
Menurut Saifudin (2008) persyaratan pemakaian AKDR adalah sebagai berikut :
1. Yang dapat menggunakan
a. Usia reproduktif
b. Nullipara
c. Menginginkan menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang
d. Menyusui
e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
f. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
g. Perempuan dengan resiko rendah PMS
h. Perempuan yang tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
i. Perempuan yang tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama

2. Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR
a. Perempuan yang sedang hamil
b. Perempuan dengan pendarahan pervaginaan yang tidak diketahui
c. Sedang menderita infeksi otot genital
d. Perempuan yang tiga bulan terakhir menderita PRP/ abortus septic
e. Perempuan dengan kelainan bawaan uterus yang abnormal / tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri
f. Perempuan dengan penyakit trofoblas ganas
g. Perempuan yang diketahui menderita TBC pelviks
h. Perempuan dengan kanker alat genital
i. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm

f. Keuntungan AKDR
AKDR mempunyai keunggulan dari alat kontrasepsi yang lain karena umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali motivasi, tidak menimbulkan efek sistemik, ekonomis dan cocok untuk penggunaan misal, effektivitas cukup tinggi dan reversible (Wiknjosastro, 2005).

g. Efek Samping dan Komplikasi
Setiap penggunaan alat kontrasepsi dapat menimbulkan efek samping naik ringan maupun berat. Menurut Hartanto (2004) efek samping dan komplikasi IUD sebagai berikut :
1. Rasa sakit dan pendarahan
a. Menurut penelitian – penelitian, rasa sakit dan pendarahan akan berkurang dengan semakin lamanya pemakaian IUD
b. Pendarahan yang bertambah banyak
1. Volume darah haid bertambah, pada IUD yang menganung hormone.
2. Pendarahan yang berlangsung lebih lam
3. pendarahan bercak / spotting diantara had
2. Embedding dan displacement
a. IUD tertanam dalam-dalam di endometrium / miometrium
b. Penanggulangan : IUD harus dikeluarkan
3. Infeksi
Merupakan komplikasi yang serius yang berhubungan dengan pemakaian IUD. Akseptor IUD mempunyai resiko 2x lebih besar untuk mendapatkan PID dibandingkan non akseptor KB. PID adalah istilah yang menunjukkan suatu infeksi yang naik dari serviks ke dalam uterus, tuba falupi dan ovarium.
a. Tanda – tanda dan gejala infeksi
1. Infeksi fraktus genetalia bagian bawah
a. PUS dan mucus dari serviks / uretra
b. Buang air kecil sukar / sakit

2. Pelvik Implammatory Disease
a. Sakit perut bagian bawah
b. Dispareunia kadang-kadang dengan pendarahan
c. Haid yang sakit / berlebihan
d. Nyeri goyang uterus / serviks pada pemeriksaan dalam
e. Nyeri tekan / pembengkakan daerah tuba falllopi / ovarium
f. Temperature 38o C / lebih

b. Pengobatan Infeksi
1. Diagnosa dini
2. Pengangkatan / pengeluaran IUD
3. Terapi antibiotika
4. Follow up yang teratur
5. Pengobatan partner seksualnya

4. Kehamilan Intra Uterine
Tanpa memandang usia dan paritas, angka kehamilan pada IUD inert makin menurun dengan lamanya pemakaian. Untuk IUD yang mengandung Cu penurunan angka kehamilan selama tahun kedua tak terlalu mencolok. Resiko kehamilan dengan IUD In-utera adalah abortus spontan, prematuritas,

5. Kehamilan Ektopik
IUD tidak menimbulkan resiko kehamilan ektopik, tetapi mengurangi kemungkinan inplantasi intra uterine, maka kehamilan yang terjadi akan lebih cenderung kea rah kehamilan ektopik.

6. Ekspulsi
Gejala-gejala ekspulsi IUD
a. Vagina discharge yang abnormal
b. Sakit daerah pelvis
c. Pendarahan bercak / spotting inter – menstrual
d. Pendarahan bercak / spotting post – coital
e. Dispare
f. Bertambah panjangnya benang ekor IUD
g. Teraba batang IUD di ostium uteri / di dalam vagina
h. Tidak teraba benang ekor IUD
Pada ekspulsi partial / inkomplit, IUD harus dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang baru.

2. Perilaku
a. Definisi
Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku adalah semua kegiatan / aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku merupakan respon / reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

b. Jenis Perilaku
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka menurut Notoatmodjo, (2003), perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung / tertutup (covert). Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian persepsi, pengetahuan / kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata/terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas diamati / dilihat oleh orang lain.

c. Faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :
1. Faktor predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor predispose adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu pengatahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu, umur jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi.

2. Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu yang termasuk dalam kelompok ini adalah ketersediaan fasilitas dan petugas kesehatan serta keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat (atau kadang memperlunak) untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini adalah pendapatan, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman sekerja, tokoh masyarakat tokoh agama dan juga petugas kesehatan sendiri.
Berdasarkan konsep yang telah dikemukakan oleh Lowrence Green tentang faktor utama yang mempengaruhi perilaku, maka akan dibahas lebih lanjut tentang 3 faktor yang akan diteliti yaitu :
1. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan terutama yang positif dapat mempermudah terwujudnya perilaku tertentu. Menurut Notoadmodjo (2003) penegatahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah sesorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan, sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Penelitian Roger (1974) dalam Notoadjmojo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadaptasi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengatahui stimulus (ebjek) terlebih dahulu
b. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
e. Adoption subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus .
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari / rangsangan yang telah diterima, oleh sebab ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami dirtikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginteraksikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek / materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi / kondisi dipelajari pada situasi /kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi / penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks / situasi yang lalu.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan / suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, danmasih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan. Menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk jusifikasi / penilaian terhadap suatu materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri /menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2. Tingkat ekonomi
Diantara yang termasuk dalam faktor predisposisi / yang mempermudah untuk terjadinya perilaku adalah tingkat ekonomi. Menurut Azwar (1983) dalam Istiarti (2000) perilaku kesehatan dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi, bagi yang berstatus ekonomi tinggi akan semakin mudah dalam memilih pelayanan kesehatan begitu juga sebaliknya.
Status ekonomi sebuah kelas sosial, mengacu pada tingkat pendapatan keluarga dan sumber pendapatan. Salah satu fungsi dasar keluarga adalah tersedianya dukungan ekonomi yang memadai dan pengalokasian sumber-sumber (Friedman, 1998). Geismar dan La Sorte (1964) dalam Friedman (1998) mengembangkan kriteria dan deskripsi kelurga marginal, keluarga secara ekonomi bersifat adekuat. Pendapatan yang mencakup kebutuhan kebutuhan sebuah keluarga umumnya berasal dari pekerjaan para anggota keluarga dan sumber-sumber pribadi, seperti pensiun, sementara penghasilan yang sebagian berasal dari bantuan-bantuan umum bersifat marginal, tidak stabil / benar-benar tidak memadai. Keluarga yang bersifat secara tidak adekuat dalam bidang ini menunjukan karakteristik:
a. Penghasilan seluruhnya berasal dari bantuan umum karena kaum dewasa dalam keluarga gagal / tak mampu bekerja
b. Penghasilan yang berasal dari bantuan kesejahteraan dengan cara – cara curang.
c. Jumlah penghasilan yang terlalu rendah / tak cukup sehingga kebutuhan kebutuhan pokok tidak terpenuhi.

3. Dukungan Suami dan Keluarga
Pendapatan dukungan, kritik, dari keluarga, teman sekerja tokoh masyarakat tokoh agama. Juga ari petugas kesehatan sendiri adlah factor yang memperkuat (kadang-kadang memperlunak) untuk terjadinya perilaku tertentu. Kane (1988) dalam Friedman (1988) mengidentifikasi dukungan social keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan.
Menurut Friedman (1998) orang yang hidup dalam lingkungan yang bersifat suportif, kondisinya jauh lebih daripada mereka yang tidak memiliki keuntungan ini. Dukungan social keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan social yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses / diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa / tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa :
a. Dukungan sosial keluarga internal ; seperti dukungan dari suami, istri / dukungan dari keluarga kandung
b. Dukungan sosial keluarga eksternal, yaitu dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga)
Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi angota-anggotanya. Caplan (1976) dalam Friedman (1998) menerangkan bahwa keluarga memiliki fungsi suportif, termasuk di dalamnya adalah :
a. Dukungan Informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator yaitu penyebar informasi tentang dunia.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi perpecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.


B. KERANGKA TEORI























Sumber : Green dalam Notoatmodjo, 2003

C. KERANGKA KONSEP










Sumber : Green dalam Notoatmodjo
BAB III
METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penlitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dmanfaatkan untuk menjelaskan fenomena / karakteristik individual, situasi,kelompok tertentu secara akurat. Tujuan penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan seperangkat peristiwa / kondisi populasi saat ini. (Saudarwan, 2003)
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross – sectional yaitu variable pada objek penelitian diukur / dikumpulkan secara simuitan / dalam waktu yang bersamaan. Pengumpulan data untuk semua variable dilakukan secara bersama-sama / sekaligus. (Notoatmodjo, 2002).

B. POPULASI, SAMPEL DAN SAMPLING
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subyek / objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Alimul, 2003).
Populasi penelitian disini adalah pasangan usia subur yang menjadi akseptor KB selain AKDR di Desa Kedungwuni Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Xxx yaitu sebanyak 73 akseptor.

2. Sampel
Menurut Notoatmodjo (2005), sample adalah sebagian yang dimiliki dari keseluruhan obyek yang iteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 73 akseptor.

3. Sampling
Sampling yaitu cara / metode pengambilan sample (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan sample dalam penelitian ini dilakukan dengan metode sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2005), sampling jenuh adalah tekhnik penentuan sample bila semua anggota populasi digunakan sebagai sample.




C. KRITERIA SAMPEL
1. Kriteria Inklusi
adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi atau target yang terjangkau yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :
a. Akseptor KB yang tidak menggunakan alat kontrasepsi AKDR
b. Akseptor KB yang tinggal di Desa Kedungwuni Kecamatan Kedungwuni Kab. Xxx
c. Akseptor KB yang bersedia di teliti
2. Kriteria Eksklusi
adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi (Notoatmodjo, 2005).
Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah :
a. Akseptor KB yang tidak bersedia diteliti
b. Akseptor KB yang tidak ada di rumah saat penelitian

D. 1. VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan alat kontrasepsi IUD (AKDR) yaitu umur, paritas, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan tentang AKDR serta dukungan suami dan keluarganya.

2. DEFINISI OPERASIONAL
Adalah perumusan variable / batasan ruang lingkup variabel yang akan dipakai sebagai pegangan dalam pengumpulan data (Azwar, 2003). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Karakteristik
a. Umur
Umur adalah interval antara tanggul sekarang dengan awal kehidupan semenjak kelahiran dikategorikan menjadi :
3. < 20 tahun : reproduksi muda
4. 20 - 30 tahun : reproduksi sehat
5. > 30 tahun : reproduksi tua

b. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan wanita.
Dikategorikan menjadi :
1. Paritas 1 : pernah melahirkan 1 kali
2. Paritas 2 : pernah melahirkan 2 kali
3. Paritas 3 / lebih : pernah melahirkan 3x / lebih
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pedidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan oleh Departemen Pendidikan.
Dikategorikan menjadi :
2. Tidak pernah sekolah
3. Dasar : SD sampai SMP
4. Menengah : SMU
5. Tinggi : perguruan tinggi
Skala : Ordinal
2. Tingkat Ekonomi
Tingkat ekonomi adalah keadaan ekonomi diukur dengan jumlah rupiah pendapatan / penghasilan rata-rata perbulan berdasarkan upah minimal rata-rata (UMR) Kabupaten Xxx.
Dikategorikan menjadi :
a. Diatas UMR : ≥Rp. 675.000,-
b. Dibawah UMR : ≤ Rp. 675.000,-

3. Tingkat pengetahuan tentang AKDR
Pengetahuan disini adalah pengetahuan akseptor KB selain akseptor KB IUD tentang kontrasepsi IUD.
Dalam Koesioner akan diberikan 10 pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi IUD (AKDR). Dengan penilaian : Jawaban B = 1 dan S = 0. KAtegori dinilai berdasarkan mean (nilai rata-rata) yaitu jumlah skore seluruh responden dibagi jumlah responden.
Kategori :
a. Baik : skore ≥ mean
b. Tidak baik : skore < mean
Skala : Ordinal


4. Dukungan Suami dan Keluarga
Dukungan ini merupakan bentuk partisipasi dari suami dan keluarga ibu dalam memilih kontrasepsi.
Dalam koesioner akan diberikan 8 pertanyaan yang terdiri dari 5 pertanyaan tentang dukungan suami dan 3 pertanyaan tentang dukungan keluarga. Dengan penelitian :
Jawaban ya = 1 dan tidak = 0
Kategori :
a. Mendukung : skore ≥ mean
b. Tidak mendukung : skore < mean
Skala : Nominal
Selengkapnya...

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N DI RB. BUAH HATI SEMARANG TAHUN 2009

LANDASAN TEORI


I. Pengertian
Menurut De Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5:
1. Plasenta previa sentralis (totalis)
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta precia lateralis
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan di tutupi oleh plasenta
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
1. Plasenta previa totalis
Adalah seluruh osatium ditutupi plasenta
2. Plasenta previa partialis
Adalah sebagian ditutupi plasenta
3. Plasenta letak rendah
Adalah tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba

Menurut broune:
1. Tingkat 1: lateral Plasenta previa
Adalah pinggir bawah Plasenta berisi sampai kesegmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
2. Tingkat 2: margina Plasenta previa
Adalah plasenta mencapai pinggir pembukaan
3. Tingkat 3: complete Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap


4. Tingkat 4: center Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap
Plasenta previa
Adalah keadaan dimana Plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
(dikutip dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta)

II. Etiologi
Menurut Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta, beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan kekerapan terjadi plasenta previa, yaitu:
1. Paritas
Makin banyak paritas ibu, makin besar kemungkinan mengalami plasenta previa
2. Usia ibu pada saat hamil
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih seding dari pada umur di bawah 25 tahun
3. Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
4. Endometrium
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan mual plasenta
5. Korpus luteum bereaksi lambat
Dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepasi
6. Tumor-tumor
Seperti mioma uter, polip endometrium
7. Kadang- kadang pada malposisi


III. Tanda dan Gejala
Menurut Departemen Kesehatan RI 1996. Jakarta
Gejala utama
Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama.
Gambaran klinik
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak perdarahan yang terjadi pertama kali, biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang
4. Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin letak lintang atau letak sungsang
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan

IV. Diagnosis
Menurut Prof. Dr. Rudstam Mochtar MPH. 1998 Jakarta.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan:
1. Anamnesis
a. Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah sakit ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjutan (trimester III)
b. Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan perulang (recurrent), kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah di penuhi dengan dara. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dari yang sebelumnya. Sebab dari perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek yang disebabkan oleh:
1) Terbentuknya segmen bawah rahim
2) Terbentuknya ostium atau oleh malipulasi intravaginal atau raktal
2. Inspeksi
a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak, sedikit darah beku dan sebagainya
b. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat / anemis.
3. Palpasi abdomen
a. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
b. Sering di jumpai kesalahan letak
c. Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau menggolak di atas pintu atas pinggul
d. Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
4. Pemeriksaan inspekula
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dilihat dari mana asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah dan lain-lain.
5. Pemeriksaan radio-isotop
a. Plasentografi jaringan lunak
Yaitu membuat foto dengan sinar roentgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.
b. Sitrografi
Kosongkan kandung kemih, lalu dimasukkan 40cc larutan NaCl 12,5 , kepala janin di tekan kearah pintu atas panggul lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan plasenta previa
c. Plasentografi indirik
Yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior, dengan cara menghitung antara jarak kepala-simfisis dan kepala promotorium
d. Arteriografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam arteri femoralis, karena plasenta sangat akan pembuluh darah maka ia akan banyak menyerap zat kontras.
e. Aminografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam rongga amnion, lalu di buat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong di luar janin dalam rongga rahim
f. Radio isotop plasentografi
Dengan menyuntikan zat radio aktif RISA (Radio Iodinateol Serum Albumin) decara intra vena, lalu diikuti dengan detektor GMC
g. Ultrasonografi
Cara ini sangat terapi dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin
6. Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh di bidang abstetrik untuk diagnosis plasenta previa, walaupun ampuh namun kita harus berhati-hati, karena bahayanya juga sangat besar.
a. Bahaya pemeriksaan dalam
1. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
2. Terjadi infeksi
3. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
b. Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam
1. Pasang infus dan persiapan donor darah
2. Pemeriksaan dilakukan di kamar bedah, dengan fasilitas operasi lengkap
3. Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut
4. Jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikasi, tetapi raba dulu bantalan antara janin dan kepala janin pada forniks.
5. Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan
c. Kegunaan pemeriksaan dalam
1. Menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh plasenta previa atau oleh sebab-sebab lain:
2. Menentukan jenis klasifikasi plasenta previa, supaya dapat diambil sikap dan tindakan yang tepat.
d. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
1. Perdarahan banyak, lebih dari 500cc
2. Perdarahan yang sudah berulang-ulang
3. perdarahan sekali, banyak, dan Hb dibawah 8gr% kecuali persiapan darah ada.
4. His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim.

V. Pemantauan Pada Ibu dan Janin
Menurut Vicky Chapman, 2006, Jakarta
1. Tanda vital
Pantau dengan ketat tanda vital ibu, takikardia biasanya tanda pertama gangguan janin karena kehilangan darah.
2. Infus intravena
Untuk mengganti cairan, pastikan cairan IV berjalan lancar, dokter mungkin mempertimbangkan pemberian produk darah
3. Pengukuran kehilangan darah
Gantilah dan amankan balutan yang basah dengan bijaksana namun pastikan privasi ibu saat melakukannya, jagalah perbandingan yang selalu diperbaharui kehilangan darah dan perkiraan terukur pada kartu cairan.
4. Kemungkinan diperlukan anestesi
Pastikan bahwa dokter telah di beri informasi dan dapat mengkaji situasi ibu tentang kemungkinan memerlukan anestesi berikut juga antasida / atau penghambat ion hidrogen reguler karena anestesi berikan juga antasida/ penghambat ion hidrogen reguler karena anetesia darurat mungkin di periksa.
5. Pantau denyut jantung janin
Perubahan DJJ mendadak atau abnormal (seperti peningkatan takikardi) bisa menunjukkan adanya gangguan yang disebabkan oleh kehilangan darah berat. Lakukan respon segera terhadap pola abnormal.

VI. Pengaruh Plasenta Terhadap Kehamilan (menurut dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH. 1998 Jakarta)
Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir kedalam pintu atas panggul. Sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin.
Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulan darah pada serviks. Selain itu, jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.

VII. Penanganan
1. Penanganan pasif menurut Prof. Sarwono Prawiroharjo, Sp 06. 1997. Jakarta)
a. Perhatian
Tiap-tiap perdarahan dari ketiga yang lebih dari show, harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi
b. Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartum kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat janin dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika. Progestin atau progesteron observasilah dengan teliti.
c. Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor untuk tranfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk segera ke rumah sakit dimana terdapat fasilitas operasi dan tranfusi darah.
e. Bila kekurangan darah, berikanlah tranfusi darah dan obat-obatan penambah darah.
2. Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
a. Jenis plasenta previa
b. Perdarahan : banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang
c. Keadaan umum ibu hamil
d. Keadaan janin : hidup, gawat atau meninggal
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas atau jumlah anak hidup

VIII. Penanganan plasenta previa sentralis (totalis)
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar MPH, 1998, Jakarta)
a. Untuk menghindari perdarahan yang banyak, maka pada plasenta previa sentralis dengan janin hidup atau meninggal, tindakan yang paling baik adalah seksio sesarea.
b. Persalinan perabdominal dengan seksio sesarea.
Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa :
1. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
2. Semua plasenta previa lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
3. Semua plasenta previa dengan tindakan tindakan-tindakan yang ada.
4. Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang perdarahan pada bekas insersi plasenta kadang-kadang berlebihan dan tindakan dapat diatas dengan cara-cara yang ada.

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN
PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N
DI RB. BUAH HATI
TAHUN 2009


I. PENGUMPULAN DATA DASAR
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Istri : Ny N Nama Istri : Tn. J
Umur : 37 Tahun Umur : 40 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wirasuasta
Suku : Jawa Suku : Palembang
Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang

B. Anamnesia pada tanggal 15 Oktober 2009 pukul: 08.00 WIB
1. Alasan kunjungan saat ini
Ibu mengatakan hamil anak ke-2 usia kehamilan 8 bulan ibu mengeluh ada pengeluaran darah pervaginam dua kain basah, secara tiba-tiba.
2. Riwayat haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 tahun
Banyaknya : 2-3 x ganti pembalut
Lamanya : 7-8 hari
Sifat darah : merah, encer, bercampur gumpalan
HPHT : 5 Maret 2009
TP : 12 Desember 2009
3. Riwayat perkawinan
Ibu menikah 1 kali, status perkawinan syah sebagai istri pertama, usia pernikahan 1 tahun, usia saat menikah 20 tahun lama perkawinan 17 tahun
4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
No. Tgl./ Th. Lahir Usia kehamilan Jenis persalinan Penolong Penyulit kehamilan dan persalinan JK BB PB Keadaan anak sekarang
1 1997 9 bulan Spontan Bidan Tidak ada L 3000 50 Sehat

5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Trimester I : 2 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan mual dan muntah
Anjuran : Banyak istirahat, makan dengan porsi sedikit tapi sering
b. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan sering merasa cepat lelah dan pegal-pegal
Anjuran : Ajarkan ibu senam hamil, banyak istirahat, dan makan makanan yang bergizi dan minum tablet Fe.
c. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 2 kain basah.
Anjuran : istirahat cukup, kurangi aktivitas yang berat, dan periksa kehamilannya ke bidan.
6. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga
a. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang di derita
Klien tidak pernah menderita penyakit yang serius seperti jantung, hipertensi, hepar, DM, anemia, campak, malaria, TBC. Gagguan mental dan operasi.
b. Prilaku kesehatan
Klien tidak pernah minum-minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sejenisnya serta klien tidak pernah meminta jamu atau rokok, pencucian vagina dilakukan dengan menggunakan sabun setiap kali mendi, BAK dan BAB.
c. Immunisasi
Ibu mengatakan immunisasi
TT I pada kehamilan 4 bulan tanggal 5 Juli 2009 di BPS Bunda
TT II pada kehamilan 5 bulan tanggal 5 Agustus 2009 di BPS Bunda
7. Riwayat psikologis
a. Ibu senang dengan kehamilan saat ini karena kehamilan ini sudah di rencanakan
b. Ibu dan keluarga berharap semoga dalam kehamilan dan persalinan nanti berjalan normal tidak ada halangan suatu apa pun.
8. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
1) Sebelum hamil : Makan 3x sehari dengan porsi 1 piring nasi, ½ mangkuk sayur, lauk tempe, dan buah. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
2) Sesudah hamil : Makan 2x sehari ibu mengatakan kurang nafsu makan. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
b. Eliminasi
1) Sebelum hamil : BAB 1x sehari BAK : 5-6 x sehari
2) Sesudah hamil : BAB 1x sehari BAK : 8-9 x sehari
c. Istirahat dan tidur
1) Sebelum hamil : ibu tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1 jam
2) Sesudah hamil : ibu tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang 1 jam ibu mengatakan sering terbangun pada malam hari

d. Personal hygiene
Sebelum hamil dan saat hamil ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari dan keramas 2 x seminggu
e. Aktivitas / olah raga
Ibu hanya mengerjakan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, ibu hanya melakukan aktivitas yang ringan dan ibu tidak pernah berolah raga.
f. Seksualitas dan kontrasepsi :
2x seminggu sebelum hamil ibu tidak pernah menggunakan kontrasepsi

C. Pemeriksaan
1. Keadaan umum
a. kesadaran : composmentis
b. tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg
RR : 22 x / menit
Nadi : 88 x / menit
Temperatur : 37oC
c. Berat badan : Sebelum hamil : 50 kg
Sesudah hamil : 60 kg
Kenaikan BB selama hamil : 10 kg
d. Tinggi badan : 157 cm
e. Ukuran lila : 24 cm

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Rambut : lurus, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok keadaan bersih
2) Muka : bentuk simetris, pucat, tidak ada oedema
3) Mata : bentuk simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva pucat, seklera tidak ikterik, berfungsi dengan baik, keadaan bersih
4) Hidung : bentuk simetris, keadaan bersih, dan tidak ada pembesaran polip
5) Mulut : tidak ada kelalinan , tidak terdapat stomatitis, keadaan gigi bersih, tidak ada carises, tidak ada pembesaran tonsil
6) Telinga : bentuk simetris, keadaan bersih, fungsi pendengaran baik
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limpa, dan tidak ada pembengkakan vena jugularis
8) Dada : pernafasan baik tidak ada rochi dan wheezing, payudara menonjol hiperpigmentasi , tidak ada benjolan, abnormal, colostrums belum keluar.
9) Abdomen : bentuk simetris, membesar sesuai dengan usia kehamilan, tidak ada cacat, tidak ada bekas operasi, tidak ada nyeri tekan pada saat dipalpasi.
10) Punggung : normal tidak ada kelainan
11) Genetalia : ada pengeluaran darah pervcaginam banyaknya 200cc. tidak ada hemaroid, varisesdan oedema
12) Ektermitas : bentuk simetris, tidak ada cacat, tidak ada oedema, dapat berfungsi dengan baik

b. Palpasi
1) Leopold I : TFU terpegang antara Px dengan pusat, pada fundus teraba keras bundar melenting yang berarti kepala
2) Leopold II : Perut ibu sebelah kiri teraba lebar dan memberikan tahanan yang besar berarti punggung janin. (PUKI) perut sebelah kanan teraba bagian-bagian janin yang kecil berarti extremitas.
3) Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba ada satu bantalan yang mengganjal pada bagian segmen bawah rahim.
4) Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP (divergen)
5) Mic Donald : 30cm
6) TBJ : (30-12) x 155 = 2790 gram

c. Palpasi
1. Jantung : Denyut jantung tidak teratur, takikardi, tidak terdengar mur-mur
2. Paru-paru : Tidak terdengar ronchi dan whezing
3. DJJ : positif, denyut jantung tidak terdengar, takikardi, 158 x/menit
d. Perkusi : Reflek patella positif dan reflek babinski negatif
3. Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 9,4gr%
Protein urine : (-)
Redaksi : (-)
4. Pemeriksaan penunjang :
USG : pada USG terlihat ada bagian yang menutupi jalan lahir yaitu plasenta



II. INTERPRESTASI DATA DASAR, DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN
1. Diagnosa
Ibu G2P1A0 hamil satu minggu, janin tunggal, hidup, memanjang, intrauteri, PUKI, presentasi bokong, belum masuk PAP, ibu plasenta previa totalis
Dasar
a. Ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 200cc atau 2 kain basah yang bercampur stosel secara tiba-tiba
b. Pada saat palpasi dirasakan ada suatu bantalan yang mengganjal pada segmen bawah rahim
c. Bagian terbawah janin belum turun
d. Dijumpai kesalahan letak janin yaitu bukan presentasi kepala
e. Tidak terdapat nyeri tekanan pada saat palpasi
f. Leopold I : TFU 30 cm, pertengahan Px dan pusat, TBJ : 2790 gram
g. Leopold II : PUKI
h. Leopold III : Teraba bantalan pada segmen bawah rahim
i. Leopold I V : Bagian terbawah janin belum masuk PAP
j. DJJ : 158 x/menit
k. Hb : 9,4 gram
l. HPHT : 5 Maret 2009
m. TP : 12 Desember 2009
n. Ibu mengatakan hamil anak ke-2
2. Masalah
a. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cemas karena mengeluarkan darah banyak
2) Jumlah perdarahan 2 kain basah atau 200cc
3) Terjadi perdarahan secara tiba-tiba
b. Gangguan aktivitas sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cepat merasa lelah
2) Ibu tidak boleh banyak beraktivitas karena akan memperbanyak perdarahan
3) Ibu mengatakan cepat merasa pegal-pegal pada pinggang
3. Kebutuhan
a. Penyuluhan tentang istirahat ibu
1) Anjurkan ibu untuk beristirahat total / tirah baring
2) Jangan banyak melakukan gerakan atau aktivitas
b. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam
Ganti pembalut bila basah
c. Segera hubungi tenaga kesehatan jika terjadi perdarahan yang lebih hebat
d. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1) Makan makanan yang bergizi serta vitamin C dan zat besi
2) Makan sedikit tapi sering
e. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
1) Pemberian pemasukan yang cukup dengan adanya perdarahan
2) Pemberian nutrisi melalui pemberian cairan infuse RL atas
f. Memberikan dukungan psikologis kepada ibu
1) Katakan kepada ibu bahwa ibu harus kuat dan sabar karena dapat melalui semuanya dengan baik
2) Beri penyuluhan tentang persiapan persalinan
g. Observasi tanda-tanda vital
1) Observasi DJJ secara ketat
2) Anjurkan ibu untuk miring kiri untuk memberikan oksigenasi pada janinnya
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
1. Potensial terjadi perdarahan anterpartum pada ibu
2. Potensial terjadi gawat janin
3. Potensial terjadi aspeksia pada bayi

IV. IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA DAN KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter segera mungkin jika terjadi komplikasi yang lebih hebat
1. Penatalaksanaan perdarahan antepartum
2. Penatalaksanaan aspeksia pada BBL

V. RENCANA MANAGEMEN
1. Jelaskan pada ibu kondisinya saat ini
a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
b. Jelaskan kondisi kehamilan ibu saat ini
2. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam dan tanda-tanda vital
a. Ganti pembalut bila basah
b. Pantau DJJ secara ketat
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. anjurkan ibu untuk tiram baring, beristirahat total
b. anjurkan ibu untuk miring kiri
4. Memberikan dukungan psikologis pada ibu
a. Anjurkan ibu untuk pada ibu teknik relaksasi untuk memberikan rasa nyaman pada ibu
b. Libatkan anggota keluarga untuk memberikan dukungan psikologis pada ibu
5. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1. anjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi
2. beri ibu tablet Fe dan vitamin C
3. anjurkan ibu untuk sedikit makan tapi sering
6. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
Pemberian pemasukan nutrisi yang cukup karena adanya perdarahan
7. Jelaskan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan persalinan secara normal tetapi harus secara seksio sesarea karena ada plasenta yang menutupi jalan lahir

VI. IMPLEMENTASI
1. Memberi tahu ibu tentang hasil pemeriksaan
a. menjelaskan pada ibu kondisinya saat ini, kehamilan ibu mengalami komplikasi dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim
b. mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi kehamilan dengan memeriksa inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan pemeriksaan laboratorium
c. menganjurkan ibu untuk segera memeriksa kehamilan jika terjadi perdarahan yang lebih lanjut
d. melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan untuk rajin memeriksakan kehamilannya
2. Mengobservasi banyaknya perdarahan dan tanda-tanda vital
a. banyak perdarahan pervaginam sebanyak 2 kain basah atau 200cc
b. memberitahukan kepada ibu segera ganti softex bila sudah basah.
c. memantau denyut jantung janin
d. menjelaskan pada ibu bahwa akan terjadi perdarahan dengan tiba-tiba
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. menjelaskan pada ibu untuk beristirahat total atau tiram baring
b. beritahu kepada ibu untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat, seperti mencuci pakaian, mengangkat air, mengepel, menyapu, dll.
c. Menjelaskan kepada ibu untuk miring ke kiri untuk memberikan oksigenisasi kepala janinnya
4. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
a. menjelaskan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang
b. memberikan ibu tablet Fe dengan dosis 1x sehari selama 30 hari dan vitamin C dengan dosis 3 x sehari
5. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
a. pemberian pemasukan cairan dan nutrisi karena adanya perdarahan memberitahukan kepada ibu untuk sering makan walaupun sedikit

VII. EVALUASI
1. Ibu mengerti tentang kondisi kehamilannya saat ini, bahwa ibu mengalami sebuah komplikasi dalam kehamilannya dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim ibu hamil 32 minggu, TFU pertengahan pusat-Px, DJJ (+), bagian terbawah janin belum masuk PAP
2. Ibu mengerti apa yang ia lakukan jika terjadi perdarahan atau komplikasi kembali dan ibu mengerti tentang perdarahan yang ia alami
3. Ibu mengerti tentang pentingnya istirahat total atau tirah baring untuk mengurangi terjadinya perdarahan
4. Ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi dan gizi bagi ibu hamil
5. Ibu mengerti tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
6. Ibu mau mengikuti saran bidan untuk melakukan persalinan secara seksio sesarea
DAFTAR PUSTAKA


Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta

Chaman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. EGC: Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2006. Perdarahan Antepartum. Departemen Kesehatan RI: Jakarta
Selengkapnya...

ASUHAN KEBIDANAN KEPADA IBU HAMIL DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


A. Pendahuluan
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat keadaan yang gawat ini dapat terjadi apabila kehamalan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat di hadapi oleh setiap dokter, karna sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Hal yang perlu di ingat ialah, bahwa pada setiap wanita dalam masa produksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang di sertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik terganggu.

B. Pengertian
Menurut Buku Obatetri Patologi Universitas Pajadjaran Bandung, 1984

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut. Tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dengan servik atau dalam tanduk rudimeter rahim.

C. Penyebab
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku Ilmu Kebidanan (1976) dan Ilmu Kandungan 1989 adalah

Penyebab kehamilan ektopik banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak di ketahui, tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampula tuba dan di dalam perjalanan ke uterus terus mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masaih di tuba.


Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku Ilmu Kebidanan (1976)
Di antara sebab-sebab yang menghambat perjalanan ovum ke uterus sehingga mengadakan implantasi di tuba:
a. Migratio Externa adalah perjalanan telur panjang terbentuk trofoblast sebelum telur ada cavum uteri.
b. Pada hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok dan hal ini sering di sertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit
d. Bekas radang pada tuba: disini radang menyebabkan perubahan pada endosalping sehingga walaupun fertilisasi masih dapat terjadi gerakan ovum ke uterus lambat.
e. Kelainan bawaan pada tuba, antara lain difertikulum, tuba sangat panjang dsb.
f. Gangguan fisilogis tuba karna pengaruh hormonal, perlekatan perituba. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tubuh.
g. Abortus buatan.

D. Patologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kebidanan (1976).

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau inter kolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya di batasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian di resorbsi.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan, karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.



1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini sering kali adanya kehamilan tidak di ketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, di anggap sebagai haid yang datangnya agak terlambat.

2. Abortus ke dalam lumen tuba
Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping) dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglasi dan menyebabkan hematokele retrouterina.

3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

E. Gambaran klinik.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kebidanan (1976).

Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda: Dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam ronga perut sampai terdapat nya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan ektopik terganggu, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.





F. Diagnosis
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kandungan (1989).

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik, gejala-gejala kehamilan ektopik beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesukaran yang terpenting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.

Pemeriksaan untuk membantu diagnosis:
a. Tes kehamilan
Apa bila tes nya positip, itu dapatv membantu diaknosis.
b. Pemriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat: pada perdarahan dalam rongga perut tanda syok dapat di temukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
c. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda nyeri perut bagian bawah.
d. Pemeriksaan ginekologi
Tanda kehamilan muda mungkin ditemukan, pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu terutama ada tanda perdarahan dalam ronggan perut.


f. Pemeriksaan kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah, cara ini amat berguna dalam membantu diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
g. Pemeriksaan ultra sonografi
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pastinya ialah apa bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalam nya tampak denyut jantung janin.
h. Pemeriksaan laparoskopi
Digunakan sebagai alat Bantu diagnostic terahir untuk kehamilan ektopik.

G. Gejala
Menurut buku obstetri patologi universitas padjajaran 1984

Kisah yang has dari kehamilan ektopik terganggu ialah seorang wanita yang sudah terlambat haid nya, sekonyong-konyong nyeri perut kadang-kadang jelas lebih nyeri sebelah kiri atau sebelah kanan. Selanjutnya pasien pening dan kadang-kadang pinsan sering keluar darah pervaginam.
Gejala-Gejala Yang Terpenting:
a. Nyeri perut: nyeri perut ini paling sering dijumpai biasanya nyeri datang setelah mengangkat benda yang berat. Buang air besar namun kadang-kadang bisa juga pada waktu sedang istirahat.
b. Adanya AMENOREA: amenorea sering di temukan walaupun hanya pendek saja sebelum di ikuti oleh perdarahan.
c. PERDARAHAN: perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
d. Shock karena hypovoluemia.
e. Nyeri Bahu dan Leher (iritasi diafragma)
f. Nyeri pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak kembung.
g. Pembesaran uterus: pada kehamilan ektopik uterus membesar.
h. Gangguan kencing: kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangsangan peritonium oleh darah di dalam rongga perut.
i. Perubahan darah: dapat di duga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu karena perdarahan yang banyak dalam rongga perut.


H. Diagnosis Banding
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
a. Abortus imminens
b. Penyakit radang panggul (akut / kronik)
c. Torsi kista ovaril

I. Penatalaksanaan Atau Penanganan
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.

a. Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat.
b. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus dihentikan.
c. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung)
d. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini
1) Pastikan darah yang dihisap dari rongga obdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang steril
2) Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan kedalam kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10ml untuk setiap 90ml darah.

3) Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
e. Tindakan dapat berupa :
1) Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.
2) Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik ulangan).
f. Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri anti biotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas.
g. Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan:
1) Ketoprofen 100 mg supositoria.
2) Tramadol 200 mg IV.
3) Pethidin 50 mg IV (siapkan anti dotum terhadap reaksi hipersensitivitas)
h. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
i. Konseling pasca tindakan
1) Kulanjutan fungsi reproduksi.
2) Resiko hamil ektopik ulangan.
3) Kontrasepsi yang sesuai.
4) Asuhan mandiri selama dirumah.
5) Jadwal kunjungan ulang.

J. Komplikasi Potensial
Menurut Ben-Zion Buku Kedaruratan Obstetri dan ginekologi 1994

Komplikasi-komplikasi kehamilan tuba yang biasa adalah ruptur tuba atau abortus tuba, aksierosif dari trofroblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak: ruptur mungkin paling sering timbul bila kehamilan berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit, abortus tuba dapat menimbulkan hematokel pelvis, reaksi peradangan lokal dan infeksi skunder dapat berkembang dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul.


K. Prognosis
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan 1976

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup, Hellman dkk, (1971) 1 kematian diantara 826 kasus, dan Willson dkk. (1971) 1 antara 591. Tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi, Sjahid dan Martohoesodo (1970) Mendapat angka kematian 2 dari 120 kasus, Sedangkan Tarjamin dkk (1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.


DAFTAR PUSTAKA

Zion-ben taber, 1994 ,Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, Jakarta: EGC.

Bagian obgin fakultas kedokteran universitas padjadjaran, 1984, Obstetri Patologi, Bandung: Elstar off set.

Prawirohardjo, Sarwono, 1989, Ilmu Kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono, 1976, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Binapustaka.

Bari, Abdul Saifuddin, 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR-Po GI

MANAJEMENT KEBIDANAN PATOLOGI IBU HAMIL Ny. C
DENGAN KET DI RB BUAH HATI


I. PENGUMPULAN DATA
Tanggal: 8 Desember 2008 Pukul: 10.00 WIB
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Istri : Ny Cintya Nama Suami : Tn. Eko
Umur : 25 Tahun Umur : 30 Tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Hawa 3 Semarang Alamat : Jl. Hawa 3 Semarang
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan hamil anak pertama usia kehamilan 3 bulan datang untuk memeriksakan kehamilannya, ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah dengan mengeluarkan darah sedikit (flek) pada celana
3. Riwayat Hidup
Menarche : 13 tahun
Siklus : kurang lebih 28 hari
Banyaknya : 2 x ganti pembalut
Lamanya : 5-7 hari
Sifat darah : encer bercampur gumpalan
HPHT : 22 September 2007
TP : 29 Januari 2008


4. Riwayat Perkawinan
Ibu menikah I kali, status perkawinan syah sebagai istri pertama, usia perkawinan 1 tahun, usia saat pernikahan 24 tahun. Ibu mengatakan pernikahannya cukup bahagia dan dalam keluarga tidak mengalami masalah.
5. Riwayat hamil bersalin dan nifas yang lalu
Ibu hamil anak pertama
6. Riwayat kehamilan sekarang
a. Tanda-tanda kehamilan (trimester I)
PP tes 20 Oktober : hasil positif
b. Pergerakan fetus belum dirasakan
c. Keluhan yang di rasakan
Mual dan muntah : ya
Nyeri perut : ya
Sakit kepala : tidak ada keluhan
Penglihatan : tidak ada keluhan
Rasa nyeri atau panas waktu BAK : tidak ada keluhan
Rasa gatal panas vagina dan sekitarnya : tidak ada keluhan
Pengeluaran pervaginam : ibu mengatakan darah sedikit pada vagina
Oedema : tidak ada oedema
7. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga
a. Kesehatan ibu
Ibu tidak pernah di rawat di RS, penyakit keturunan tidak ada, penyakit menular tidak ada, dan penyakit menahun tidak ada.
b. Kesehatan keluarga
Ibu mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang menular dan penyakit menular dan penyakit keturunan.


8. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
1) Sebelum hamil : makan 2 x sehari dengan porsi nasi sedikit dan lauk yang sedikit, tidak di sertai dengan buah-buahan dan jarang mengkonsumsi sayuran, tidak minum susu, ibu minum kurang lebih 7-8 gelas/hari.
2) Saat hamil : ibu makan 2 x sehari, porsi nasi sedikit dan sayuran yang kurang, lauk kadang mau kadang tidak, minum susu tidak setiap hari dan buah-buahan yang kurang. Ibu minum kurang lebih 7-8 gelas/hari
b. Eliminasi
1) Sebelum hamil : BAB : 1-2 x/hari BAK : 5-6 x/hari
2) Saat hamil : BAB : 1 x/hari BAK : 10-11x/hari
c. Istirahat
1) Sebelum hamil : ibu tidur malam kurang lebih 7-8 jam / hari, tidur siang 1-2 jam/hari
2) Saat hamil : tidur malam 6 jam / hari , tidur siang 1-2 jam/hari
d. Personal hygiene
Sebelum hamil dan saat hamil ibu mandi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari
e. Aktivitas atau olah raga
Ibu hanya mengerjakan aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga, ibu sering jalan-jalan pagi
f. Seksualitas dan kontrasepsi
Seksualitas antara ibu dan suami sedikit terganggu, sebelum hamil, ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
g. Imunisasi
Ibu mengatakan belum pernah mendapatkan imunisasi TT
B. Pemeriksaan
1. Keadaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Tanda-tanda vital
TD : 110/90 mmHg RR : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit Temp : 370C
c. BB sebelum hamil : 43 kg
BB saat hamil : 45 kg
Kenaikan BB : 2 kg
d. Tinggi badan : 157 cm
e. LILA : 21 cm
2. Pemeriksaan fisik
1) Rambut : keriting, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok, keadaan bersih
2) Mata : kelopak mata: simetris, tidak ada oedema.
3) Konjungtiva : pucat sklera: tidak ikterus
4) Hidung : bentuk simetris, keadaan bersih, tidak ada polip, fungsi penciuman normal
5) Mulut dan gigi: lidah tidak terdapat stomatitis, gigi tidak ada lubang dan caries
6) Telinga : keadaan bersih, bentuk simetris, tidak ada kotoran dan pendengaran baik
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
8) Dada : bentuk payudara simetris, nafas teratur, tidak ada benjolan abnormal
9) Payudara : membesar simetris, puting susu menonjol, colostrum belum keluar.
10) Abdomen : tidak ada bekas luka operasi, perut bagian bawah sedikit menggembung dan nyeri tekan
a) Palpasi : Leopold I : TFU 20 cm
: Leopold II : tidak di lakukan
: Leopold III : tidak di lakukan
b) TBJ : TFU – 12 x 155
: 20 – 12 x 155
: 1240 gr
c) Auskultasi : tidak terdengar denyut jantung janin
11) Punggung : keadaan lordosis, michealis simetris
12) Genetalia : dilakukan pemeriksaan genetalia eksterna menggunakan spekulum terlihat adanya darah di kavum douglas dan terdapat sedikit pengeluaran darah atau flek-flek hitam ke coklatan
13) Ekstremitas
Atas : bentuk simetris, keadaan kuku bersih, keadaan kulit turgor kulit baik, dapat digerakan dengan baik, tidak ada kecacatan.
Bawah : bentuk simetris, keadaan kuku bersih, keadaan kulit baik
3. Pemeriksaan laboratorium
HB : 9 gr%
Protein uterus : tidak dilakukan
USG : tidak terlihat kerangka janin dan ditemukan kantung gestasi yang terdapat di lumen tuba.
PP tes : hasil positif
4. Pemerikasaan panggul luar
Distantia cristarum : 27 cm
Distantia spinarum : 26 cm
Konjungtiva external : 20 cm
Lingkar panggul : 89 cm



II. INTERPRESTASI DATA DASAR
1. Diagnosa
Ibu G1 P0 A0 12 minggu dengan KET
Dasar : ibu mengatakan hamil anak pertama
HPHT : 22 September 2007
TP : 29 Juni 2008
a. Palpasi : tidak teraba adanya balotemen perut bagian bawah sedikit mengembung dan tegang.
b. Auskultasi : tidak terdengar denyut jantung janin
c. Pembesaran uterus
d. Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah
e. Ibu mengatakan terjadi perdarahan sedikit
f. Hasil pemeriksaan kuldosintesis, terdapat pengeluaran darah
g. Kadar hemoglobin turun hingga 9 gr% karena perdarahan yang banyak di rongga perut
h. Adanya amenorea : amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum di ikuti oleh perdarahan
2. Masalah
a. Gangguan pemenuhan cairan dan nutrisi
Dasar : Ibu terlihat tampak lemah
: Ibu terlihat tampak pucat
: Ibu kurang dan makan dan minum atau tidak nafsu
b. Gangguan Psikologi
Dasar : Ibu mengatakan takut dan cemas dengan kehamilannya
c. Keterbatasan beraktivitas
Dasar : Ibu mengatakan cepat lemah bila beraktivitas
: Ibu mengeluh dengan keluarnya darah
: Ibu mengeluh dengan adanya pegal-pegal

d. Kahamilan yang lemah
Dasar : Ibu mengalami perdarahan di perut bagian bawah
Ibu mengalami pengeluaran darah sedikit-sedikit tapi berlangsung continues
3. Kebutuhan
a. Pemenuhan cairan dan nutrisi
Dasar : Ibu tampak lemas dan pucat
Ibu tidak nafsu makan
b. Memberikan dukungan
Dasar : ibu tampak cemas dan takut dengan kehamilannya
c. Pemberian bedres total
Dasar : ibu sulit beraktivitas dan terus mengeluarkan darah dari vagina
d. Segera lakukan tindakan laparatomi
Dasar : pada kehamilannya ibu kehilangan banyak darah karena mengalami perdarahan di rongga perut.

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
a. Abortus iminens : terjadi perdarahan bercak yang menunjukan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan
b. Abortus inkomplit : perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah di luar kavum uteri melalui kanalis servikalis
c. Rupture tuba : robekan yang terjadi pada tuba

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TERHADAP TINDAKAN
Rujuk dengan kolaborasi dokter.




V. RENCANA
1. Beritahu ibu dan keluarga tentang kondisi ibu saat ini
a. Menjelaskan kondisi ibu
b. Jelaskan tentang kehamilan ibu saat ini
c. Melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan
2. Berikan konseling pada ibu saat ini
a. Anjurkan ibu untuk segera rujuk
b. Beritahu ibu bahwa akan dilakukan tindakan laparatomi
3. Anjurkan ibu untuk istirahat
a. Beritahu ibu untuk istirahat cukup
b. Beritahu ibu untuk makan secara rutin
4. Anjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan gizi
a. Memberitahu ibu untuk makan-makanan yang bergizi
b. Memberitahu ibu untuk makan secara rutin
5. Berikan konseling untuk pasca tindakan
a. Kelanjutan fungsi produksi
b. Resiko hamil ektopik ulangan
c. Kontrasepsi yang sesuai

VI. PELAKSANAAN
1. a. Menjelaskan pada dan keluarga tentang kondisi ibu saat ini, bahwa ketika dilakukan pemeriksaan Leopold uterus teraba bulat lebar tetapi tidak teraba balotemen. Tinggi fundus 20 cm kemudian pada saat USG ternyata kehamilan berimplantasi dan tumbuh di luar rahim yaitu di tuba.
b. Jelaskan pada ibu bahwa kehamilan ibu ini adalah kehamilan di luar rahim, janin tumbuh di tuba kehamilan ini biasanya tidak bertahan berakhir dengan abortus.
c. Anjurkan untuk keluarga, agar selalu memberi dukungan pada kehamilan ibu
2. a. Ibu segera memeriksakan kehamilannya lebih lanjut ke dokter spesialis kandungan agar ibu dan keluarga lebih jelas dengan tindakan lebih lanjut untuk kehamilannya
b. Beritahu ibu tentang tindakan laparatomi yaitu pembedahan di bagian perut dan segera lakukan tindakan laparatomi di rumah sakit oleh dokter untuk menghilangkan sumber perdarahan.
3. Menganjurkan ibu untuk istirahat
a. Istirahat tidur 8-9 jam / hari
b. Melarang ibu untuk melakukan aktivitas yang berat karena dapat terjadi perdarahan yang berat.
4. a. Jelaskan pada ibu tentang makan-makanan yang banyak mengandung gizi yaitu makanan yang mengandung protein, vitamin, karbohidrat, lemak, mineral. Misalnya makanan sehari-hari; nasi, sayur, buah-buahan. Sayur misalnya; wortel, tomat, bayam, katu. Lauk misal; tempe, tahu, telur, hati, daging. Buah misalnya; jeruk, apel, melon, pepaya, dan di tambah minum susu.
b. Beritahu ibu agar makan teratur 3x sehari, dan minum 7-8 gelas / hari
5. a. Jelaskan pada ibu tentang kelanjutan fungsi reproduksinya kelenjar fungsi reproduksi ibu hanya 60% dari wanita yang pernah dapat KET menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi.
b. Menjelaskan pada ibu tentang resiko kehamilan yang berulang itu dilaporkan berkisar antara 0-14,6% kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah 50%
c. Memberitahu tentang kontrasepsi yang baik digunakan yaitu dengan menggunakan kondom atau dengan KB kalender.

VII. EVALUASI
a. Ibu mengerti tentang keadaannya saat ini
b. Ibu mengatakan cukup istirahat
c. Melakukan kolaborasi dengan dokter
d. Ibu dilakukan tindakan laparatomi oleh dokter di rumah sakit.
e. Ibu mengatakan nyeri pada perut hilang
f. Ibu mengerti tentang resiko kehamilan ulang
g. Ibu tahu alat kontrasepsi yang baik digunakan
h. Cemas ibu sudah berkurang
Selengkapnya...

Senin, 28 Desember 2009

KTI KEBIDANAN : PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN DI PUSKESMAS X

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
KESEHATAN merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas seperti yang diharapkan, mampu bersaing di era yang penuh tantangan saat ini maupun masa yang akan datang.
Pembangunan Kesehatan ini menjadi perhatian serius dalam masa kepemimpinan Gubernur , dan bahkan sektor ini merupakan salah satu agenda prioritas pembangunan selain pembangunan bidang lainnya. Mencermati aspek kesehatan dalam arti luas, maknanya tidak hanya sehat secara fisik namun juga psikis, termasuk di dalamnya kesehatan mental yang direfleksikan dalam inidikator kemampuan atau kecerdasan intelektual, emosional dan spritual. Dalam konteks ini jelas, derajat kesehatan dapat memberikan pengaruh ke berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dan harus diakui, selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, seperti masih rendahnya derajat kesehatan dari warga miskin, akibat rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, minimnya dana yang dialokasikan untuk menunjang program kesehatan, beberapa penyakit menular, yang dapat menjadi ancaman utama bagi masyarakat. Namun di masa kepemimpinan gubernur , atau selama rentang waktu 2 (dua) tahun terakhir, periode 2006 dan semester I 2007, secara bertahap permasalahan-permasalahan kesehatan tersebut sudah dapat diatasi, bahkan pembangunan dalam bidang kesehatan ini telah mengalami berbagai kemajuan yang sangat berarti.
Upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Dinas Kesehatan telah melakukan langkah-langkah peningkatan pelayanan kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan terjangkau dengan mengembangkan berbagai peningkatan sarana kesehatan
(Profil Kesehatan Propinsi, 2008).
DAPATKAN KTI KEBIDANAN Ini BAB 1,2,3,4,5 dengan harga terjangkau HUB : 085727707236

Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita per 1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000 balita per 1000 balita dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi, 2008).
Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per 1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).
Angka Kematian Bayi di propinsi periode tahun 1995-2000 di perkirakan 65 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2000 berdasarkan Proyeksi Penduduk BPS menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Kemudian pada tahun 2001 menjadi 41 per 1000 kelahiran hidup. Tetapi pada tahun 2003 angka kematian bayi meningkat menjadi 55 per seribu kelahiran hidup. Hal ini menunjukan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan sudah mengalami peningkatan/tercovernya kasus baik secara aktif maupun pasif. Hasil ini belum mencapai target 2003 yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup dan target Jawa Tengah sehat 2010 dan Indonesia sehat 2010 40 per 1000 KH (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005).
Penyebab kematian bayi adalah pneumonia sebesar 34%, diare 15% dan lain-lain 51%.
Grafik 1.1 Kasus kematian bayi per 1000 KH menurut Kab./Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2005.






Sumber : Profil Kesehatan Kab./Kota Tahun 2006
Berdasarkan grafik 1.1 di atas terlihat bahwa Kota Metro pada kasus kematian bayi per 1000 kelahiran hidup lebih besar jika dibandingkan dengan Kab./Kota lainnya.
Angka kematian balita (0-<5 tahun) menggambarkan tingkat permasalahan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi penyakit infeksi dan kecelakaan. Hasil SDKI 2002-2003 Angka Kematian Balita: 64 angka ini belum mencapai target 58 per 1000 Kelahiran hidup. Jumlah balita mati di propinsi pada tahun 2003 sejumlah 130 kasus, terbesar di Kabupaten Tulang Bawang (57 kasus dari 13.640 kelahiran) dan terendah di Kabupaten Tanggamus dan Kota Metro (0 kasus). Pada tahun 2004 sejumlah 109 kasus, terbesar di Kota Metro (40 kasus) dan terendah di Kabupaten Jawa Tengah Barat (1 kasus). Pada tahun 2005 jumlah kasusnya 224 kasus per 165.347 KH. (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005).
Berdasarkan data pra survei yang terdapat dalam hasil kegiatan program penanggulangan penyakit di Kota Metro tahun 2005 didapatkan:
Grafik 1.2: Prosentase Cakupan Ispa Pneumonia Balita di Kota Metro tahun 2005.





Sumber : Evaluasi Program Penanggulangan Penyakit di Kota Metro tahun 2005.
Dari grafik di atas incidents rate teringgi yaitu di Puskesmas Ganjar Agung (21%) sedangkan terendah di Puskesmas Bantul (0%). Insiden rate penyakit pneumonia di Kota Metro yaitu 10,7%.
Grafik 1.3 : Insiden Rate Penyakit Diare per 1000 Penduduk di Kota Metro tahun 2005.









Sumber : Evaluasi Program Penanggulangan Penyakit di Kota Metro tahun 2005.

Dari grafik di atas Incidents rate tertinggi yaitu di Puskesmas Bantul (40 per 1000 penduduk) sedangkan terendah terdapat di Puskesmas Ganjar Agung (14,6 per 1000 penduduk). Incidents rate penyakit diare di Kota Metro yaitu 26,5 per 1000 penduduk.
Adapun gambaran kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Metro selama 5 tahun yaitu sebagai berikut: tahun 2001 sebanyak 2 kasus, tahun 2002 sebanyak 4 kasus dan 2003 sebanyak 7 kasus, pada tahun 2004 meningkat menjadi 95 kasus serta tahun 2005 terdapat 37 kasus DBD di kota metro tahun 2004 yaitu 76 per 100.000 penduduk, sedangkan incident rate DBD tahun 2005 yaitu 29 per 100.000 penduduk. hal ini berarti terjadi penurunan angka IR penyakit DBD di Kota Metro yaitu 0%, berarti angka CFR penyakit DBD masih di bawah target nasional (<2,5% pertahun).
Untuk penyakit malaria pada tahun 2005 tidak ditemukan penderita malaria. Di Kota Metro bukan merupakan daerah endemik malaria. Dari penderita malaria yang datang berobat ke Puskesmas di Kota Metro berasal dari luar wilayah.
Tabel 1. Data Penyakit PD 31 Per Puskesmas Kota Metro Bulan Januari s/d Desember 2005

No Kecamatan Puskesmas Penyakit PD 31
Diptheri Pertusis Tetanus neonatorum Campak hepatitis
1 Metro Pusat Yoso Mulyo 0 0 0 31 3
Metro 0 0 0 57 0
2 Metro Timur Iring Mulyo 0 0 0 59 0
3 Metro Utara Banjarsari 0 0 0 25 2
4 Metro Barat Ganjar Agung 0 0 0 20 0
5 Metro Selatan SS Bantul 0 0 0 0 0
JUMLAH 0 0 0 192 5
Sumber : Laporan SST Dinkes Kota Metro tahun 2005.
Dari tabel di atas diketahui bahwa penyakit campak merupakan penyakit terbanyak diderita balita dari pada penyakit diptheri, pertusis, TN, dan hepatitis. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat campak paling efektif dengan imunisasi.



Untuk data tentang jumlah bayi yang di Bawah Garis Merah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Rekapitulasi Data LB 3 tentang Program Perbaikan Gizi tahun 2006
No Puskesmas Sasaran Jml bayi dengan KMS Jml Bayi Ditimbang Jml Bayi naik timbangan Jumlah Bayi BGM Jml Anbal dengan KMS Jml Anbal ditimbang Jml Anbal naik timbangan Jml Anbal BGM
Bayi Anbal
1 Metro 244 616 244 166 118 5 616 431 169 11
2 Yoso Mulyo 442 1233 442 334 278 3 1223 827 588 16
3 Banjarsari 391 1612 390 312 238 5 1610 993 628 16
4 Iring Mulyo 631 2758 631 494 420 3 2758 1392 884 17
5 SS Bantul 164 701 164 146 115 0 701 434 259 2
6 Ganjaragung 404 1252 404 286 201 5 1251 831 376 10
Kota Metro 2.276 8172 2275 1741 1370 21 8168 4908 2904 72
Sumber : Evaluasi Program Penanggulangan Penyakit di Kota Metro tahun 2005.
Dari tabel atas diketahui bahwa jumlah anak balita dan bayi yang masih di bawah garis merah mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 21 untuk bayi dan 72 untuk anak balita.
Dari data hasil survei dapat digarisbawahi bahwa pneumonia, diare, malaria, campak dan gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan penanganan yang intensif. Dewasa ini cara-cara yang cukup efektif untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita akibat penyakit tersebut. WHO dan UNICEF memperkenalkan 1 set pedoman terpadu yang menjelaskan secara dini penanganan penyakit-penyakit tersebut. Selanjutnya dikembangkan paket pelatihan untuk melatih proses manajemen terpadu balita sakit kepada tenaga kesehatan yang bertugas menangani anak sakit. Metode ini dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul-1, 2004).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, yang menjadi permasalahan yang nantinya akan diteliti adalah bagaimana tinjauan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Xxx tahun 2007 ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian : Deskriptif
Subjek penelitian : Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
Objek penelitian : Tenaga kesehatan
Lokasi penelitian : Puskesmas di Kota Metro-Jawa Tengah
Waktu Penelitian : Februari-Mei 2007
Alasan penelitian : Untuk mengetahui seberapa besar keefektifan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Kota Metro, dalam rangka penurunan angka kematian bayi dan balita di Propinsi Jawa Tengah khususnya Kota Metro tahun 2007.

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun oleh bidan di Puskesmas Xxx tahun 2007.



E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat:
1. Bagi Institusi Pendidikan Akademi Kebidanan Wira Buana Metro memberikan manfaat sebagai bahan bacaan tentang pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit dan sebagai perbandingan serta dokumen untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan wawasan penulis dalam penulisan karya tulis ilmiah sebagai penerapan ilmu yang di dapat dengan proses pembelajaran secara nyata membuat karya tulis ilmiah tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan khususnya yang bekerja di puskesmas agar dapat memberikan pelayanan kesehatan pada balita sakit menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit.
4. Bagi Peneliti Lain
Membuka wawasan dan menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian khususnya tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Pedoman Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas, Modul-7. 2004). Balita (bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk umur 5 tahun) (MTBS, Modul 1, 2004).

2. Sejarah Terbentuknya MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan pelayanan terhadap balita sakit yang dikembangkan oleh WHO. Dengan MTBS dapat ditangani secara lengkap kondisi kesehatan balita pada tingkat pelayanan kesehatan dasar, yang memfokuskan secara integrative aspek kuratif, preventif dan promotif termasuk pemberian nasihat kepada ibu sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan anak. Pemberian antibiotika sangat selektif sesuai klasifikasi dan dapat dan dapat membatasi beberapa klasifikasi yang akhirnya dapat menekan biaya pengobatan. Melihat keunggulan tersebut maka dapatlah dimengerti mengapa Indonesia termasuk salah satu pengguna dini dari pendekatan MTBS ini, bahkan Indonesia sekarang sudah sampai tahap pemantapan implementasi.
Pendekatan MTBS mulai diluncurkan oleh WHO pada tahun 1994 yang merupakan hasil kerjasama WHO dengan UNICEF serta lembaga lainnya. Sebelum pendekatan MTBS ini dipakai setiap negara dianjurkan untuk melakukan adaptasi terhadap bahan dan metode pelatihan. WHO telah menerbitkan petunjuk pelaksanaan adaptasi agar negara pelaksana lebih mudah melaksanakannya. Secara umum digariskan oleh WHO agar adaptasi dilakukan menjamin semua penyakit yang paling sering diderita balita, maka petugas kesehatan terdepan harus dapat menanganinya. Begitu pula adaptasi tersebut harus sejalan dengan kebijakan nasional serta kebijakan program dan dapat diimplementasikan pada sistem kesehatan yang sudah ada. Negara pengguna pendekatan MTBS dibenarkan untuk melakukan adaptasi lokal demi efektifitas dan efisiensi tetapi sampai tingkat tertentu pendekatan MTBS ini terstandarisasi, mulai dari bahan, metode, perangkat pelatihan serta cara, alat, monitoring dan evaluasi. Pendekatan MTBS ini dirancang menurunkan angka kematian balita di negara sedang berkembang (www.geogle.com, 2006).

3. Persiapan Penerapan MTBS di Puskesmas
Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas yang akan mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit, meliputi:
a. Diseminasi Informasi MTBS Kepada Seluruh Petugas Puskesmas
Dari langkah-langkah yang diterapkan dalam MTBS, jelas bahwa keterkaitan peran dan tanggung jawab antar petugas di puskesmas sangat erat. Oleh karena itu seluruh petugas kesehatan di puskesmas perlu memahami MTBS. Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas puskesmas dilaksanakan dalam satu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh petugas puskesmas yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi, petugas imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP, pengelola program P2M, petugas loket dan lain-lain. Diseminasi dilaksanakan oleh petugas yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (MTBS, Modul -7, 2004).
Informasi yang harus disampaikan:
1) Konsep umum MTBS
2) Peran dan tanggung jawab petugas puskesmas dalam penerapan MTBS


b. Penyiapan Logistik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan MTBS adalah:
1) Penyiapan obat dan alat
Sebelum mulai menerapkan MTBS, harus dilakukan penilaian dan pengamatan terhadap ketersediaan obat di puskesmas. Secara umum, obat-obatan yang digunakan dalam MTBS telah termasuk dalam daftar obat esensial nasional (LPLPO) yang digunakan di puskesmas.
Obat-obat yang diperlukan adalah:
 Kotrimoksazol tablet dewasa atau tablet atau sirup
 Sirup Amoksilin atau tablet Amoksilin
 Kaplet Ampisilin
 Kapsul Tetrasiklin
 Tablet asam nalidiksat
 Tablet Klorokuin
 tablet Primakuin
 Tablet Sulfaduksin pirimetamin (fansidar)
 Tablet kina
 Diazepam Suppositoria
 Suntikan Kloramfenikol
 Suntikan Gentamisin
 Suntikan Penisilin prokain
 Suntikan Ampisilin
 Suntikan Kinin
 Suntikan Fenobarbital
 Diazepam infeksi (5 mg dan 10 mg)
 Tablet Nistatin
 Tablet Parasetamol atau sirup
 Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata
 Gentian violet 1% (sebelum digunakan, harus diencerkn menjadi 0,25% atau 0,5% sesuai kebutuhan)
 Sirup besi (Sulfat ferosus) atau tablet besi
 Vitamin A 200.000 IU dan 100.000 IU.
 Tablet pirantel pamoat
 Aqua bides untuk pelarut
 Oralit 200cc
 Cairan infuse : Ringer laktat, Dextrose 5% NaCl
 Alkohol 70%
 Glycerin
 Povidone
(MTBS, Modul -7, 2004)


Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah:
- Timer ispa atau arloji dengan jarum detik
- Tensimeter dan manset anak (bila ada)
- Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan dipojok oralit)
- Infuse set dengan wing needles no 23 dan no 25
- Semprit dan jarum suntik : 1ml ; 2,5 ml ; 10 ml
- Timbangan bayi
- Thermometer
- Kasa/kapas
- Pipa lambung
- Alat penumbuk obat
- Alat penghisap lendir
(MTBS, Modul -7, 2004).

2) Penyiapan Formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu
Penyiapan formulir manajemen terpadu balita sakit dan kartu nasihat ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan.
Langkah-langkah dalam penyiapan formulir MTBS dan KNI:
Pertama-pertama hitung jumlah kunjungan balita sakit perhari dan hitunglah kunjungan perbulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.
Untuk percetakan KNI hitunglah sebanyak jumlah kunjungan baru balita sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetaklah formulir MTBS dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama (MTBS, Modul -7, 2004).

3) Penyesuaian Alur Pelayanan
Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit. Langkah-langkah tersebut adalah sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang lengkap, meliputi:
a) Pendaftaran
b) Pemeriksaan dan konseling
c) Tindakan yang diperlukan di klinik
d) Pemberian obat atau
e) Rujukan bila diperlukan
(MTBS, modul -7, 2004)




4. Penerapan MTBS di Puskesmas
Dalam memulai penerapan MTBS di puskesmas, pertama kali harus dilakukan penilaian terhadap jumlah kunjungan balita sakit perhari. Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus perhari) akan tetapi bila perbandingan jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah balita sakit perhari cukup besar maka penerapan MTBS di puskesmas di lakukan secara bertahap. Dalam memulai penerapan tidak ada patokan khusus besarnya presentase kunjungan balita sakit yang ditangani dengan pendekatan MTBS. Tiap puskesmas perlu memperkirakan kemamupanya mengenai seberapa besar balita sakit yang akan ditangani pada sat awal penerapan dan kapan dicapai cakupan 100%. Penerapan MTBS di puskesmas secara bertahap dilaksanakan sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan ditiap puskesmas. (MTBS, Modul -7, 2004).
Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut :
- Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit  10 orang perhari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita sakit.
- Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS. MTBS
- Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang perhari, berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS (MTBS, Modul, 2004)

5. Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan
Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan . Perubahan yang perlu dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS kedalam kode diagnosis dalam SP2TP sebelum masuk kedalam sistem pelaporan. (MTBS, Modul -7, 2004).

a. Pencatatan Hasil
Pencatatan seluruh hasil pelayanan yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan.
Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah :
1) Register kunjungan
2) Register rawat jalan
3) Register kohort bayi
4) Register kohort balita
5) Register imunisasi
6) Register malaria, demam berdarah dangue, diare, ISPA, gizi dan lain-lain
7) Register obat

b. Pelaporan Hasil Pelayanan
Sebagaimana dengan pencatatan hasil pelayanan MTBS, pelaporan yang digunakan juga tidak memerlukan perubahan.
Pelaporan yang digunakan adalah :
1) Laporan bulanan 1/laporan bulanan data kesakitan (LB 1)
2) Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LP LPO)
3) Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB 3)
4) Laporan mingguan diare
5) Laporan kejadian luar biasa
(MTBS, Modul -7, 2004).

6. Penilaian dan Klasifiksi Anak Sakit dalam MTBS
Penilaian dan klasifikasi anak sakit dalam MTBS dikelompokkan dalam 2 kelompok umur yaitu :
- Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun
- Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 1 hari sampai 2 bulan
Apabila anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, pilih bagan “Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun”. Sampai 5 tahun, berarti anak belum mencapai ulang tahunnya yang kelima. Kelompok umur ini termasuk balita umur 4 tahun 11 bulan, akan tetapi tidak termasuk anak yang sudah berumur 5 tahun. Apabila anak belum genap berumur 2 bulan, maka ia tergolong bayi muda. Gunakan bagan “Penilaian Klasifikasi dan Pengobatan Bayi Muda Umur 1 Hari Sampai 2 Bulan”. Khusus mengenai bayi muda, bagan berlaku untuk bayi muda sakit maupun sehat. (MTBS, Modul -1, 2004).

7. Proses Manajemen Kasus
Proses manajemen kasus disajikan dalam satu bagan yang memperlihatkan urutan langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaanya.
Bagan tersebut menjelaskan langkah-langkah berikut ini :
 Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun
 Menentukan tindakan dan memberi pengobatan
 Memberi konseling bagi ibu
 Memberi pelayanan tindak lanjut
 Manajemen terpadu bayi mud 1 hari sampai 2 bulan.

“Menilai anak” berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik.
“Membuat klasifikasi” berarti membuat sebuah keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahanya. Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk melakukan tindakan, bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit.
“Menentukan tindakan dan memberi pengobatan “berarti menentukan tindakan dan memberi pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan setiap klasifikasi, memberi obat untuk diminum di rumah dan juga mengajari ibu tentang cara memberikan obat serta tindakan lain yang harus dilakukan di rumah.
“Memberi konseling bagi ibu” juga termasuk menilai cara pemberian makan anak, memberi anjuran pemberian makan yang baik untuk anak serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.
“Tindak lanjut” berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak untuk biaya ulang.
“Manajemen terpadu bayi muda” meliputi : menilai dan membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling dan tindak lanjut pada bayi umur 1 hari sampai 2 bulan baik sehat maupun sakit. (MTBS, Modul -1, 2004).







8. Penilaian dan Klasifiksi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun
a. Memeriksa Tanda-Tanda Bahaya Umum
Tanyakan :
 Apakah anak bisa minum atau menetek ?
 Apakah anak selalu memuntahkan semuanya ?
 Apakah anak menderita kejang ?
Lihat :
 Apakah anak tampak letargis atau tidak sadar

b. Tanyakan Keluhan Utama
 Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas ?
Jika ya, tanyakan : berapa lama ?
lihat, dengar :
- Hitung napas dalam 1 menit
- Perhatikan adakah tarikan dinding dada kedalam
- Lihat dan dengar adanya staridor










Klasifikasi Batuk Atau Sukar Bernapas
Tabel 3. Klasifikasi Batuk Atau Sukar Bernapas
Gejala Klasifikasi Tindakan
 ada tanda bahaya umum atau
 tarikan dinding dada ke dalam atau
 stridor PNEUMONIA BERAT ATAU PENYAKIT SANGAT BERAT  beri dosis pertama antibiotic yang sesuai
 rujuk segera
 napas cepat PNEUMONIA  beri antibiotic yang sesuai selama 5 hari
 beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
 nasihati ibu kapan harus kembali segera
 kunjungan ulang setelah 2 hari
Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat BATUK BUKAN PNEUMONIA  jika batuk lebih dari 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut
 beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
 nasihati ibu kapan harus kembali segera
 kunjungan setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
c. Apakah anak diare ?
Jika ya, tanyakan :
- Sudah berapa lama ?
- Adakah darah dalam tinjau (beraknya berdarah) ?
Lihat dan raba :
- Lihat keadaan umum anak :
Apakah anak : letargis atau tidak sadar
gelisah atau rewel ? mudah marah ?
- Lihat apakah matanya cekung ?
- Beri anak minum : apakah anak : tidak bisa minum atau malas minum ?
haus, minum dengan lahap ?
- Cubit kulit perut untuk mengetahui turgor apakah kembalinya ?
Sangat lambat (lebih dari 2 detik) ?
Lambat ?

Klasifikasi Diare Untuk Dehidrasi
Tabel 4 . Klasifikasi Diare Untuk Dehidrasi
Gejala Klasifikasi Tindakan
Terdapat dua/lebih dari tanda-tanda berikut ini :
 letargis atau tidak sadar
 mata cekung
 tidak bisa minum atau malas minum
 cubitan kulit perut kembali sangat lambat DIARE :
DEHIDRASI BERAT  jika tidak ada klasifikasi berat lainnya : beri cairan untuk dehidrasi berat (rencana terapi c)
 jika anak mempunyai klasifikasi berat lainnya:
- rujuk segera dan selama perjalanan ibu di minta terus memberi larutan oralit sedikit demi sedikit
- anjurkan ibu agar tetap memberi asi
 jika ada kolera di daerah tersebut, beri obat antibiotika untuk kolera
Terdapat dua dua/lebih dari tanda-tanda berikut ini :
 gelisah, rewel/mudah marah
 mata cekung
 haus, minum dengan lahap
 cubitan kulit perut kembalinya lambat DIARE :
DEHIDRASI RINGAN/SEDANG  beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi A
 nasihati ibu tentang kapan harus kembali segera
 kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan
 tidak cukup tanda-tanda untuk di klasifikasikan dehidrasi berat atau ringan atau sedang DIARE :
TANPA DEHIDRASI  jika batuk lebih dari 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut
 beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
 nasihati ibu kapan harus kembali segera
 kunjungan setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004




Tabel 5. Jika diare 14 hari atau lebih
Gejala Klasifikasi Tindakan
 Ada dehidrasi
DIARE :
PERSISTEN BERAT  atasi dehidrasi sebelum dirujuk, kecuali bila anak juga mempunyai klasifikasi berat lain.
 rujuk
 Tanpa dehidrasi

DIARE :
PERSISTEN  nasihati ibu tentang cara pemberian makan pada anak dengan diare persisten.
 kunjungan ulang setelah 5 hari
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

Tabel 6. Jika ada darah dalam tinja

Gejala Klasifikasi Tindakan
 Darah dalam tinja (beraknya bercampur darah)
Disentri  beri antibiotik yang sesuai untuk shigela selama 5 hari
 kunjungan ulang setelah 2 hari
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

d. Apakah anak demam ?
(Pada anmnesis atau teraba panas atau suhu 37,50c atau lebih)
Jika ya :
Tentukan daerah resiko malaria : resiko tinggi, resiko rendah atau tanpa resiko malaria.
Jika daerah resiko rendah tanpa resiko malaria, tanyakan :
 Apakah anak dibawa berkunjung keluar daerah ini dalam 2 minggu terakhir ?
Jika, ya apakah dari daerah resiko tinggi atau resiko rendah malaria ?
Kemudian tanyakan :
 Sudah berapa lama anak demam ?
 Jika lebih dari 7 hari, apakah demam terjadi setiap hari ?
 Apakah pernah mendapat klorokuin dalam 2 minggu terakhir ?
 Apakah anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir ?
Lihat dan raba :
 Llihat dan raba adanya kaku kuduk
 Lihat adanya pilek
Lihat adanya tanda-tanda campak :
 Ruam kemerahan dikulit yang menyeluruh dan
 Terdapat salah satu gejala berikut : batuk, pilek, atau mata merah
Jika anak menderita campak saat ini atau 3 bulan terakhir :
 Lihat adanya luka di mulut. apakah lukanya dalam atau luas?
 Lihat apakah matanya bernanah
 Lihat adakah kekeruhan pada kornea mata
Jika anak sakit campak saat ini atau dalam 3 bulan terakhir, klasifikasikan campak
Klasifikasikan demam untuk demam berdarah dangue (hanya jika demam kurang dari 7 hari)
Tanyakan :
 Apakah anak menglami perarahan dari hidung atau gusi yang berat?
 Apakah anak muntah? jika ya :
- Apakah sering ?
- Apakah muntah dengan darah atau seperti kopi ?
 Apakah berak berwarna hitam ?
 Apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah ?
Lihat dan raba :
Periksa tanda-tadna syok :
 Ujung ekstermitas teras dingin dan nadi sangat lemah atau tidak teraba
Lihat adanya :
 Perdarahan dari hidung atau gusi yang berat
 Bintik perdarahan dikulit (potikie) jika ya dan tidak ada tanda lain dari DBD, lakukan uji torniket, jika mungkin.

Klasifikasi demam
Tabel 7. Daerah resiko tinggi malaria
Gejala Klasifikasi Tindakan
 Ada tanda bahaya umum atau
 Kaku duduk
PENYAKIT BERAT DENGAN DEMAM  Beri dosis pertama kinin untuk malaria berat
 Beri dosis pertama antibiotic yang sesuai
 Cegah agar gula darah tidak turun
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik, jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Rujuk segera
 Demam(pada anamnesis atau pada perabaan atau suhu 37,50C atau lebih) MALARIA  Beri obat antimalaria oral
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik, jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Jika anak pernah mendapat klorokuin 2 minggu terakhir, perlakukn sebagai kunjungan ulang.
 Ambil sediaan darah
 Nasihati ibu tentang kapan harus kembali
 Kunjungan ulang setelah 2 hari jika tetap demam.
 Jika demam terjadi setiap hari selama lebih dari 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

Tabel 8. Daerah resiko rendah malaria

Gejala Klasifikasi Tindakan
 Ada tanda bahaya umum atau
 Kaku duduk
PENYAKIT BERAT DENGAN DEMAM  Beri dosis pertama kinin untuk malaria berat
 Beri dosis pertama antibiotic yang sesuai
 Cegah agar gula darah tidak turun
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik, jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Rujuk segera
 Tidak ada pilek dan tidak ada campak dan tidak ada penyebab lain dari demam MALARIA  Beri obat antimalaria oral
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik, jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Ambil sediaan darah
 Nasihati ibu tentang kapan harus kembali
 Kunjungan ulang setelah 2 hari jika tetap demam.
 Jika demam terjadi setiap hari selama lebih dari 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
 Ada pilek atau
 Ada campak
 Ada penyebab laindari demam DEMAM MUNGKIN BUKAN MALARIA  Beri dosis pertama parasetamol di klinik, jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Obati penyebab lain dari demam
 Nasehati ibu tentang kapan harus kembali segera
 Kunjungan ulang setelah 2 hari jika tetap demam
 Jika demam terjadi setiap hari selama lebih dari 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

Tabel 9. Daerah tanpa resiko malaria dan tidak ada kunjungan ke daerah resiko malaria
Gejala Klasifikasi Tindakan
 Ada tanda bahaya umum atau
 Kaku duduk
PENYAKIT BERAT DENGAN DEMAM  Beri dosis pertama antibiotic yang sesuai
 Cegah agar gula darah tidak turun
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik, jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Rujuk segera
 Tidak ada tanda bahaya umum dan tidak ada kaku duduk DEMAM BUKAN MALARIA  Beri dosis pertama parasetamol di klinik, jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Obati penyebab lain dari demam
 Nasehati ibu tentang kapan harus kembali segera
 Kunjungan ulang setelah 2 hari jika tetap demam
 Jika demam terjadi setiap hari selama lebih dari 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
Tabel 10. Klasifikasi campak
Gejala Klasifikasi Tindakan
 Ada tanda bahaya umum atau
 Kekeruhan pada kornea mata atau
 Luka di mulut yang dalam
CAMPAK DENGAN KOMPLIKASI BERAT  Beri vitamin A
 Beri dosis pertama antibiotic yang seuai
 Jika ada kekeruhan pada kornea atau mata bernanah, bubuhi salep mata tetrasiklin. kloranfenikol
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik jika demam tinggi (38,50C)
 Rujuk segera
 Mata bernanah
 Luka di mulut CAMPAK DENGAN KOMPLIKASI PADA MATA ATAU MULUT  Beri vitamin A
 Jika mata bernanah, bubuhi salep mata tetrasiklin. kloranfenikol
 Jika ada luka di mulut, ajari ibu untuk mengobati dengan gantian violet
 Kunjungan setelah 2 hari
 Rujuk segera
 Tidak ada tanda-tanda di atas CAMPAK  Beri vitamin A
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

Tabel 11. Klasifikasi demam berdarah dangue
Gejala Klasifikasi Tindakan
 Ada tanda-tanda syok : ekstremitas teraba dingin dan nadi lemah atau tak teraba atau
 Muntah bercampur darah atau
 Berak berwarna hitam atau
 Perdarahan dari hidung atau gusi yang berat atau
 Bintik perdarahan di kulit dan uji torniket positif atau
 Sering muntah, tanpa diare
DEMAM BERDARAH DANGUE  Jika ada syok, segera beri cairan intravena sesuai petunjuk pemberian cairan. para rujukan untuk DBD
 Jika tidak ada syok, beri tambahan cairan atau oralit sebanyak mungkin dalam perjalanan ke rumah sakit
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 rujuk segera
 Nyeri ulu hai atau gelisah atau
 Bintik perdarahan di kulit dan uji tornikel negatif MUNGKIN DBD  Beri dosis pertama di klinik jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Nasehati ibu untuk memberi anak lebih bnayk minum atau oralit
 Nasehati ibu kapan harus kembali segera
 Kunjungan ulang setelah 2 hari jika tetap demam
 Tidak ada satupun gejala di atas DEMAM MUNGKIN BUKAN DBD  Obati penyebab lain dari demam
 Beri dosis pertama Parasetamol di klinik jika demam tinggi (38,50C atau lebih)
 Nasehati ibu kapan harus kembali segera
 Kunjungan ulang setelah 2 hari jika tetap demam
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
e. Apakah anak mempunyai masalah telinga ?
Jika ya, tanyakan :
 Apakah telinganya sakit
 Adakah cairan/nanah keluar dari telinga ? Jika ya, berapa lama ?
Lihat dan raba :
 Lihat, adakah cairan/nanah keluar dari telinga ?
 Raba, adakah pembengkakan yang nyeri di belakang telinga ?

Tabel 12. Klasifikasi masalah telinga
Gejala Klasifikasi Tindakan
 Pembengkakan yang nyeri di belakang telinga
MASTOIDITIS  Beri dosis pertama antibiotic yang sesuai
 Beri dosis pertama parasetamol di klinik untuk mengatasi nyeri
 Rujuk segera
 Tampak cairan/nanah keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari atau
 Nyeri telinga INFEKSI TELINGA AKUT  Beri antibiotic selama 5 hari
 Beri parasetamol untuk nyeri
 Keringkan telinga dengan kain/kertas penyerap
 Kunjungan ulang setelah 5 hari
 Tampak cairan/nanah keluar dari telinga dan telah terjadi selama dari 14 hari atau lebih INFEKSI TELINGA KRONIS  Keringkan telinga dengan kain/kertas penyerap
 Kunjungan ulang setelah 5 hari
 Tidak ada sakit telinga dan tidak ada nanah keluar dari telinga TIDAK ADA INFEKSI TELINGA Tidak perlu tindakan tambahan
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004






f. Memeriksa status gizi dan anemia
Lihat dan raba :
 Lihat apakah anak tampak sangat kurus ?
 Lihat tanda kepucatan pada telapak tangan, apakah :
- Sangat pucat ?
- Agak pucat
 Lihat dan raba adanya pembengkakan dikedua kaki
 Bandingkan berat badan menurut umur

Tabel 13. Klasifikasi status gizi
Gejala Klasifikasi Tindakan
 Badan tampak sangat kurus atau
 Bengkak pada kedua kaki atau
 Telapak tangan sangat pucat
GIZI BURUK DAN/ATAU ANEMIA BERAT  Beri vitamin A apabila anak tampak sangat kurus/atau bengkak pada kedua kaki
 Rujuk segera
 Telapak tanganagak pucat atau
 Berat badan menurut umur sangat rendah(bawah garis merah (BGM) BGM DAN/ATAU ANEMIA  Lakukan penilaian tentang cara pemberian makan pada anak dan nasehati ibu sesuai “Bagan Pemberian Makan Anak” pada bagan “Konseling bagi Ibu”.
Bila ada masalah pemberian makan, kunjungan ulang setelah 5 hari
 Jika anemia :
- Beri zat besi
- Jika daerah dengan resiko tinggi malaria beri anti malaria oral
- Beri pirantel pamoat (hanya jika anak berusia 4 bulan atau lebih dan belumpernah diberi selama 6 bulan terakhir, serta hasil pemeriksaan tinja positif)
- Kunjungan ulang setlah 4 minggu.
 Nasehati ibu kapan harus kembali segera
 Jika BGM, kunjungan ulang setelah 4 minggu
 Berat badan menurut umur tidak BGM dan tidak ditemukan ttanda-tanda lain dan malnutrisi dan anemia TIDAK BGM DAN TIDAK MALARIA  Jika anak berumur kurang dari 2 tahun lakukan penilaian tentang cara pemberian makan anak dan nasehati ibu sesuai “BAGAN PEMBERIAN MAKAN ANAK” pada bagan Konseling bagi Ibu”
 Jika ada masalah pemberian makan, kunjungan ulang setelah 5 hari
 Nasehati ibu kapan harus kembali segera
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

g. Memeriksa Status Imunisasi Anak

Umur Jenis Imunisasi
Jadwal Iminusasi : 0-7 hari
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan Hep B-1
BCG
Hep B-2
Hep B-3

Campak

Polio-1
Polio-2
Polio-3
Polio-4

DPT-1
DPT-2
DPT-3

h. Memeriksa Pemberian Vitamin A
Dosis pertama 100.000 IU pada umur 6 bulan sampai 1 tahun
Dosis berikutnya 200.000 IU setiap 6 bulan (sampai umur 5 tahun)


9. Pengobatan
Melakukan langkah-langkah dalam tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam bagan klasifikasi.
a. Beri Antibiotik oral yang sesuai
Untuk semua klasifikasi yang membutuhkan antibiotic yang sesuai :
Antibiotik pilihan pertama : Kotrimoksazol (Trimetroprim + Salfametoksazol)
Antibiotik pilihan kedua : Amoksilin
Tabel 14. Dosis antibiotik
Umur atau
Berat badan KOTRIMOKSAZOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 kali sehari selama 5 hari) AMOKSILIN
Beri 3 kali sehari untuk 5 hari
Tablet dewasa 80 mg Trimetoprim + 400 mg Sulfametoksazol Tablet anak
20 mg Trimetoprim + 100 mg Sulfametoksazol Sirup/per 5 ml
40 mg Trimetoprim + 200 mg Sulfametoksazol Sirup
125 mg
Per 5 ml
2 sampai 4 bulan
(4 - <6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 kg) ½ 2 5 ml 5 ml
12 sampai 5 tahun
(10 - <19 kg) ¾ atau 1 3 7,5 ml 10 ml
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

Untuk disentri : Beri antibiotic yang dianjurkan untuk Shigela selama 5 hari
Antibiotik pilihan pertama : Kotrimoksazol (Trimetroprim + Salfametoksazol)
Antibiotik pilihan kedua : Asam Nolidiksat
Tabel 15. Dosis antibiotik untuk disentri
Umur atau
Berat badan KOTRIMOKSAZOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 kali sehari selama 5 hari) ASAM NALIDIKSAT
Tablet 500 mg
Berikan 4 kali sehari selama 5 hari
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg) 1/8
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 kg) ¼
12 sampai 5 tahun
(10 - <19 kg) ½
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
Untuk kolera : beri antibiotic yang dianjurkan untuk kolera selam 3 hari
Antibiotik pilihan pertama : Kotrimoksazol (Trimetroprim + Salfametoksazol)
Antibiotik pilihan kedua : Tetrasiklin
Tabel 15. Dosis antibiotik untuk kolera
Umur atau
Berat badan KOTRIMOKSAZOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 kali sehari selama 3 hari) TETRASIKLIN
Tablet 500 mg
Berikan 4 kali sehari selama 3 hari
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg) Lihat dosis di atas Jangan diberi
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 kg) ½
12 sampai 5 tahun
(10 - <19 kg) 1
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

b. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
Ikuti pentunjuk di bawah ini untuk setiap obat oral yang harus diberikan di rumah. Ikuti juga petunjuk yang tercantum dalam tiap tablet dosis obat
- Tentukan obat-obatan dosis yang sesuai dengan umur dan berat badan anak
- Jelaskan kepada ibu alasan pemberian obat tersebut
- Peragakan cara, mengukur/membuat satu dosis
- Perhatikan cara ibu menyiapkan sendiri 1 dosis
- Mintalah ibu memberikan dosis pertama pada anak
- Terangkan dengan jelas cara memberikan obat, beri label dan bungkus obat
- Jelaskan bahwa semua obat-obatan tablet /sirup harus diberikan sesuai waktu yang dianjurkan, walaupun anak menunjukkan perbaikan
- Cek pemahaman ibu sebelum meninggalkan klinik
Beri obat anti malaria oral (berikan sesudah makan)
 Anti malaria pilihan pertama : klorokuin ditambah Primakuin (anak < 1 tahun : hanya kloro kuin).
 Anti malaria pilihan kedua untuk anak umur  tahun : sulfadoksin pirimitamin di tambah primakuin
 Anti malaria malaria pilihan kedua untuk anak umur < 1 tahun : tablet kina

Untuk klorokuin :
 Jelaskan kepada ibu agar mengamati anak selama 30 menit sesudah pemberian klorokuin. Jika dalam waktu 30 menit anak muntah, ulangi pemberian klorokuin dan ibu minta kembali ke klinik untuk mendapatkan tablet tambahan
 Jelaskan mungkin akan timbul gatal-gatal setelah pemberian obat, akan tetapi ini tidak berbahaya.
Tabel 16. Dosis obat anti malaria
KLOROKUIN
Beri selama 3 hari
Umur atau
berat badan Tablet
(150 mg basa) Tablet
(15 mg basa) Tablet
(500 mg sulfadoksin)
25 mg pirimetafin) Tablet
(200 mg)
Hari-1 Hari-1 Hari-1 Dosis tunggal di klinik Dosis tunggal di klinik 3 x sehari selama 7 hari
2 sampai 12 bulan
(4 - < 10 kg) ½ ½ ¼ Jangan diberi Jangan diberi 10 mg per kg BB setiap kali pemberian selama 7 hari
12 bulan sampai 5 tahun
(10 - < 19 kg) 1 1 ½ ¾ ¾ ½
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
Beri parasetamol untuk demam tinggi ( 38,50c) atau sakit telinga
Diberi setiap 6 jam sampai demam atau nyeri telinga hilang

Tabel 17 . Dosis pemberian parasetamol
PARASETAMOL
Umur atau berat badan Tablet (500mg) Tablet (100mg) Sirup (120mg/5ml)
2 sampai 6 bulan
(4-< 7 kg ) 1/8 1/2 2,5ml (1/2 sendok teh)
6 bulan sampai 3 tahun
(7 - <14kg) ¼ 1 5ml (1sendok teh)
3sampai 5 tahun
(14 - < 19 kg) 1/2 2 7,5 ml (1 ½ sendok teh)
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

Beri vitamin A untuk pengobatan
Beri 1 dosis di klinik

Tabel 18. Dosis pemberian kapsul vitamin A
Umur Kapsul vitamin A
200.000 IU Kapsul vitamin A
6 – 11 Bulan ½ kapsul 1 kapsul
12 Bulan sampai 5 tahun 1 kapsul 2 kapsul
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
Beri zat besi untuk pengobatan
Beri tiap hari selama 4 minggu untuk anak umur 6 bulan sampai 5 tahun

Tabel 19. Dosis pemberian tablet zat besi
Umur atau berat badan Tablet besi/Folat Sulfat ferosus 200 mg + 250 mg Folat
Berikan 3 kali sehari Sirup Besi Sulfat ferosus 150 mg (30 mg elemental iron per 5 ml) berian 3 kali sehari

6 – 11 Bulan ¼ tablet 2,5 ml ( ½ sendok teh)
12 Bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml ( 1 sendok teh)
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

Beri Pirantel Pamoat
Jika anak dengan anemia berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah mendapat obat ini dalam 6 bulan terakhir dan hasil pemeriksaan tinjanya positif, beri pirantel pamoat di klinik sebagai dosis tunggal.
Tabel 20. Dosis pemberian Pirantel pamoat
Umur atau berat badan Piranter pamoat(125mg/tablet)
dosis tunggal
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1tahun (8-<10kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14kg) 1 tablet
3 tahun sampai 5 tahun (14-<19kg) 1 ½ tablet
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004

c. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
 Jelaskan kepada ibu tentang pengobatan yang diberikan dan alasannya
 Uraikan langkah-langkah pengobatan sebagaimana tercantum pada penjelasan berikut yang sesuai
 Amati cara ibu melakukan pengobatan ini di klinik (kecuali untuk batuk dan sakit tenggorokan)
 Jelaskan beberapa kali dia harus mengerjakannya di rumah
 Jika dibutuhkan untuk pengobatan di umah, beri ibu salep tetrasiklin/kloramfenikol atau botol kecil berisi gentian violet
 Cek pemahaman ibu sebelum meninggalkan klinik





 Mengobati infeksi mata dengan salep mata tetrasiklin
Bersihkan kedua mata 3 kali sehari
- Cuci tangan
- Mintalah anak untuk memejamkan mata
- Gunakan kain bersih dan air untuk membersihkan nanah dengan hati-hati
Kemudian oleskan salep mata tetrasiklin pada kedua mata 3 kali sehari
- Mintalah anak untuk melihat keatas
- Oleskan sejumlah kecil salep pada bagian dalam dari kelopak mata bawah
- Cuci tangan kembali
Obati sampai kemerahan hilang.
jangan menggunakan obat salep mata atau tetes mata yang lain atau memberi sesuatu apapun dimata.

 Mengeringkan telinga dengan kain/kertas penyerap
Keringkan telinga sekurang-kurangnya 3 kali sehari
- Gulung selembar kain penyerap bersih dan lunak atau kertas tissue yang kuat menjadi sebuah sumbu
- Masukan sumbu tersebut ke dalam telinga anak
- Keluarkan sumbu jika sudah basah
- Ganti sumbu dengan yang baru dan ulangi langkah-langkah diatas sampai kering


 Meredakan batuk dan melegakan tenggorokan dengan bahan yang aman
Bahan yang aman dianjurkan :
- ASI ekslusif untuk bayi sampai umur 4 bulan
- Kecap manis atau madu di campur di campur dengan air jeruk nipis
Obat yang tidak di anjurkan :
- semua jenis obat batuk yang di jual bebas yang mengandung codein
- obat-obatan dekongestan oral dan nasal

d. Pemberian pengobatan hanya di klinik
- Beri antibiotik intramuscular
Untuk anak yang harus segera di rujuk tetapi tidak dapat menelan obat oral
- Beri dosis pertama kloramfenikol intramuscular dan rujuk segera
Jika rujukan tidak memungkinkan :
- ulangi suntikan kloramfenikol setiap 12 jam selama 5 hari
- kemudian ganti dengan antibiotic yang sesuai, untuk Melengkapi 10 hari pengobatan
Tabel 21. Dosis antibiotik Kloramfenikol intramuskular
Umur atau berat badan KLORAMFENIKOL
Dosis : 40 mg per kg
Tambahkan 5,0 ml Aquadest sehingga menjadi 1000 mg = 5,6 ml atau180 mg/dl
2 sampai 4 bulan (4-<6kg) 1,0 ml = 180 mg
4 sampai 9 bulan (6-<8kg) 1,5 ml = 270 mg
9 sampai 12 bulan (8-<10kg) 2 ml = 360 mg
12 bulan sampai 3 tahun (10-<14kg) 2,5 ml = 450 mg
3 sampai 5 tahun (14-19kg) 3,5 ml = 630 mg
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
 Suntikan kinin untuk malaria berat
Untuk anak yang harus dirujuk karena penyakit berat dengan demam :
- Periksa formula kinin yang tersedia apakah kinin antipirin atau kinin HCL
- Beri dosis pertama suntikan kinin antipirin atau kinin HCL segera intramuscular dan dalam (masing-masing ½ dosis di paha kanan dan kiri
- Khusus suntikan kinin HCL 25% harus diencerkan dulu dengan larutan NaCl 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-1—mg/ml
- Di daerah resiko rendah malaria jangan beri kinin pada anak umur < 4 bulan, tetapi langsung dirujuk.

Tabel 22. Dosis pemberian Kina intramuskular
Umur atau berat badan KINA INTRAMUSKULAR
50 mg/ml (dalam ampul 2 ml)
2 sampai 4 bulan (4-<6kg) 0,2 ml
4 sampai 9 bulan (6-<8kg) 0,3 ml
9 sampai 12 bulan (8-<10kg) 0,4 ml
12 bulan sampai 3 tahun (10-<14kg) 0,5 ml
3 sampai 5 tahun (14-19kg) 0,6 ml
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
Jika rujukan tidak memungkinkan dan tidak ada dokter :
Beri dosis pertama kinin antipirin atau kinin HCL secara intramuscular dalam di paha
anak harus berbaring selama 1 jam
ulangi suntikan kinin setiap 8 jam sampai anak mampu menelan tablet kina
jangan lanjutkan suntikan kinin sampai lebih dari I minggu

pemberian suntikan kinin dilanjutkan dengan tablet kina sehingga (suntikan + tablet ) total 7 hari
jika digunakan kinin HCL, larutkan dulu sesuai penjelasan diatas
jika sudah memungkinkan, anak tetap harus di rujuk

Jika rujukan tidak memungkinkan dan ada dokter di puskesmas :
- Beri suntikan kinin HCL dalam drip sesuai program P2 malaria.

Mencegah agar gula darah tidak turun
 Jika anak masih bisa menetek :
 mintalah kepada ibu untuk memeteki anaknya
 Jika anak tidak bisa menetek tapi masih bisa menelan
 Beri perasaan ASI atau beri susu pengganti
 Jika keduanya tidak memungkinkan, beri air gula
 beri 30 – 50 ml susu atau air gula sebelum dirujuk

Cara membuat air gula : larutkan 4 sendok teh gula (20 garam) kedalam gelas yang berisi 200 ml air matang.
Jika anak tidak bisa menelan :
Beri 50 ml susu atau air gula melalui pipa nasogastrik, jika tidak tersedia pipa nasogastrik rujuk segera.




d. Pemberian Cairan Tambahan Untuk Diare Dan Melanjutkan Pemberian Makanan
Rencana terapi A : Penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu :
1. Beri Cairan Tambahan
- Jelaskan kepada ibu :
 Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan tambahan yang utama
 beri ASI lebih sering dan lebih lama setiap kali pemberian
 jika anak memperoleh ASI ekslusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan
 jika anak tidak memperoleh ASI ekslusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur/air tajin) atau air matang
- Anak harus diberi oralit di rumah jika :
 anak telah di obati dengan rencana terapi B atau C dalam kunjungan ini
 anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah
- Ajari ibu cara mencampur dan memberi oralit
Beri 6 bungkus oralit (200 ml) untuk di gunakan di rumah
- Tunjukan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari :

- sampai umur 1 tahun  50 sampai 100 ml setiap kali berak
- umur 1 sampai 5 tahun  100 sampai 200 ml setiap kali berak
Katakan kepada ibu :
 Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/gelas
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat
 Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti
2. Lanjutkan Pemberian Makan/ASI
3. Kapan Harus Kembali

Rencana terapi B : Penanganan dehidrasi sedang/ringan dengan oralit.
Berikan oralit di klinik sesuai yang di anjurkan selama periode 3 jam

 Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama
Umur : sampai 4 bulan, berat badan < 6 kg 200 – 400 ml
Umur/berat badan = 4 sampai 12 bulan/6 - < 10 kg 400 - 700
Umur/berat badan = 12 sampai 24 bulan/10 - < 12 kg 700 - 900
Umur/berat badan = 2 sampai 5 tahun/12 – 19 kg 900 – 1400 ml
- jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan
- untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan juga 100 – 200 ml air matang selama periode ini


 Tunjukan kepada ibu cara memberikan larutan oralit
- Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan lagi lebih lambat
- Lanjutkan ASI selama anak mau
Setelah 3 jam :
- Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
- Mulailah memberi makan anak berumur 6 bulan lanjutkan pemberian ASI

 Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
- Tunjukan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
- Tunjukan beberapa banyak oralit yang harus diberikan diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan
- Beri bungkus oralit yang cukup untuk dehidrasi juga beri 6 bungkus sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A
- Jelaskan 3 aturan perawatan dirumah
1. Beri cairan tambahan lihat rencana terapi A :
2. Lanjutkan pemberian makan mengenai jumlah cairan dan lihat bagan
3. Kapan harus kembali konseling bagi ibu






Rencana terapi C : Penanganan dehidrasi berat dengan cepat
 Jika di klinik dapat segera memberikan cairan intravena
Beri cairan intravena secepatnya, jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut sementara infuse di persiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer laktat (jika tak tersedia gunakan cairan NACL) yang dibagi sebagai berikut :
- Dibawah umur 12 bulan : pemberian pertama 30 ml/kg selama 1 jam
pemberian berikut 70 ml/kg selama 5 jam
- 12 bulan sampai 5 tahun : pemberian pertama 30 ml/kg selama 30 menit
pemberian berikut 70 ml/kg selama 2 1/2jam

Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
- Periksa kembali anak setiap 1 – 2jam, jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat
- Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum : biasanya sesudah 3-4 jam (bayi)/1-2 jam (anak)
- Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam klasifikasikan dehidrasi, kemudian pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan

 Jika di klinik tidak bisa memberikan cairan intravena
- Rujuk segera untuk pengobatan intravena
- Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukan cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan
 Jika tidak ada fasilitas pengobatan intravena yang terdekat, dan petugas kesehatan di klinik terlatih menggunakan pipa nasogastrik
- Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasoggastrik atau mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
- Periksa kembali anak setiap 1-2 jam :
Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.
Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.
- Sesudah 6 jam, periksa kembali anak klasifikasikan dehidrasi kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

 Pemberian Cairan Pra Rujukan Untuk Demam Berdarah Dengue
- Jika ada tanda syok, atasi syok dengan segera, segera beri cairan intravena Ringer laktat atau NaCl : 20 ml/kg/dalam 30 menit.

Periksa kembali anak setelah 30 menit :
- Jika nadi teraba, beri cairan intravena dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam dan rujuk segera ke rumah sakit.
- Jika nadi tidak teraba, beri cairan intravena dengan tetesan 20 ml/kg BB/jam dan rujuk segera ke rumah sakit.


- Jika tidak ada tanda syok :
bila anak masih bisa minum, beri minuman apa saja (air putih, teh, manis, sirup, jus buah, susu atau oralit) sebanyak mungkin dalam perjalanan ke tempat rujukan.
Catatan :
Jangan beri minuman yang berwarna merah atau coklat, karena sulit di bedakan jika ada perdarahan lambung.

 Pemberian Imunisasi Balita Sakit sesuai Kebutuhan
 Pemberian Suplemen Vitamin A sesuai Kebutuhan

10. Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut
a. Pneumonia
Sesudah 2 hari :
- Periksa adanya tanda bahaya umum
- Lakukan penilaian untuk batuk/sukar bernapas
Tanyakan :
- Apakah anak bernapas lebih lambat ?
- Apakah nafsu makan anak membaik ?
Tindakan :
- Jika tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada kedalam beri 1 dosis antibiotik pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol selanjutnya rujuk segera
- Jika frekuensi nafas, atau nafsu makan anak tidak menunjukan perbaikan, gantilah dengan antibiotik pilihan kedua dan anjurkan ibu untuk kembali dalam 2 hari (atau rujuk), jika tidak ada obat pilihan kedua atau jika anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir
- Jika nafas melambat, atau nafsu makannya membaik, lanjutkan pemberia antibiotik hingga seluruhnya 5 hari.

b. Diare Persisten
Sesudah 5 hari : Tanyakan apakah diare sudah berhenti ?
Tindakan :
- Jika diare belum berhenti, lakukan penilaian ulang lengkap pada anak
Berikan pengobatan yang diperlukan, selanjutnya rujuk.
- Jika diare sudah berhenti, katakana pada ibu untuk menerapkan anjuran pemberian makan yang sesuai dengan umur anak.

c. Disentri
Sesudah 2 hari : Periksa diare lihat bagan penilaian dan klasifikasi.
Tanyakan :
- Apakah beraknya berkurang ?
- Apakah jumlah darah dalam tinja berkurang ?
- Apakah nafsu makan anak membaik ?
Tindakan :
- Jika anak mengalami dehidrasi, atau dehidrasi
- Jika frekuensi berak, jumlah darah dalam tinja atau nafsu makan tetap atau memburuk : gantilah dengan antibiotic oral pilihan kedua untuk shigela. Berikan untuk 5 hari .
Anjurkan ibu untuk kembali dalam 2 hari
Pengecualian jika anak :
- Berumur kurang dari 12 bulan atau
- Mengalami dehidrasi pada kunjungan pertama atau Rujuk
- Menderita campak dalam 3 bulan terakhir
Jika beraknya berkurang, jumlah darah dalam tinja berkurang dan nafsu makan membai, lanjutkan pemberian antibiotic yang sama hingga selesai.

e. Malaria (Daerah Resiko Tinggi Dan Rendah Malaria)
Jika anak tetap demam sesudah 2 hari, atau demam lagi dalam 14 hari. Anak yang datang untuk kunjungan pertama, tetapi sudah mendapat klorokuin dalam 2 minggu terakhir, dianggap sebagai kunjungan ulang. Lakukan penilaian untuk gejala utama  lihat bagan penilaian dan klasifikasi
Cari penyebab lain dari demam .
Tindakan :
- Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk. Perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam.
- Jika ada penyebab lain dari demam selain malaria, beri pengobatan
- Jika tidak ada sediaan darah, beri tablet kina
- Jika malaria merupakan satu-satunya penyebab demam :
- Periksa hasil sediaan darah yang sudah diambil sebelumnya
Jika positif untuk falciparum atau ada infeksi campuran (mixed) beri obat anti malaria oral pilihan kedua. Jika tetap demam rujuk untuk pemerikasaan lebih lanjut.
Jika positif untuk vivak, beri tablet kina selama 7 hari ditambah primakulin ¼ tablet perhari selama 5 hari.
Jika hasil sediaan darah negatif, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
- Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut

f. Demam : Mungkin bukan malaria (daerah resiko rendah malaria)
Jika tetap demam sesudah 2 hari :
Lakukan penilaian untuk gejala utama  lihat bagan penilaian dan klasifikasi. Cari penyebab lain dari demam.
Tindakan :
- Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam
- Jika ada penyebab lain dari demam selain malaria, beri pengobatan
- Jika malaria merupakan satu-satunya penyebab demam :
 Ambil sediaan darah
 Beri obat anti malaria oral pilihan tanpa menunggu hasil sedian darah
 Nasihati ibu untuk kembali dalam 2 hari jika tetap demam
 Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.

g. Demam : Bukan malaria (daerah resiko tanpa malaria dan tidak ada kunjungan ke daerah dengan resiko malaria)
Jika demam sesudah 2 hari :
Lakukan penilaian untuk gejala utama  lihat bagan penilaian dan klasifikasi. Cari penyebab lain dari demam.
Tindakan :
- Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam.
- Jika ada penyebab lain dari demam, beri pengobatan
- Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
- Jika tidak diketahui penyebab demam, anjurkan ibu untuk kembali lagi dalam 2 hari jika tetap demam pastikan anak mendapat tambahan cairan dan mau makan.

h. Mungkin demam berdarah dengue dan



i. Demam : Mungkin bukan demam berdarah dengue jika tetap dedam sesudah 2 hari.
Lakukan penilaian ulang secara lengkap  lihat bagan penilaian dan klasifikasi. Cari penyebab lain dari demam.
Tindakan :
- Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam.
- Jika ada penyebab lain dari demam selain DBD, berikan pengobatan.
- Jika ada tanda-tanda DBD, perlakukan sebagai DBD
- Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.

j. Infeksi Telinga
Sesudah 5 hari:
Lakukakan penilaian ulang masalah telinga  lihat bagan penilaian dan klasifikasi. Ukur suhu tubuh anak
Tindakan :
- Jika ada pembengkakan yang nyeri dibelakang telinga atau demam tinggi (38,50< atau lebih) rujuk segera
- infeksi telinga akut : jika masih ada nyeri atau keluar cairan/nanah, obati dengan atibiotik yang sama selama 5 hari lagi. Lanjutkan mengeringkan telinga. Kunjungan ulang setelah 5 hari.
- Infeksi telinga kronis : perhatikan apakah cara ibu mengeringkan telinga anaknya sudah benar, anjurkan ibu untuk melanjutkan.
- Jika tidak ada nyeri telinga atau keluar cairan/nanah, dan ibu belum menyelesaikan pemberian antibiotik selama 5 hari, anjurkan untuk melanjutkannya sampai habis.

k. Campak dengan Komplikasi Pada Mata Atau Mulut
Setelah 2 hari :
- Perhatikan apakah matanya merah atau bernanah
- Perhatikan apakah ada luka dimulut ciumlah bau mulutnya.
Pengobatan infeksi mata :
- Jika mata masih bernanah, ibu di minta menjelaskan cara mengobati infeksi mata anaknya. Jika belum benar ajari ibu cara mengobati dengan benar
- Jika mata tidak bernanah dan merah, hentikan pengobatan.
Pengobatan luka dimulut :
- Jika luka di mulut makin memburuk atau tercium bau busuk dari mulut, rujuk
- Jika luka di mulut tetap atau membaik, lanjutkan pengobatan 0,25% gentian violet hingga seluruhnya 5 hari.

l. Masalah Pemberian Makan
Sesudah 5 hari :
Lakukan penilaian ulang tentang cara pemberian makan  lihat pertanyaan pada bagan konseling bagi ibu. Tanyakan masalah pemberian makan yang ditemukan saat kunjungan pertama.
- Nasihati ibu tentang semua masalah dalam pemberian makan yang masih ada atau yang baru di jumpai
- Jika berat badan anak menurut umur sangat rendah (BGM), ibu diminta untuk kembali 4 minngu sesudah kunjungan pertama guna mengukur penambahan berat anak

m. Anemia
Sesudah 4 minggu :
- Beri zat besi untuk 4 minggu berikutnya. Nasihati ibu untuk kembali 4 minggu kemudian
- Jika anak masih agak pucat sesudah 8 minggu, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut
- Jika telapak tangan sudah tidak pucat sesudah 8 minggu, tak ada pengobatan tambahan.
- Berat badan menurut umur sangat rendah (BGM = bawah garis merah)
n. Berat Badan Menurut Umur Sangat Rendah (BGM = Bawah Garis Merah)
Sesudah 4 minggu :
Timbanglah anak dan tentukan apakah berta badanya masih sangat rendah. Lakukan penilaian ulang tentang cara pemberian makan  lihat pertanyaan pada bagan konseling bagi ibu.
Tindakan :
- Jika berat anak menurut umur sudah tidak BGM, pujilah ibu dan bangkitkan semangatnya untuk melanjutkan.
- Jika berat badan anak menurut umur masih BGM, nasihati ibu tentang setiap masalah pemberian makan yang dijumpai . Anjurkan ibu untuk kembali bersama anaknya setiap bulan sampai makanannya baik dan berat badanya meningkat secara teratur/sudah tidak BGM.
- Jika tidak ada perbaikan cara pemberian makan, atau berat badan anak terus menurun  Rujuk
- Jika masih di perlukan kunjungan ulang berdasarkan kunjungan pertama atau kunjungan saat ini, nasihati ibu tentang kunjungan berikutnya, juga nasihati ibu tentang kapan harus kembali segera.








11. Konseling Bagi Ibu
a. Makanan
Menilai cara pemberian makanan
Tanyakan :
Apakah ibu meneteki anak ini ?
- Berapa kali sehari ?
- Apakah ibu juga meneteki pada malam hari ?
Apakah anak mendapat makanan atau minuman lain ?
- Makanan atau minumam apa?
- Berapa kali sehari ?
- Alat apakah yang digunakan untuk memberi makan/minum anak ?
- Jika berat badan menurut umur sangat rendah /BGM :
Berapa banyak makan dan minum yang diberikan kepada anak ?
Apakah anak mendapat porsi sendiri ?
Siapa yang memberi makan anak dan bagaimana caranya ?
- Selama ia sakit ini, apakah pemberian makan anak diubah ?
Bila ya, bagaimana ?

b. Anjuran makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat
 Sampai umur 4 bulan :
- Beri ASI sesuai keinginan anak , paling sedikit 8 kali sehari
- Jangan diberi makan dan minuman lain selain ASI
(jika mungkin beri ASI eksklusif sempai anak umur 6 bulan)
 Umur 4 sampai 6 bulan :
- Beri ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari
- Beri makanan pendampingASI 2 kali sehari, tiap kali 2 sendok makan
- Pemberian makanan pendamping ASI dilakukan setelah pemberian ASI
- Makaan pendamping ASI adalah :
- bubur tim lumat ditambah kuning telur/ayam/tempe/tahu/daging sapi/wortel /bayam/dll.

 Umur 6 sampai 12 bulan
- Berikan ASI sesuai keinginan anak
- Berikan bubur nasi ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging sapi/wortel /bayam/dll.
- Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari. setiap kali makan diberikan sebagai berikut :
Umur 6 bulan : 6 sendok makan
Umur 7 bulan : 6 sendok makan
Umur 8 bulan : 6 sendok makan
Umur 9 bulan : 6 sendok makan
Umur 10 bulan : 6 sendok makan
Umur 11 bulan : 6 sendok makan
- Beri juga makanan selingan 2 kali sehari seperti : bubur kacsmh hijsu, pisang, biscuit, nagasari, dsb.


 Umur 12 sampai 24 bulan
- Berikan ASI sesuai keinginan anak
- Berikan nasi lembek ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/ daging sapi/wortel /bayam/dll.
- Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari.
- Beri juga makanan selingan 2 kali sehari seperti : bubur kacsmh hijsu, pisang, biscuit, nagasari, dsb.
 Umur 2 tahun atau lebih
- Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehariyg terdiri dari nasi, laukpauk, sayur dan buah.
- Beri juga makanan yang bergizi sebagai selingan 2 kali sehari seperti : bubur kacang hujau, biscuit , dsb.

Cucilah tangan sebelum menyiapkan makanan anak
Gunakan bahan makanan yang baik dan aman, peralatan masak yang bersih dan cara masak yang benar.

b. Anjurkan pemberian makan untuk anak dengan diare lebih dari 14 hari :
 Jika masih mendapatkan ASI berikan lebih sering dan lebih lama, pagi, siang dan malam
 Jika anak mendapatkan susu selain ASI:
- Gantikan dengan meningkatkan pemberian ASI atau
- Gantikan setengah bagian susu dengan bubur nasi ditambah temp
- Jangan diberi susu kental manis
 Untuk makanan lain, ikuti anjuran pemberian makan yang sesuai dengan umur anak

c. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan
Jika pemberian makan anak tidak mengikuti anjuran tersebut diatas, nesehati ibu sesuai dengan umur anak. Disamping itu :
 Jika ibu mengeluh ada kesulitan pemberian ASI, lakukan penilaian terhadap terhadap cara ibu meneteki
 Jika bayi berumur kurang dari 4 bulan dan mendapatkan makanan atau susu non-ASI :
- Bangkitkan rasa percaya diri ibu bahwa ia dapat memproduksi ASI sesuai dengan kebutuhan anaknya
- Anjurkan ibu untuk memberikan ASi lebih sering, lebih lama, pagi, siang maupun malam dan secara bertahap mengurangi pemberian susu atau makanan lain.

Jika pemberian susu non-ASI harus dianjurkan, nasehati ibu :
 Agar memberi ASI sesering mungkin, termasuk di malam hari
 Pastikan bahwa susu non-ASI tersebut mudah diperoleh, berikan hanya jika diperlukan.
 Pastikan bahwa susu non-ASI tersebut dipersiapkan secara benar, higienis dan dalam jumlah yang cukup
 Buatlah susu non-ASI hanya sejumlah yang dapat dihabiskan anak dalam waktu 1 jam, jika masih ada sisa, buang.

Jika ibu menggunakan botol untuk memberikan susu kepada anaknya :
 Anjurkan untuk menggantikan botol dengan cangkir/mangkuk/gelas
 Peragakan cara memberikan susu dengan cangkir/mangkuk/gelas

Jika anak tidak diberikan makan secara aktif, nasehati ibu untuk :
 Duduk disamping anak dan membujuk anak agar mau makan
 Memberi makanan dalam porsi yang cukup dengan piring atau mangkuk tersendiri
 Mengamati apak yang disukai anak dan mempertimbangkan hal ini pada waktu menyiapkan makanan anak.

Jika anak tidak diberi makanan yang baik selama sakit, nasehati ibu untuk :
 Memberi ASi lebih sering dan lebih lam, bila mungkin
 Memberi makanan yang lembek, bervariasi, menarik dan disukai anak, beri dalam porsi sedikit tapi sering
 Membersihkan hidungnya yang buntu/tersumbat, jika hal itu mempengaruhi makannya.
 Tetap mendorong anak untuk makan, karena nafsu makan menjadi lebih basik setelah keadananak membaik.
 Kunjungan ulang untuk masalah pemberian makan setelah 5 hari.
---
d. Menasehati ibu untuk meningkatkan pemberian cairan selama anak sakit :
 Untuk setiap anak sakit
- Berikan ASI lebih sering dan lebih lama setiap kali meneteki
- Tingkatkan pemberian cairan
 Untuk anak diare
- Pemberian cairan tambahan akan dapat menyelamatkan nyawa anak
- beri cairan sesuai rencana terapi A atau B pada bagan obat.

e. Menasehati ibu kapan harus kembali ke petugas kesehatan
Kunjungan ulang:
Menasehati ibu untuk datang kembali sesuai waktu yang paling awal untuk permasalahan anaknya
Tabel. 23 Jadwal Kunjungan Ulang
Anak dengan : Kunjungan ulang
Penumonia, Disentri, Malaria (jika masih demam), Demam-mungkin bukan malaria (jika masih demam)
Campak dengan komplikasi pda mata dan mulut,
Mungkin DBD (jika masih demam), Demam bungkin bukan DBD (jika masih demam) 2 hari
Diare persisten, Infeksi telinga kronis, masalah pemberian makan, Penyakit lain, jika tidak ada perdarahan. 5 hari
Anemia 4 minggu/1 bulan
Berat badan menurut umur sangat rendah (BGM) 4 minggu/1 bulan
Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2004
 Kunjungan berikutnya untuk anak sehat:
Nasehati ibu kapan harus kembali untuk imunisasi dan vitamin A berikutnya sesuai jadwal yang ditetapkan

 Kapan harus kembali segera:
Nasehati ibu agar kembali segera bila ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
setiap anak sakit : - tidak bisa minum atau menetek
- Bertambah parah
- Timbul demam
 Anak dengan batuk bukan pneumonia, juga kembali jika:
- Napas cepat
- Sukar bernafas

 Jika anak : mungkin DBD atau demam-mungkin bukan DBD, juga harus kembali jika:
- Ada tanda-tanda perdarahan
- Ujung ekstremitas dingin
- Nyeri ulu hati atau gelisah
- Sering muntah
(Buku Bagan, Manajemen Terpadu Balita sakit, Depkes RI, 2004).



B. Kerangka Konsep
Berdasarkan telah pustaka yang ada, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian. Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Dalam pelaksanaan manajemen balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun petugas kesehatan/bidan harus mampu melakukan penilaian dan pemeriksaan sesuai dengan prosedur tetap MTBS. Berdasarkan hal tersebut kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun

C. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional diperlukan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang di teliti atau diamati. Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan, serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2005)
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun oleh tenaga kesehatan atau bidan di puskesmas tentang penilaian terhadap semua gejala yang ditemukan, memeriksa tanda bahaya umum, mengklasifikasikan gejala yang ditemukan, melakukan tindakan/pengobatan, memberikan konseling bagi ibu, dan mendokumentasikan temuan pada formulir tatalaksana balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun. Pelaksanaan adalah proses atau cara melakukan suatu kegiatan, dalam penelitian ini khususnya pada pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Selengkapnya...