Jumat, 28 Juli 2017

HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE BIMBINGAN KLINIK BED SIDE TEACHING DENGAN KEMAMPUAN PRAKTIK KMB MAHASISWA SEMESTER VIII

MAU LEBIH LENGKAP HUBUNGI HP/WA: 081225300100

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit menyatakan bahwa pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketetentuan peraturan perundang-undangan, membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah sakit, memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab, memberikan perlindungan kepada masyarakat. Aturan atau kebijakan proses pendidikan keperawatan diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014 tentang Keperawatan. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Institusi Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Keperawatan. Wahana Pendidikan Keperawatan yang selanjutnya disebut wahana pendidikan adalah fasilitas, selain perguruan tinggi, yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan Keperawatan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Hal ini juga berlaku untuk pembimbing klinik. Tetapi dalam prakteknya Dinas Pendidikan masih kurang melakukan monitoring proses di lapangan. Menurut Hidayat (2007), perubahan mendasar pada pelaksanaan pendidikan keperawatan di Indonesia adalah dengan ditumbuhkan program pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi, dalam bentuk program Diploma III dan pendidikan Sarjana. Peristiwa ini merupakan salah satu tonggak dalam sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia yang menandai adanya pergeseran pendidikan keperawatan yang tadinya berada di rumah sakit (hospital based) menjadi di uiversitas (universitas based). Peristiwa ini mempunyai makna bahwa pendidikan keperawatan yang tadinya menekankan pada penumbuhan dan pembinaan ketrampilan dalam tindakan keperawatan semata, bergeser pada penumbuhan dan pembinaan pengetahuan ilmu keperawatan dan ketrampilan profesional. Fenomena yang terjadi di lapangan adalah keluarga pasien komplain tentang metode Bed Side Teaching dan ada kelemahan lain dari metode ini yaitu jika peserta tidak konsentrasi, tidak adanya papan petunjuk maupun papan tulis untuk materi pembelajaran, dan waktunya terbatas, pasien butuh istirahat. Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesional, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang menguasai pengetahuan dan ketrampilan profesional dibidang keperawatan serta memiliki dan menampilkan sikap profesional. Untuk mencapai kemampuan tersebut harus dirancang strategi belajar mengajar dalam bentuk pengalaman belajar praktek laboratorium dan pengalaman belajar praktek klinik keperawatan. Salah satu bentuk pengalaman yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan dan pembinaan pendidikan keperawatan yang merupakan bentuk pengalaman belajar utama dalam melaksanakan adaptasi profesional yaitu pengalaman belajar klinik. Reilly dan Obermann dalam Sukesi (2013) menyatakan bahwa pengalaman belajar klinik (Rumah sakit dan Puskesmas) merupakan bagian penting dalam proses pendidikan mahasiswa keperawatan, karena memberikan pengalaman yang kaya kepada mahasiswa begaimana cara belajar yang sesungguhnya. Masalah nyata yang dihadapi di lahan praktek membuat mahasiswa harus berespon terhadap tantangan dengan mencari pengetahuan dan ketrampilan sebagai alternatif untuk menyelesaikannya. Mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan klinik yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara alamiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam keperawatan. Pengalaman belajar ini juga pada saat yang bersamaan merupakan kesempatan untuk professional adjustment bagi mahasiswa keperawatan atau yang dikenal sebagai sosialisasi profesional. Langkah yang paling awal dan penting harus dilakukan adalah menata pendidikan keperawatan, sehingga peserta didik mendapatkan pendidikan dan pengalaman belajar sesuai tuntutan kompetensi profesi keperawatan. Proses pergeseran ini menjadikan dua sistem “lama dan baru” itu harus dikombinasikan dalam sistem pendidikan yang mengkombinasikan peran institusi pendidikan dan peran lahan praktek yang mendukung pencapaian kompetensi yang diharapkan. Upaya penataan sistem dapat dilakukan melalui pengembangan lama praktek keperawatan, disertai dengan terbinanya masyarakat profesional keperawatan (Profesional Comunity) untuk pelaksanaan pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL) yang benar pada peserta didik. Bimbingan praktek klinik keperawatan dilaksanakan oleh pembimbing klinik dari institusi lahan praktek dan pembimbing dari institusi pendidikan /pembimbing pendidikan. Keberadaan pembimbing klinik dalam suatu praktek klinik merupakan suatu hal yang mutlak karena pembimbing pada praktek klinik sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan sikap dari peserta didik. Keperawatan medical bedah sebagai salah satu bagian dari keperawatan merupakan pelayanan professional yang didasarkan ilmu dan teknik keperawatan medical bedah berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan pada orang dewasa dengan atau yang cenderung mengalami gangguan fisiologi dengan atau tanpa gangguan struktur akibat trauma (Swasti, 2008). Praktek keperawatan medikal bedah menggunakan langkah-langkah ilmiah pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi; dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen bio-psiko-sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau kecacatan. Pembimbing klinik atau Clinical Instructor (CI) merupakan sumber motivasi bagi peserta didik untuk mencapai tujuan praktek. Disamping itu pembimbing juga dapat menilai apakah teori-teori yang didapatkan dikelas dapat diterapkan dalam situasi nyata kepada klien, dan apakah rencana praktek keperawatan benar-benar dapat dilaksanakan. Seorang pembimbing klinik /Clinical Instructor (CI) adalah seorang perawat yang mempunyai pemahaman konsep keperawatan, sehingga trampil sebagai pengajar dan mempunyai komitmen sebagai pembimbing klinik yang benar-benar memahami peran dan fungsinya dalam membantu kegiatan mahasiswa, yaitu pertama sebagai Educator (pendidik), kedua sebagai care giver (pelaksana), ketiga sebagai Role model (model contoh). CI memiliki syarat pendidikan minimal S1 dan memiliki sertifikasi pendidikan. Peran pembimbing klinik dapat diukur melalui persepsi mahasiwa. Mahasiswa yang mempunyai persepsi baik terhadap peran pembimbing, menyebabkan mereka akan termotivasi dalam belajar, sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik atau meningkat. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa bimbingan yang diberikan oleh pembimbing klinik pada praktek, klinik keperawatan belum optimal. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu dalam pelaksanaan bimbingan, dan sebagai care giver (pelaksana) dalam lahan praktek. Selain itu dari jurnal penelitian terdahulu diketahui bahwa adanya korelasi antara pembimbing klinis dengan kinerja mahasiswa praktik sebesar 63,8% (Iswahyuni, 2008). Metode yang dilakukan CI terhadap mahasiswanya proses bimbingannya melalui metode tutorial, evaluasi setiap bimbingan.Proses bimbingan dari CI dari hasil wawancara peneliti, beberapa CI mengatakan masalah atau kendala selama bimbingan seperti waktu yang singkat karena CI sibuk maupun mahasiswa kurang rajin bimbingan sehingga hasil bimbingan kurang optimal, CI juga dalam keadaan capai karena habis bekerja, dan ada pula mahasiswa yang malas bimbingan, kurang aktif bertanya. Data diperoleh dari program studi nilai rata-rata B hal ini mencerminkan belum optimal hasilnya. Survey pendahuluan yang dilakukan pada bulan November tahun 2015 diperoleh data praktik di Stikes Karya Husada yang terdiri dari 76 mahasiswa memiliki nilai rata-rata 3,17 dan masih dalam kategori cukup baik. Hasil wawancara dengan 10 mahasiswa saat praktek KMB di Stikes Karya Husada menyebutkan bahwa masalah yang ditemui selama survey pendahuluan adalah teknik bimbingan yang kurang komunikatif dimana pembimbing sibuk dan kurang ada waktu jadi waktu bimbingan singkat, sehingga hasil tidak optimal, selain itu terkadang mahasiswa kurang memahami maksud pembimbing, masalah lain adalah pembimbing kurang kompeten dalam membimbing mahasiswa dan kurang memberikan masukan atau informasi kepada mahasiswanya. Berdasarkan pada uraian tersebut maka penelitian ini berjudul: “Hubungan Persepsi Mahasiswa Tentang Metode Bimbingan Klinik Bed Side Teaching dengan Kemampuan Praktek KMB Mahasiswa Semester VIII Stikes Karya Husada”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan persepsi mahasiswa terhadap metode bimbingan klinik bed side teaching dengan kemampuan praktek KMB mahasiswa semester VIII Stikes Karya Husada?” C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan persepsi mahasiswa tentang metode bimbingan klinik bed side teaching dengan kemampuan praktek KMB mahasiswa semester VIII Stikes Karya Husada. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi persepsi mahasiswa tentang metode bimbingan klinik. b. Mengidentifikasi kemampuan kinerja praktek klinik KMB mahasiswa di Stikes Karya Husada. c. Mengetahui hubungan persepsi mahasiswa tentang metode bimbingan klinik bed side teaching dengan kemampuan praktek KMB mahasiswa semester VIII Stikes Karya Husada. D. Manfaat 1. Institusi Pendidikan a. Sebagai pengembangan dalam menciptakan komunitas keperawatan profesional antara institusi pendidikan dan rumah sakit sebagai mitra pengembang dalam mempersiapkan perawat profesional. b. Sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan praktek klinik keperawatan terutama peran pembimbing klinik. 2. Bagi pihak rumah sakit: a. Sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan keberhasilan pendidikan dengan menyediakan suatu tatanan yang memadai untuk praktek professional dalam arti kualitas dan pengembangan metode keperawatan. b. Sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan praktek klinik keperawatan terutama perawat yang berperan sebagai pembimbing. E. Orisinalitas Penelitian No Peneliti Tahun Hasil Penelitian Metode Perbedaan 1 Restuning Judul: Upaya peningkatan kompetensi Clinical Instructur di RS Permata Medika Semarang 2013 Clinical instructur mampu memahami pentingnya kompetensi yang harus dicapai mahasiswa selama pembelajaran klinik, Meningkatkan peran Clinical Instruktur dalam proses pembelajaran klinik mahasiswa, Clinical Instruktur mampu menyelesaikan kasus yang ada bersama dengan mahasiswa, Clinical Instruktur akan mendapatkan sertifikat tentang pelatihan Clinical Instruktur. Penilaian akreditasi meningkat terkait adanya pelatihan Clinical Instruktur Instansti pendidikan mempercayakan mahasiswanya untuk praktik di RS. Analisis deskriptif Menggunakan analisis kualitatif, sedangkan pada penelitian ini menggunakan analisis statistik korelasi 2 Iswahyuni Judul: Hubungan antara persepsi mahasiswa tentang kemampuan pembimbing klinik dan manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘ulum Surakarta 2008 Hasil penelitian ini didapatkan ada hubungan yang posistif bermakna antara persepsi mahasiswa tentang kemampuan pembimbing klinik dari dosen dengan kinerja praktik klinik dengan koefisien korelasi r = 0,638, persepsi mahasiswa tentang kemampuan pembimbing klinik dari rumah sakit dengan kinerja praktik klinik dengan koefisien korelasi r = 0,522, persepsi mahasiswa tentang manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktik klinik mahasiswa dengan koefisien korelasi r = 0,582 dan hubungan antara persepsi mahasiswa tentang kemampuan pembimbing klinik dari dosen, pembimbing klinik dari rumah sakit, manajemen pembelajaran klinik dengan kinerja praktek klinik mahasiswa mempunyai nilai F hitung 8,011 dengan nilai signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05. Analisis korelasi Perbedaan sampel dan objek penelitian Sumber: Restuning (2013) & Iswahyuni (2008) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Rumah Sakit Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa rumah sakit umum adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Mendukung hal tersebut di atas, menurut Depkes (2009) tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya-upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Adapun misinya adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan, rumah sakit umum berfungsi memberikan layanan sebagai berikut: (1) Pelayanan Rawat Jalan (2) Pelayanan Rawat Inap. (3) Pelayanan Penunjang Medis (meliputi: Farmasi, Laboratorium, Radiologi, Gizi) (4) Pelayanan Penunjang Umum (meliputi: fungsi administrasi rumah sakit). Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin, berusia lanjut, cacat, atau para pemuda. (Kemenkes RI. 2012) Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas/ sarana vital bagi masyarakat. Peran organisasi (rumah sakit) sebagai media/fasilitas sosial yang mencakup pelayanan kesehatan, penelitian, pendidikan dan sebagiannya mencakupi skala profit selayaknya padat akan sumber daya yang mampu mendukung aktivitasnya. Modal yang diharapkan terus bertumbuh, teknologi yang terus berkembang,sertasumber daya manusia sebagai motor penggeraknya memerlukan aturan/ proses manajemen yang efektif untuk memenuhi tuntutan pelayanan yang optimal. Sumber daya manusia yang dimiliki rumah sakit yang terdiri dari, tenaga medis, keperawatan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, gizi, keterapian fisik dan tenaga keteknisan ( PP 36 Tenaga Kesehatan, 2014) merupakan sumber daya utama yang tanpanya, aktivitas utama rumah sakit (pelayanan kesehatan) tidak dapat berjalan. Tenaga keperawatan merupakan sumber daya manusia yang memiliki kuantitas paling banyak di setiap rumah sakitdan berperan besar dalam proses pelayanan kesehatanyang bersentuhan langsung dengan pasien secara kontinu dan sistematik. Posisi tenaga keperawatan juga menjadi penting sebagai tangan kanan Dokter yang menentukan keberhasilan kerja (saran/rujukan/arahan) sang Dokter. Oleh karena itu perawat dituntut untuk memberi pelayanan dengan mutu yang baik. Untuk itu dibutuhkan kecekatan dan keterampilan serta kesiagaan setiap saat dari seorang perawat dalam menangani pasien, kondisi ini akan membuat seorang perawat akan lebih mudah mengalami stres (Hamid,2006) 2. Praktik Klinik Mahasiswa Reilly dan Oebrmann dalam Sukesi (2013) menyatakan bahwa pengalaman pembelajaran klinik (rumah sakit dan komunitas) merupakan bagian penting dalam proses pendidikan mahasiswa keperawatan, karena memberikan pengalaman yang kaya kepada mahasiswa bagaimana cara belajar yang sesungguhnya. Keberhasilan pendidikan tergantung ketersediaan lahan praktek di rumah sakit harus memenuhi persyaratan, diantaranya 1) melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang baik (good nursing care), 2) lingkungan yang kondusife, 3) ada role modelyang cukup, 4) tersedia kelengkapan sarana dan prasarana serta staf yang memadai, 5) tersedia standar pelayanan / SOP keperawatan yang lengkap. Dalam memasuki lahan praktek klinik, mahasiswa diharapkan mempersiapkan diri dengan baik, faktor-faktor kesiapan mental mahasiswa dipengaruhi oleh perkembangan, pengalaman, kepercayaan diri, dan motivasi (Winarsih, 2008). Departemen Kesehatan RI Pusdiknakes (2010) menjelaskan bahwa pembimbing klinik adalah gabungan dari intitusi pendidikan atau dosen dan perawat dari lahan praktek atau instruktur klinik. Porposi pembimbing dari intitusi pendidikan atau dosen dengan lahan praktik atau instruktur klinik yaitu: pembimbing klinik adalah sekaligus evaluator praktik klinik keperawatan. Kualifikasi pembimbing klinik adalah sebagai berikut: a. Dosen biasa dengan persyaratan : 1. Sesuai bidang profesi yaitu keperawatan 2. Lulus D III Keperawatan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun 3. Lulus S1 Keperawatan atau kesehatan atau D4 keperawatan 4. Memiliki sertifikat AKTA mengajar. b. Instruktur klinik (pembimbing dari tempat pelayanan kesehatan) dengan persyaratan : 1. Pendidikan D III Keperawatan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun. 2. Tenaga tetap pada lahan praktik yang digunakan 3. Memiliki SK penunjukan dari atasan intitusi. 3. Kinerja Pengertian kinerja secara umum merupakan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Menurut Dharma (2009), kinerja adalah suatu prestasi kerja yang telah dikerjakan atau ditunjukan atas produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau sekelompok orang. Dalam buku McCloy et al (2008) menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari : 1. Pengetahuan tentang fakta-fakta, peraturan, prinsip dan prosedur. 2. Kemauan mencerminkan kemampuan yang diperoleh melalui pemahaman pengetahuan dan dikombinasikan dengan kemampuan melaksanakan tugas. 3. Motivasi merupakan kombinasi pengaruh dari tiga pilihan perilaku, yaitu usaha yang dikeluarkan, tingkat pencapaian usaha dan ketekunan dalam melaksanakan tugas. Selengkapnya...

Minggu, 05 Februari 2017

SKRIPSI KBIDANAN KEPERAWATAN 2017 : PERSEPSI IBU YANG MEMBERIKAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA SATU BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

LENGKAP BAB 12345+DAFTAR PUSTAKA HUB : HP/WA 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu negara. Bayi usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga diistilahkan periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mencakup faktor genetik dan eksternal. Faktor genetik atau keturunan berperan pada masa konsepsi (pembentukan janin). Faktor genetik ini bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan dan menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, status fisik dan ras. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu antara lain keluarga, agama, iklim, budaya, komunitas, nutrisi ( Soetjiningsih, 1995; h.6 ) Gizi (nutrition) adalah suatu proses organis menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Pemberian nutrisi pada anak harus sudah dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadahi kepada ibu hamil. Bayi menerima makanan dari plasenta selama ibu hamil, setelah lahir makanan bayi hanya didapat dari ibu yaitu Air Susu Ibu (Almatsier. 2009; h.243) Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, menyusu mempunyai peran penting yang fundamental pada kelangsungan hidup bayi, kolostrum yang kaya zat antibodi, pertumbuhan yang baik, kesehatan dan gizi bayi. Kolostrum merupakan air susu ibu yang keluar pada hari-hari pertama yang berwarna bening atau kekuning-kuningan. Pemberian kolostrum merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan bayi baru lahir dan mematangkan usus bayi. Namun masyarakat masih ada persepsi dan perilaku yang kurang tepat terhadap kolostrum karena dianggap kotor, basi atau tidak baik untuk bayi (Wirakusumah, 2011; h.50) Di Indonesia, walaupun anjuran untuk ASI eksklusif sampai 6 bulan sudah merupakan program nasional dengan SK MENKES 2004, tetapi berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Survelens Gizi Nasional tahun 2005 ternyata hanya 27-40% bayi berusia kurang dari 2 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif, 4-8% bayi-bayi di Indonesia berusia 4-5 bulan yangf mendapatkan ASI eksklusif dan hanya 1% yang diberi ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Di Indonesia, 8% dari bayi yang baru lahir mendapat ASI dalam satu jam pertama setelah dilahirkan dan lebih dari separuh (53%) diberi ASI dalam satu hari pertama. Konsumsi susu formula tampaknya sangat erat berhubungannya dengan tempat melahirkan. Diantara ibu-ibu yang melahirkan dirumah, tidak lebih dari 90% menerima atau membeli sampel susu formula atau menerima informasi mengenai susu formula. Sedangkan ibu-ibu yang melahirkan dirumah bidan, klinik bersalin atau rumah sakit di perkotaan (78%) hampir sepertiganya menerima sampel gratis susus formula, seperempat membeli sampel dan 6% - 8% hanya menerima informasi. Di pedesaan 35% ibu-ibu melahirkan pada fasilitas-fasilitas seperti di atas dan hanya 10% menerima sampel gratis, 25% membeli sampel dan 10% menerima informasi mengenai susu formula. Sedangkan ibu-ibu yang melahirkan di puskesmas ( 11% di perkotaan dan 4% di pedesaan) proporsinya lebih rendah. Cakupan ASI eksklusif berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal tahun 2012 sebesar 68% sedangkan tahun 2013 tercatat sebesar 72%. Dari data Riskesda tahun 2013 cakupan ASI eksklusif 50,3% memberikan ASI Eksklusif pada bayi baru lahir dengan waktu 1-6 jam, sedangkan 49,7% ibu yang memberikan susu formula pada bayi baru lahir. Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap suatu objek dan situasi lingkunganya. Dengan kata lain, tingkah laku seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh persepsinya. Jika persepsi ibu tentang ASI Eksklusif baik maka ibu akan memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, bukan malah memberikan susu formula (Depdiknas, 2003). Di Puskesmas Kendal I bayi yang diberikan ASI eksklusif tahun 2012 sekitar 48% atau 152 dari 315 bayi, sedangkan tahun 2013 hanya 121 dari 287 bayi atau sekitar 42%, dan sisanya diberi susu formula. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah kerja Puskesmas kendal I jumlah bayi yang diberikan susu formula lebih banyak daripada yang diberikan ASI eksklusif. Survey pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang balita di Desa Sijeruk Kecamatan Kendal Kabupaten Kendal, yang masuk dalam wilayah kerja puskesmas Kendal I, ditemukan 6 orang bayi usia satu bulan yang diberi susu formula. Sedangkan 4 orang bayi lainnya diberi ASI. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 4 orang ibu yang memberikan susu formula, didapatkan data bahwa ibu tersebut kurang memahami akan manfaat ASI bagi bayi mereka. Selain itu beberapa faktor yang mendorong ibu untuk memberikan susu formula antara lain: rendahnya tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja diluar rumah dan tidak memungkinkan untuk memberikan ASI eksklusif, tingkat sosial ekonomi ibu tinggi, meniru teman, takut kehilangan daya tarik sebagai wanita, masalah kesehatan yang tidak memungkinkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif untuk bayi mereka serta peran petugas kesehatan yang kurang dalam sosialisasi ASI eksklusif. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Persepsi ibu yang memberikan susu formula pada bayi usia satu bulan di wilayah kerja Puskesmas Kendal I” B. Fokus Penelitian Fokus penelitian dalam pnelitian ini adalah persepsi ibu yang memberikan susu formula, di dalamnya mengeksplorasi pemberian susu formula serta persepsi ibu terhadap pemberian susu formula. C. Rumusan Masalah Segmentasi penelitian yang akan dilakukan berfokus pada masalah: “ Bagaimana persepsi ibu yang memberikan susu formula pada bayi usia satu bulan di wilayah kerja Puskesmas Kendal I? “ D. Tujuan 1. Tujuan Umun Untuk mengetahui persepsi ibu yang memberikan susu formula pada bayi usia satu bulan di wilayah kerja Puskesmas Kendal I. 2. Tujuan Khusus a. Mengeksplorasi pengetahuan ibu tentang susu formula pada bayi usia satu bulan di wilayah kerja Puskesmas Kendal I b. Mengeksplorasi alasan ibu yang memberikan susu formula pada bayi usia satu bulan di wilayah kerja Puskesmas Kendal I c. Mengeksplorasi peran bidan terhadap ibu yang memberikan susu formula pada bayi usia satu bulan di wilayah kerja Puskesmas Kendal I E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat di perkuliahan sehubungan dengan penelitian yang dilakukan khususnya tentang persepsi ibu yang memberikan susu formula pada bayi usia satu bulan di wilayah kerja Puskesmas Kendal I 2. Bagi Pengguna a. Bagi Instansi Pendidikan Sebagai informasi dan bahan pustaka bagi pembaca di perpustakaan yang digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan b. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan bagi penelitian selanjutnya c. Bagi Masyarakat Dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai baik buruknya susu formula F. Originalitas Penelitian Tabel 1.1 Originalitas Penelitian No Peneliti Judul Hasil Penelitian Perbedaan 1 Ulfah, 2012 Gambaran Karakteristik Ibu yang Memberikan Susu formula pada Bayi Usia 0-6 bulan Dari hasil penelitian rata-rata ibu berusia muda dan tidak bekerja. Perlu adanya dukungan dari keluarga dalam memberikan ASI eksklusif Penelitian ini bersifat deskriptif Sedangkan penelitian yang disusun penulis sekarang bersifat kualitatif 2 Isra Mawadah, 2012 Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan Dari hasil penelitian rata-rata ibu berpengetahuan baik dan dan bekerja. Perlu ada informasi dari tenaga kesehatan untuk mempromosikan ASI Penelitian ini bersifat deskriptif Sedangkan penelitian yang disusun penulis sekarang bersifat kualitatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Persepsi a. Pengertian Persepsi Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap suatu objek dan situasi lingkunganya. Dengan kata lain, tingkah laku seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh persepsinya. “Persepsi adalah kesan seseorang terhadap objek persepsi tertentu yang dipengaruhi faktor internal, yakni perilaku yang berada di bawah kendali pribadi dan faktor eksternal, yakni perilaku yang dipengaruhi oleh situasi di luarnya.”(Depdiknas, 2003). Sedangkan menurut Walgito (2002; h.69) “Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera namun proses itu tidak berhenti begitu saja melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu penilaian atau kesan seseorang terhadap suatu objek yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Seseorang belum tentu mempunyai persepsi yang sama tentang suatu obyek yang sama. Perbedaan ini ditentukan bukan hanya pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang keadaan stimulus itu (Mahmud 1990; h.41).Latar belakang yang dimaksud mencakup pengalaman-pengalaman sensoris, perasaan saat terjadinya suatu peristiwa, prasangka, keinginan, sikap, dan tujuan. Arikunto dalam Ali (2004; h.19), menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi faktor-faktor yaitu : 1) Ciri khas objek stimulus yang memberikan nilai bagi orang yang mempersiapkannya dan seberapa jauh objek tertentu dapat menyenangkan bagi seseorang 2) Faktor-faktor pribadi termasuk di dalamnya ciri khas individu, seperti taraf kecerdasan, minat, emosional dan lain sebagainya. 3) Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain di lingkungannya dapat memberikan arah kesuatu tingkah laku 4) Faktor perbedaan latar belakang tingkah laku kultural (kebiasaan) Sedangkan menurut Walgito (2002; h.70), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu : 1) Obyek yang dipersiapkan Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersiapkannya tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf yang bekerja sebagai reseptor. 2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran 3) Perhatian Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.Banyak faktor yang mampu mempengaruhi persepsi seseorang yaitu faktor internal yang berasal dari diri sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari objek yang diperhatikan. Menurut Notoatmodjo (2005; h.54), ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut. 1) Faktor Eksternal a) Kontras Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik warna, ukuran, bentuk atau gerakan. b) Perubahan Intensitas Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang. c) Pengulangan (repetition) Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak termasuk dalam rentang perhatian kita, maka akan mendapat perhatian kita. d) Sesuatu yang baru (novelty) Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui. e) Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian seseorang. 2) Faktor Internal a) Pengalaman atau pengetahuan Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh.Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkanterjadinya perbedaan interpretasi. b) Harapan (expectation) Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus. c) Kebutuhan Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secaraberbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akanmerasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah. d) Motivasi Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang termotivasiuntuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatuyang negatif. e) Emosi Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yangada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikansemuanya serba indah. f) Budaya Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikanorang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akanmempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama saja. c. Proses Pembentukan Persepsi Proses pembentukan persepsi disini merupakan hal yang harus dibahas dalam penelitian, karena merupakan langkah pertama untuk menentukan persepsi. Adapun proses pembentukan persepsi menurut Walgito (2002; h.71) diuraikan sebagai berikut: Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor, perlu dikemukakan antara objek dan stimulus itu menjadi satu misalnya dalam hal tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai kulit sehingga akan terasa tekanan tersebut. Proses stimulus mengenai alat indera ditreuskan oleh syaraf sensoris ke otak proses ini disebut sebagai proses psiologis. Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat dan apa yang didengar atau apa yang diraba. Proses yang terjadi diotak atau dalam pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya : apa yang dilihat, apa yang didengar dan apa yang diraba yaitu stimulus yang ditrima oleh alat indera, proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses pembentukan suatu persepsi melewati beberapa proses seperti penglihatan, pendengaran dan perabaan melalui alat indera terhadap objek yang dijadikan perhatian. 2. ASI Esklusif a. Pengertian ASI Esklusif ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai umur 6 bulan, selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, dan air putih. Bayi juga tidak diberikan makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur nasi, nasi tim dan sebagainya. ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan / atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. (Peraturan Pemerintah RI Nomor 33, Bab I, Pasal 1, 2012; h. 2). ASI Eksklusif berarti tidak memberi makanan atau minuman lain termasuk air putih selama 6 bulan kecuali obat – obatan dan vitamin, ASI perah juga diperbolehan .(Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007; h. 10).Selain memenuhi segala kebutuhan makanan bayi baik gizi, imunologi, atau lainnya, pemberian ASI juga memberikan kesempatan bagi ibu untuk mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya. b. Komposisi ASI 1) Karbohidrat Komponen karbohidrat dalam ASI kaya laktosa, yang menyediakan sekitar 40% kebutuhan kalori untuk bayi.Laktosa diubah menjadi galaktosa dan glukosa oleh enzim laktase, dan gula ini memberikan energi untuk pertumbuhan otak yang sangat cepat. 2) Lemak Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak.Sekitar 50% kalori ASI berasal dari lemak.Kadar lemak dalam ASI antara 3.5 – 4.5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzimlipase. 3) Vitamin Semua vitamin yang dibutuhkan untuk gizi dan kesehatan yang baik disuplai oleh ASI, dan meskipun jumlah yang ada beragam dari ibu yang satu dengan ibu lainnya, tidak ada variasi normal yang menimbulkan risiko pada bayi. 4) Protein Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar protein ASI sebesar 0.9%, 60% diantaranya adalah whey, yang lebih mudah dicerna dibanding kasein (protein utama susu sapi). Selengkapnya...

Jumat, 03 Februari 2017

SKRIPSI KEPERAWATAN TERBARU 2017 EFEKTIFITAS MEDIA PENYULUHAN DENGAN BENDA ASLI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI UNIT PELAYANAN LANSIA

MAU LEBIH LENGKAP FILE MS WORD BAB 12345 + DAFTAR PUSTAKA HUB : HP/WA 081225300100 MURAH
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Umur Harapan Hidup proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70 tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi. Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor risiko yang sama(common underlying risk faktor) seperti kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, dan kanker tertentu. Faktor risiko tersebut antara lain mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak kurang serat, kurang olah raga, alkohol, hipertensi, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi. Data WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi membunuh hampir 8 juta orang setiap tahun di seluruh dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahun ada di daerah Asia Tenggara.Sekitar sepertiga dari populasi orang dewasa di Asia Tenggara termasuk Indonesia memiliki tekanan darah tinggi. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Jumlah lanjut usia di dunia bertambah sebagai hasil dari peningkatan angka harapan hidup dan penurunan angka kematian. Di Indonesia jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun2010 diperkirakan sebesar 23,9 juta (9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010, jumlah penduduk lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di pedesaan sebesar 15.612.232 (9,97%) (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2009. Provinsi Jawa Tengah sendiri menempati peringkat kedua dengan penduduk lansia terbanyak setelah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jumlah penduduk lansia sekitar 9,36% dari total penduduk di Indonesia (Wahyuningsih,2011). Angka kematian lansia di Indonesia umumnya dan di Jawa Tengah khususnya akan semakin meningkat, sebaiknya pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan lansia. Penduduk lansia dari tahun 2010 ke tahun 2011 semakin meningkat dari yang semula berjumlah 6,90% menjadi 7,04%, menjadikan kebermaknaan hidup bagi lansia semakin berkembang. Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit-penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. WHO (2005) menyatakan bahwa di dunia penyakit kardiovaskuler merupakan sebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun ke atas dengan jumlah kematian lebih banyak di negara berkembang. Menurut batasan hipertensi yang dipakai sekarang ini, diperkirakan 23% perempuan dan 14% laki-laki berusia lebih dari 65 tahun menderita hipertensi. Sementara menurut para ahli, angka kematian akibat penyakit jantung pada lansia dengan hipertensi tiga kali lebih sering dibandingkan lansia tanpa hipertensi pada usia yang sama. Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol seperti (keturunan, jenis kelamin dan usia) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok konsumsi alkohol dan garam yang berlebihan). Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup seperti olahraga secara teratur Anderson (2011) Kurangnya pengetahuan tentang hipertensi harus selalu diperhatikan karena pengertian dan pemahaman yang salah tentang penyakit ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang buruk pada penderita hipertensi. Banyak mitos – mitos tentang hipertensi yang berkembang yang tidak terbukti kebenarannya.Salah satu diantaranya, banyak orang beranggapan bahwa hipertensi adalah penyakit yang sering terjadi sebagai kondisi normal pada orang tua dan tidak berbahaya karena tidak banyak yang meninggal dunia. Namun tidak demikian faktanya, hipertensi merupakan keadaan yang tidak normal yang bukan hanya diderita oleh orang tua saja, akan tetapi pada usia muda dapat juga menderita hipertensi dan sering mengakibatkan kematian ( Dewi, 2010). Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang hipertensi yaitu dengan dilakukan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan merupakan suatu upaya yang direncanakan untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga penderita lansia tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran penderita selama sakit, dan membantu penderita dan keluarga mengatasi masalah kesehatan. (Machfoedz. Et al, 2009) Ada banyak jenis media dan metode penyuluhan yang terbukti cocok untuk penyuluhan kesehatan.angka kesakitan lanjut usia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisiini tentunya harus mendapatkan perhatian berbagai pihak. Lanjut usia yang sakit-sakitan akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah,sehingga akan menjadi beban dalam pembangunan. Oleh sebab itu, memilih media penyuluhan yang tepat bagi lanjut usia sangat penting dalam melakukan penyuluhan yang efektif. Pemilihan media dan metode penyuluhan tergantung dari materi yang yang akan disampaikan dan kriteria audiens yang akan disuluh.Dalam menggunakan media, misalnya alat peraga,baik berupa benda asli maupun tiruan dan juga media leaflet ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu Alat peragaharus mudah dimengerti oleh sasaran danIde atau gagasan yang terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran.(Notoadmojo 2005) Pentingnya penyuluhan kesehataan kepada penderita lanjut usia. peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian berupa penyuluhan kesehatan dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas media penyuluhan dengan barang asli terhadap tingkat pengetahuan diet hipertensi pada lansia. Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti pada tanggal 18 maret 2014 di Unit pelayanan lansia Wening Wardoyo ungaran bahwa tingkat pengetahuan lansia di wening wardoyo ungaran tentang diet hipertensi itu masih sangat minim,walaupun sering di lakukan penyuluhan oleh mahasiswa praktek maupun dari petugas dipanti.salah satu faktor yang mempengaruhi minimnya pengetahuan lansia di wening wardoyo tentang pengetahuan diet hipertensi adalah faktor pendidikan lansia dan juga kurang efektifnya media penyuluhan kesehatan yang di gunakan pada saat melakukan penyuluhan. Berdasarkan latar belakang di atas,Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas media penyuluhan dengan barang asli terhadap tingkat pengetahuan diet hipertensi pada lansia setelah di lakukan penyuluhan. B. Rumusan Masalah Masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanaefektifitas media penyuluhan dengan barang asliterhadap tingkat pengetahuan diet hipertensi pada lansia setelah dilakukan penyuluhan kesehatan” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui efektifitas media penyuluhan dengan barang asli terhadap tingkat pengetahuan diet hipertensi pada lansia. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan lansia tentang diet hipertensi sebelum dilakukan penyuluhan dengan benda asli b. Mendeskripsikantingkat pengetahuan lansia tentang diet hipertensi setelah di lakukan penyuluhan kesehatan dengan barang asli c. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan lansia tentang diet hipertensi sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan dengan media leaflet d. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan lansia tentang diet hipertensi setelah di lakukan penyuluhan kesehatan dengan media leaflet e. Menganalisis perbedaan tingkat pengetahuan lansia tentang diet hipertensi sebelum dan sesudah di lakukan penyuluhan dengan barang asli f. Menganalisis perbedaan tingkat pengetahuan lansia tentang diet hipertensi sebelum dan sesudah di lakukan penyuluhan dengan media leaflet g. Menganalisis efektifitas media penyuluhan dengan barang asli terhadap tingkat pengetahuan lansia tentang diet hipertensi. D. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat diharapkan akan menjadi pedoman awal yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan efektifitas media penyuluhan kesehatan kepada lansia dan juga sebagai acuan untuk peneliti dalam memberikan informasi tentang proses penyuluhan kesehatan dengan media penyuluhan yang efektif. b. Bagi Lansia Sebagai bahan informasi tentang bagaimana cara untuk menumbuhkan gaya hidup sehat yang baik demi meningkatkan kesadaran para penderita lansia akan pentingnya pengetahuan tentang diet hipertensi dan Penyuluhan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan lansia dan keluarga lansia tentang masalah tentang diet hipertensi dan diharapkan media yang diberikan dapat menambah wawasan tentang pengetahuan diet hipertensi. c. Bagi Institusi Pendidikan Dapat memberikan wawasan yang luas dalam bidang kesehatan baik di bidang keperawatan bahwa penyuluhan kesehatan di masyarakat ataupun pada lansia merupakan suatu hal yang berguna demi meningkatkan derajat kesehatan dan penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan acuan ataupun masukan bagi institusi kesehatan yang dalam hal ini STIKES agar tetap berpegang teguh untuk melakukan upaya-upaya ataupun usaha-usaha promotif, preventif, dan rehabilitasi dalam rangka menuntaskan penyakit-penyakit hipertensi pada lansia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Konsep Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2009). Notoatmodjo (2009), berpendapat bahwa pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, hal ini tercakup domain kognitif yang dibagi dalam enam tingkatan, yaitu : 1) Tahu (Know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah paham terhadap objek suatu materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan lainnya. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, dimana penilaian berdasarkan pada kriteria yang dibuat sendiri atau pada kriteria yang sudah ada. b. Faktor –faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut notoadmojo (2005) menjelaskan bahwa pengetahuan di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal : 1. Faktor internal a) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima informasi. akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat pendidikan rendah maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai yang baru diperkenalkan. b) Usia Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat dikatagorikan menjadi empat, yaitu : perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.. c) Minat Minat adalah suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. d) Pengalaman. Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecendrungan pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk dilupakan oleh seseorang. Namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. 2. Faktor eksternal a) Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan primer atau sekunder keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi di banding denga keluarga dengan status ekonomi rendah hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi termasuk kebutuhan sekunder,jadi dapat di simpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. b) Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. c) Kebudayaan lingkungan sekitar Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang. c. Cara memperoleh pengetahuan Menurut Notoadmojo, pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran : 1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan: a) Cara coba-coba salah ( Trial dan Error ) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan dan bahkan mungkin sebelumadanya peradaban yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinan yang lain sampai masalah dapat dipecahkan. b) Cara kekuasaan atau otoriter Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik secara formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang punya otoriter, tanpa terlebih dahulu membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris maupun berdasarkan pengetahuan masa lalu. c) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapkan pada masa lalu. d) Melalui jalan pikiran Memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikiran, baik melalui induksi maupun dedukasi. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum maka dinamakan induksi, sedangkan dedukasi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum kepada yang khusus. 2. Cara modern dalam memperoleh Pengetahuan Cara ini disebut dengan “ metode penelitian ilmiah” atau lebih populer disebut dengan metodelogi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Franeuis Bacor ( 1561-1626 ), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Dallien akhirnya lahir suatu cara penelitian dimana dewasa ini kita kenal sebagai metodelogi penelitian ilmiah. d. Cara mengukur pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket untuk menyatakan isi materi yang diukur dari subjek Penelitian atau responden, tingkat pengetahuan baik dan buruk pada subjek penelitian akan dilihat berdasarkan hasil kuisioner pada saat sebelum ddan sesudah dilakukan penyuluhan Kesehatan. Untuk mengukur tingkat pengetahuan dapat di ukur dengan cara : 1. Pengetahuan Baik :76-100 % 2. Pengetahuan Cukup : 60-75 % 3. Pengetahuan Kurang : <60 % ( Arkuinto,2006 ) 2. Konsep Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah salah satu faktor resiko yang menyebabkan terjadinya penyakit jantung,gagal jantung, diseksi aorta, dan gagal ginjal. Dimana, tekanan diastol menetap di atas 90 mmHg, dan tekanan sisitol di atas 140 mmHg (Robbins, 2007). WHO dalam Junaedi (2010), memberikan gambaran suatu batasan normal tekanan darah yaitu 140/90 mmHg dan tekanan darah di atas itu dikatakan sebagai hipertensi. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu gejala peningkatan tekanan darah yang berpengaruh pada sistem organ yang lain, seperti stroke untuk otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung serta gagal ginjal (Ardiansyah, 2012). Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi juga merupakan salah satu jenis penyakit pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang lebih banyak dijumpai bahwa penderita penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi pada usia senja (Anggraeni, 2012). b. Jenis Hipertensi Menurut Sustrani (2006), hipertensi dibagi menjadi 2 jenis yaitu hipertensi esensial atau primer dan hipertensi renal atau hipertensi sekunder. 1) Hipertensi esensial (hipertensi primer) Merupakan hipertensi yang belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi para ahli berpendapat bahwa yang melatar belakangi hipertensi ini adalah karena stress dan para pakar juga berkesimpulan bahwa terdapat hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi atau keturunan (genetik). Faktor lain yang mungkin berperanadalah lingkungan, kelainan metabolisme intra seluler, dan faktor yang meningkatkan terjadinya obesitas, konsumsi alkohol, merokok dan kelainan darah. Junaedi (2010) menyebutkan penyebab hipertensi esensial adalah karena kondisi masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam yang cukup tinggi lebih dari 6,8 gram per hari dan juga faktor genetik. 2) Hipertensi sekunder Penyebab lain hipertensi selain dari faktor yang mengakibatkan hipertensi esensial diatas,termasuk dalam hipertensi sekunder dimana penyebab yang spesifiknya sudah dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan pada hormonal, penyakit jantung,diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah, atau berhubungan dengan kehamilan. Jarang sekali ditemukan kasus keganasan pada kelenjar adrenal. Menurut Bustan (2007) dalam bukunya jenis hipertensi dapat juga dibedakan menurut gangguan tekanan darah yaitu hipertensi sistolik dimana terjadi peninggian tekanan darah sistolik saja dan hipertensi diastolik yaitu peningkatan tekanan diastolik. Serta ada hipertensi ringan, sedang, dan berat jika dibedakan menurut beratnya atau tinggi peningkatan tekanan darah. c. Penyebab hipertensi Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar tidak diketahui terutama yang esensial, namun demikian terdapat beberapa faktor resiko terkena darah tinggi, misalnya (Palmer, 2007) : 1) Kelebihan berat badan,Kurang berolahraga 2) Mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi 3) Kurang mengkonsumsi buah dan sayuran segar 4) Terlalu banyak minum alkohol d. Diet hipertensi 1. pengertian Diet rendah garam pada hakekatnya adalah diet dengan mengkonsumsi makanan tanpa garam. Umumnya makanan tersebut dimasak dengan tidak menggunakan garam dapur sama sekali dan mengurangi penggunaan bahan makanan yang tinggi kandungan natriumnya. Adapun yang dimaksud dengan diet rendah garam dalam arti yang sebenarnya adalah rendah sodium atau natrium (Na). Selain membatasi garam dapur, diet ini juga harus membatasi sumber sodium lainnya berupa makanan yang mengandung soda kue, baking powder, MSD (Mono sodium glutamate ) yang lebih dikenal dengan bumbu penyedap makanan. 2. Jenis diet rendah garam dan dosis diet pada penderita hipertensi 1) Diet garam rendah I (200-400 mgNa) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi berat. Diet ini pada pengolahan makanan tidak ditambahkan garam, dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. 2) Diet garam rendah II (600-1200 mgNa) Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari-hari sama dengan diet garam rendah I. pada pengolahan makanan boleh 21menggunakan ½ sendok garam dapur (2g). dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. 3) Diet garam rendah III (1000-1200 mgNa) Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sendok (4g) garam dapur. Penelitian ilmiah selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa asupan garam dalam makanan kita sebenarnya terlalu banyak. Upaya dengan 20 membatasi asupan garam, akan dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan. Anjuran pengurangan asupan garam yang terbaru adalah sampai di bawah 6 gram per hari (sekitar 1 sendok teh) (Palmer, 2007). Sebagian besar makanan yang diproses seperti roti, sereal, makanan siap saji dan saus mengandung kadar garam yang tinggi. Untuk itu kita perlu mengetahui berapa banyak asupan garam yang secara tidak sadar telah kita konsumsi Selain diet diatas cara lain untuk menghindari terjangkitnya penyakit hipertensi dapat ditaggulangi dengan cara : a. Mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh b. Melakukan olahraga secara teratur dan dinamik (yang tidak mengeluarkan tenaga terlalu banyak) seperti berenang,jogging, jalan cepat dan bersepeda. c. Menghentikan kebiasaan merokok d. Menjaga kestabilan berat badan, menghindarkan kelebihan berat badan maupun obesitas, tetapi usahakan jangan menurunkan berat badan dengan menggunakan obat-obatan karena umumnya obat penurun berat badan dapat menaikkan tekanan darah. 3. Konsep Penyuluhan Kesehatan a. Pengertian Penyuluhan dalam arti umum adalah Ilmu sosial yang mempelajari tentang proses perubahan perilaku pada individu serta masyarkat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai yang diharapkan. Penyuluhan kesehatan juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk pendidikan kepada masyarakat. Penyuluhan kesehatan merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat untuk melakukan suatu komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat suatu keputusan yang benar menurut Adrianto. Menurut Subejo penyuluhan adalah proses perubahan perilaku di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau, dan mampu melakukan perubahan demi meningkatnya pencapaian produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahtraannya. Menurut Brain penyuluhan kesehatan adalah gabungan dari berbagai kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok, atau masyarkat secara keseluruhan yang ingin hidup sehat, tahu bagiamana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan. Dari pengertian di atas bahwa pengertian penyuluhan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan atau mempengaruhi orang lain, baik, individu, kelompok, atau masyarkat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat. b. Tujuan Penyuluhan Kesehatan Tujuan penyuluhan kesehatan merupakan suatu yang dominan yang akan dituju dari kesehatan. Penyuluhan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain: 1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarkat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta peran aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. 2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarkat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental, dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. 3. Agar orang mampu menerapkan masalah kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami apa yang mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dan mampu memutuskan kegiatan yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat. Selengkapnya...

SKRIPSI KEBIDANAN KEPERAWATAN TAHUN 2017: PENGARUH TERAPI PROGRESIF TERHADAP DISMENORE PRIMER PADA MAHASISWI PRODI DIII KEBIDANA

BUTUH SKRIPSI KEBIDANAN KEPERAWATAn TERSEDIA BAB 1,2,3,45 + daftar pustaka murah HUB : HP/WA 081225300100
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebagian wanita, ada kalanya menstruasi sebagai momok yang kehadirannya membuat rasa cemas manakala timbul rasa nyeri yang tak tertahankan ketika menstruasi tiba. Kondisi ini dikenal sebagai nyeri menstruasi atau dismenore, yaitu nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktivitas sehari-hari (Proverawati, 2009). Menstruasi adalah masa perdarahan yang terjadi pada perempuan secara rutin setiap bulan selama masa suburnya kecuali apabila terjadi kehamilan. Pada saat menstruasi, darah yang keluar sebenarnya merupakan darah akibat peluruhan dinding rahim (endometrium). Darah mentruasi tersebut mengalir dari rahim menuju leher rahim, untuk kemudian keluar melalui vagina. Dismenore merupakan menstruasi yang disertai dengan rasa sakit yang hebat dan kram. dismenore juga terdiri dari 2 jenis, yaitu dismenore primer dan sekunder, dismenore primer adalah dismenore yang terjadi sejak pertama kali datang haid yang disebabkan oleh faktor intrinsik uterus dan berhubungan erat dengan ketidakseimbangan hormon steroid seks ovarium tanpa adanya kelainan organik dalam pelvik (Najmi Laila, 2011). Pada dismenore sekunder, lebih sering ditemukan pada usia tua dan nyeri haid muncul setelah 2 tahun mengalami siklus haid teratur, nyeri di mulai saat haid meningkat bersamaan pada keluarnya darah haid. Sering ditemukan kelainan ginekologi. Pengobatannya sering sekali memerlukan tindakan operatif (Baziad, 2008). Menstruasi terjadi saat lapisan dalam dinding rahim luruh dan keluar dalam bentuk yang dikenal dengan istilah darah menstruasi. Dalam keadaan normal, setiap bulan seorang wanita yang telah memasuki usia subur akan melepaskan sel telur (ovum). Ovum akan dihasilkan dan dilepaskan oleh indung telur (ovarium). Ovum yang dilepaskan tersebut akan berjalan masuk ke dalam rahim melalui saluran telur ( Proverawati, 2009). Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia (Proverawati, 2009). Potter & Perry (2005), menyatakan nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja ketika seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri. Secara umum nyeri digambarkan sebagai keadaan yang tidak nyaman, akibat dari ruda paksa pada jaringan terdapat pula yang menggambarkan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensional atau menggambarkan suatu istilah kerusakan (Judha, 2012). Dismenore (dysmenorrhea) berasal dari bahasa yunani. Kata dys yang berati sulit, nyeri, abnormal; meno yang berati bulan; dan orrhea yang berarti aliran. Dismenore adalah kondisi yang terjadi sewaktu haid / menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul. Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat menstruasi. Namun, istilah dismenore hanya dipakai bila nyeri begitu hebat sehingga mengganggu aktivitas dan memerlukan obat-obatan (Sukarni, 2013) Dismenore yang sering terjadi adalah dismenore fungsional (wajar) yang terjadi pada hari pertama atau menjelang hari pertama akibat penekanan pada kanalis servikalis (leher rahim). Biasanya dismenore akan menghilang atau membaik seiring hari berikutnya menstruasi. Dismenore yang non fungsional (abnormal) menyebabkan nyeri hebat yang terus menerus, baik sebelum, sepanjang menstruasi bahkan sesudahnya (Judha, 2012). Mengatasi nyeri dan sakit saat menstruasi dapat pula dilakukan dengan metode alami, yakni relaksasi caranya adalah dengan menenangkan pikiran. Chen (2009) menyatakan bahwa relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat kecemasan dan nyeri dengan latihan yang dilakukan setiap hari dengan tiap sesi selama 40 menit. Tinggalkan sejenak segala masalah, ambil nafas dalam-dalam tahan selama lima detik, lalu hembuskan secara perlahan-lahan hingga habis. Akan tetapi jika kita rileks maka kita akan menempatkan tubuh kita pada posisi yang sebaliknya. Otot tidak tegang serta tidak memerlukan banyak oksigen (Najmi, 2011). Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar, lebih dari 50% wanita mengalaminya Swedia 72% Amerika Serikat 60%. Angka kejadian (prevalensi) dismenore berkisar 45-95% dikalangan wanita usia produktif dimana angka ini diasumsikan dari berbagai gejala belum dilaporkan banyak wanita membeli obat sendiri dan tidak berkunjung ke dokter (Abidin, 2004). Angka kejadian dismenore di indonesia sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% diemenore primer dan 9,36% dismenore sekunder sedangkan jawa tengah tahun 2013 angka kejadian dismenore sebesar 56 % (info sehat, 2013). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada mahasiswi di kampus Akbid Xxxx pada tanggal 28 januari 2015 dengan jumlah 69 mahasiswi yang tinggal di asrama, kemudian tingkat II yang tinggal di asrama saat studi pendahuluan sebanyak 36 orang diambil 10 mahasiswi yang mengalami dismenore, dari 10 mahasiswi tersebut 4 diantaranya mengkonsumsi obat-obat anti nyeri seperti (asam mefenamat), dan 6 diantaranya membiarkan saja rasa nyeri dismenore tersebut hilang dengan sendirinya 10 dari mahasiswi tersebut tidak mempunyai riwayat kelainan saat menstruasi. Melihat latar belakang tersebut maka peneliti tertarik mengambil studi kasus dengan judul “Pengaruh Terapi Progresif terhadap Dismenore Primer pada mahasiswi DIII Kebidanan Xxxx”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu ”Adakah pengaruh terapi progresif terhadap dismenore primer pada mahasiswa DIII Kebidanan Xxxx?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh terapi progresif terhadap dismenore primer pada mahasiswa DIII Kebidanan Akademi Kebidanan Xxxx. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan nyeri dismenore sebelum dilakukan terapi pada mahasiswi DIII Kebidanan Xxxx. b. Mendeskripsikan nyeri dismenore sesudah dilakukan terapi pada mahasiswi DIII Kebidanan Xxxx. c. Menganalisis pengaruh nyeri dismenore sebelum dan sesudah dilakukan terapi pada mahasiswi DIII Kebidanan Xxxx. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi responden Hasil penelitian ini mampu menambah pengetahuan terhadap pencegahan dismenore primer pada mahasiswi dengan menggunakan terapi progresif. 2. Bagi peneliti Dapat dijadikan referensi dan memberikan informasi tentang pengaruh terapi progresif terhadap dismenore primer. 3. Bagi Institusi Hasil penelitian ini dapat menambah referensi yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan terhadap dismenore primer. 4. Bagi profesi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam memberikan pelayanan dan penanganan masalah kesehatan reproduksi terutama untuk mengurangi terjadinya dismenore primer pada remaja putri E. Keaslian Penelitian No Peneliti Judul Penelitian metode hasil perbedaan 1. Efebruar Wedoanik, 2009 Pengaruh terapi musik terhadap tingkat dismenore pada remaja putri di SMK Pati Unus Kecamatan Karangawen Kabupaten demak. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan penelitian non equivalent Control group design. Hasil penelitian ini menunjukan intensitas nyeri sebelum diberikan terapi musik yang paling banyak dan hebat, sedangkan sesudah diberi terapi musik yang paling banyak pada nyeri ringan dan sedang, uji statistic menggunakan T-dependent test. Diketahui ada pengaruh terapi music terhadap tingkat dismenore. 1. Penelitian dahulu variabel dependen: dismenore. Variabel independen terapi music. Sampel 21 remaja yang mengalami haid di tingkat SMA (SMA Pati Unus Karangawen). 2. Penelitian sekarang variabel dependen: dismenore. Independen: terapi progresif 2. Suliman, 2008 Pengaruh pemberian komunikasi terhadap pengetahuan remaja putri tentang menstruasi dan disminore di SMA Muhammadiyah Palembang tahun 2008 Jenis penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan penelitian pre-post test design, pengambilan sampel dilakukan secara random sampling dengan menggunakan teknik sample random sampling. Hasil analisa data menunjukan bahwa ada hubungan bermakna antara pemberian komunikasi interpersonal dengan pengetahuan remaja putri tentang menstruasi dan dismenore dimana nila p < 0,05 (pvalue=0,000), hasil analisa data menunjukan bahwa ada hubungan bermakna antara pemberian interpersonal dengan pengetahuan remaja putri tentang menstruasi dimana nilai p<0,005 (0,000). Sedangkan pada sikap remaja putri tentang dismenore menurut hasil analisa data menunjukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pemberian komunikasi interpersonal dengan sikap remaja putrid terhadap dismenore dimana nilai p>0,05 (p value=0,269). 1. Penelitian dahulu, variable dependen: pengaruh menstruai dan dismenore. Variable independen: pemberian komunikasi terhadap pengetahuan remaja putrid tahun 2008. Populasi sebanyak 130 dan sampel sebanyak 100 siswa SMA. 2. Penelitian sekarang variable dependen: dismenore. Independen: terapi progresif. 3. Dwi Candra Mardian, 2011 Hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku remaja putri dalam mengatasi dismenohea di MTS desa jogoloyo Demak Analitik korelasi Terdapat hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku remaja putri dalam mengatasi dismenorhea Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sekarang yaitu pada judul penelitian, waktu penelitian, tempat penelitian, metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analitik korelasi, variable penelitian teknik pengambilan sampel dengan menggunakan random sampling. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Menstruasi a. Pengertian Menurut Najmi Laila, 2011 menstruasi adalah masa perdarahan yang terjadi pada perempuan secara rutin setiap bulan selama masa suburnya kecuali apabila terjadi kehamilan. Pada saat menstruasi, darah yang keluar sebenarnya merupakan darah akibat peluruhan dinding rahim (endometrium). Darah mentruasi tersebut mengalir dari rahim menuju leher rahim, untuk kemudian keluar melalui vagina (Najmi Laila, 2011). Menstruasi terjadi saat lapisan dalam dinding rahim luruh dan keluar dalam bentuk yang dikenal dengan istilah darah menstruasi. Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia. Siklus menstruasi merupakan waktu sejak hari pertama menstruasi sampai datangnya menstruasi periode berikutnya (Wiknjosastro, 2005; Octaria, 2009). Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Siklus menstruasi pada wanita normalnya berkisar antara 21 – 35 hari. Hanya 10 – 15 % wanita yang memiliki siklus menstruasi 28 hari dengan lama menstruasi 3 –5 hari, ada yang 7 – 8 hari. Setiap hari ganti pembalut 2 – 5 kali. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stres, genetik dan gizi (Wiknjosastro, 2005; Octaria, 2009). Siklus menstruasi dipengaruhi oleh beberapa hormon yang diproduksi oleh tubuh yaitu Luteinizing Hormon (LH), Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan Estrogen. Siklus juga dipengaruhi oleh kondisi psikis sehingga bisa maju dan mundur. Masa subur ditandai oleh kenaikan LH secara signifikan sesaat sebelum terjadinya ovulasi. Kenaikan LH akan mendorong sel telur keluar dari ovarium menuju tuba falopii. Di dalam tuba falopii ini dapat terjadi pembuahan oleh sperma. Masa inilah yang disebut masa subur, yaitu bila sel telur ada dan siap untuk dibuahi. Sel telur berada dalam tuba falopi selama kurang lebih 3 – 4 hari namun hanya sampai umur 2 hari masa yang paling baik untuk dibuahi, setelah itu mati (Wiknjosastro, 2005). Lama keluarnya darah menstruasi bervariasi, pada umumnya 4 – 6 hari, tetapi antara 2 – 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-fragmen pengelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya menstruasi berwujud cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Darah menstruasi tetap berwujud cair dan tidak membeku disebabkan oleh sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam endometrium. Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi berkisar antara 25 – 60 ml (Heffner; 2008). b. Dismenore Dismenore (dysmenorrheal) berasal dari bahasa yunani. Kata dys yang berati sulit, nyeri, abnormal; meno yang berati bulan; dan orrhea yang berarti aliran. Dismenore adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid / menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul (Judha, 2009). Dismenore adalah nyeri pada daerah panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi. Penyebab nyeri berasal dari otot rahim, otot rahim dapat berkontraksi dan relaksasi. Saat menstruasi kontraksi lebih kuat, kontraksi yang terjadi adalah akibat suatu zat yang namanya prostaglandin. Prostaglandin dibuat oleh lapisan dalam dari rahim. Hal ini dapat menjelaskan mengapa sakit cenderung berkurang setelah beberapa hari pertama menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009). Ada berbagai macam teori yang mencoba untuk menjelaskan mengapa bisa timbul dismenore. Teori yang paling mendekati adalah yang menyatakan bahwa saat menjelang menstruasi tubuh wanita menghasilkan suatu zat yang disebut prostaglandin. Zat tersebut mempunyai fungsi yang salah satunya adalah membuat dinding rahim berkontraksi dan pembuluh darah sekitarnya terjepit (kontraksi) yang menimbulkan iskemi jaringan. Intensitas kontraksi ini berbeda-beda tiap individu dan bila berlebihan akan menimbulkan nyeri saat menstruasi. Selain itu prostaglandin juga merangsang saraf nyeri di rahim sehingga menambah intensitas nyeri. Prostaglandin juga bekerja diseluruh tubuh, hal ini menjelaskan mengapa ada gejala-gejala yang menyertai nyeri saat menstruasi. Hampir semua perempuan pasti pernah merasakan nyeri menstruasi (dismenore) dengan berbagai tingkatan, mulai dari yang sekedar pegal-pegal di panggul dari sisi dalam hingga rasa nyeri yang luar biasa sakitnya. Umumnya nyeri yang biasa terasa dibawah perut itu terjadi pada hari pertama dan kedua menstruasi. Rasa nyeri akan berkurang setelah keluar darah yang cukup banyak. Secara alamiah, penyebab nyeri menstruasi bermacam-macam, dari meningkatnya hormon prostaglandin sampai dengan perubahan hormonal ketika mulai menstruasi, dan bahkan kecemasan yang berlebihan. Bila dilihat dari faktor penyebabnya, nyeri menstruasi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu nyeri menstruasi primer dan sekunder. Faktor penyebab nyeri menstruasi primer tidak diketahui dengan pasti, tetapi untuk nyeri menstruasi sekunder, hampir sebagian besar disebabkan oleh kelainan dalam organ panggul, seperti endometriosis, infeksi, kelainan rahim sampai dengan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (Proverawati & Misaroh, 2009). Penyebab dismenore bermacam-macam, bisa karena penyakit (radang panggul), endometriosis, tumor atau kelainan uterus, selaput dara atau vagina tidak berlubang, stres atau cemas yang berlebihan. Penyebab lain dari dismenore diduga terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan tidak ada hubungan dengan organ reproduksi (Judha & Sudarti, 2012). c. Dampak fisik dan psikososial pada remaja akibat dismenore Dismenore adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan nyeri dan mengganggu aktivitas seseorang, baik dari segi fisik maupun segi psikososialnya. Menurut Maramis (2004) dampak yang muncul ketika remaja puri mengalami dismenore adalah: 1) Fisik Gangguan mobilitas : adanya dismenorea mangakibatkan seseorang dapat mengalami nyeri perut, selain itu juga sering terjadi nyeri panggul, sakit kepala, mual, muntah, diare bahkan ada beberapa remaja yang pingsan ketika mengalami dismenorea tersebut, aktivitas remaja harus beristirahat dalam jangka waktu yang lama. 2) Psikososial Yang tergolong psikososial antara lain : a) Kecemasan Kecemasan remaja pada dismenore biasanya ditandai dengan adanya perasaan khawatir, gugup, rasa tidak aman, takut, keringat dingin pada telapak tangan, kebingungan, menangis, dan gelisah. b) Iriabilitas atau sensitif Iriabilitas ditandai dengan remaja yang suka marah-marah, terasa terasing, menolak saran yang diberikan, mudah tersinggung, sering menyindir dan tidak bergabung sama orang lain. c) Stres Dismenore juga bisa mengakibatkan remaja mengalami stres yang cukup berat, karena ketika mengalami dismenore remaja kadang merasa kebimbangan, bosan terjadi konflik antara tugas dan belajar dan istirahat serta tidak bisa berkonsentrasi sehingga remaja merasa sulit untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. d) Depresi Akibat yang paling menghawatirkan yang terjadi pada remaja adalah remaja mengalami sedih yang berkepanjangan, tidak ada harapan putus asa, merasa tidak berguna, tidak bisa tidur, kurang bersemangat dalam melakukan tugas apapun. d. Klasifikasi dismenore Dismenore dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya atau sebab yang dapat diamati. 1) Dismenore berdasarkan jenis nyeri a) Dismenore spasmodik Dismenore spasmodik adalah nyeri yang di rasakan di bagian bawah perut dan terjadi sebelum atau segera setelah haid dimulai. Dismenore spsmodik dapat dialami oleh wanita muda maupun wanita berusia 40 tahun keatas. Sebagian wanita yang mengalami dismenore spasmodik, tidak dapat melakukan aktivitas. Tanda dismenore spasmodik antara lain: (1) Pingsan (2) Mual (3) Muntah b) Dismenore kongestif Dismenore kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid datang. Gejala yang ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Pada saat haid datang, tidak terlalu menimbulkan nyeri. Bahkan setelah hari pertama haid, penderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik. Gejala yang timbul pada dismenore kongestif antara lain: (1) Pegal (pegal pada bagian paha) (2) Sakit pada daerah payudara (3) Lelah (4) Mudah tersinggung (5) Kehilangan keseimbangan (6) Ceroboh (7) Gangguan tidur 2) Dismenore berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab a) Dismenore primer Dismenore primer terjadi sesudah 12 bulan atau lebih pasca menarce (menstruasi yang pertama kali). Hal itu karena siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah menarce biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun beberapa kasus dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah kejang yang berjangkit, biasanya terbatas di perut bawah, tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan paha. Nyeri dapat disertai mual, muntah, sakit kepala, dan diare. Menstruasi yang menimbulkan nyeri pada remaja sebagian besar disebabkan oleh dismenore primer. Ada beberapa faktor yang dikaikan dengan dismenore primer yaitu prostaglandin uterine yang tinggi, aktivitas uteri abnormal, dan faktor emosi/psikologis. Belum diketahui dengan jelas bagaimana prostaglandin bisa menyebabkan dismenorea tetapi diketahui bahwa wanita dengan dismenorea mempunyai prostaglandin yang 4 kali lebih tinggi daripada wanita tanpa dismenorea. Dismenorea primer biasanya timbul pada hari pertama atau kedua dari menstruasi. Nyerinya bersifat kolik atau kram dan dirasakan pada abdomen bawah. Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab disminore, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Beberapa faktor yang berperan sebagai penyebab dismenore adalah : a. Faktor kejiwaan. Pada remaja puteri yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore. b. Faktor konstitusi. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore. c. Faktor endokrin. Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenore disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. d. Faktor Alergi. Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migraine atau asma bronkhiali. Smith menduga bahwa sebab dari alergi ialah toksin haid. Dalam penelitian ke depan, ternyata etiologi dismenore primer yang paling berperan adalah adanya peningkatan kadar prostaglandin (Wiknjosastro, 2008). b) Dismenore sekunder Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital atau kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja. Rasa nyeri yang timbul disebabkan karena adanya kelainan pelvis, misalnya endimetriosis, mioma uteri (tumor jinak kandungan), stenosis servik, dan malposisi uterus. Dismenore yang timbul dapat dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum usia 20 tahun, tetapi jarang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah menarce. Dismenore merupakan nyeri bersifat kolik dan dianggap disebabkan oleh kontraksi uterus oleh progesteron yang dilepaskan saat pelepasan endometrium. Nyeri yang hebat dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, seringkali disertai mual pada sebagian perempuan. 3) Menurut Horlow (1996), faktor-faktor resiko berikut ini berhubungan dengan episode dismenore yang berat a) Menstruasi pertama pada usia sangat dini < 11 tahun (earlier age of dysmenorrhea) Pada usia < dari 11 tahun jumlah folikel-folikel ovary primer masih dalam jumlah sedikit sehingga produksi estrogen masih sedikit juga (Judha & Sudarti, 2012). b) Kesiapan dalam menghadapi menstruasi Kesiapan sendiri lebih banyak dihubungkan dengan faktor psikologis. Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri sendiri dapat tergantung pada latar belakang pendidikan penderita. Pada dismenore, faktor pendidikan dan faktor psikologis sangat berpengaruh. Nyeri dapat ditimbulkan atau diperberat oleh keadaan psikologis penderita. Seringkali setelah perkawinan dismenore hilang, dan jarang menetap setelah melahirkan, mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikis (Sarwono, 2011). c) Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods) Selengkapnya...

Selasa, 30 Agustus 2016

SKRIPSI TERBARU 2016: HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN IBU BALITA MELAKSANAKAN IMUNISASI DASAR LENGKAP DI DESA

LENGKAB BAB 12345+ DAFTAR PUSTAKA + KUESIONER MURAH HUB : Nurul Hp. 081225300100

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan anak di dunia, khususnya di negara yang sedang berkembang masih tergolong rendah. 11 juta anak di bawah 5 tahun meninggal setiap tahunnya. Empat juta dari anak ini masih berusia di bawah 1 bulan. Sedang jutaan lainnya hidup dengan gangguan kesehatan seperti menderita penyakit polio, diare, cacat bawaaan dan perkembangan seperti lambat berjalan dan bicara. Kematian anak ini, umumnya dipicu oleh faktor yang masih bisa dicegah, seperti kurang gizi dan infeksi misalnya infeksi saluran Pernafasan dan infeksi saluran pencernaan (Partiwi, 2009). Penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya.Vaksinasi terhadap 7 penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang antara lain BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Muhammad, 2008). Angka Kematian Bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian dari 10,5 juta per tahun terjadi akibat penyakit infeksi yang bisa dicegah dengan imunisasi. Seperti pneumococcus (28 %), campak (21 %), tetanus (18%), rotavirus penyebab diare (16%), dan hepatitis B (16%). Dari data WHO ini diperkirakan setidaknya 50% angka kematian di Indonesia bisa dicegah dengan imunisasi dan Indonesia termasuk sepuluh besar negara dengan jumlah terbesar anak tidak tervaksinasi (WHO, 2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, di Indonesia cakupan imunisasi BCG sebesar 86,9%, imunisasi campak sebesar 81,6%, imunisasi Polio sebesar 71%, imunisasi DPT sebesar 67,7%, dan imunisasi Hepatitis B sebesar 62,8%, sedangkan cakupan imunisasi lengkap sebesar 46,2% (Depkes RI, 2013). Di Propinsi Jawa Tengah sendiri pencapaian program imunisasi dasar lengkap sudah cukup tinggi bila dilihat dari cakupan jenis imunisasi di mana 306.221 orang bayi yang menjadi sasaran, diketahui bahwa yang mendapat imunisasi BCG sebesar 286.215 orang (93,47%), imunisasi DPT1+HB1 sebesar 295.499 orang (96,50%), imunisasi DPT3+HB3 sebesar 277.239 orang (90,54%), imunisasi Polio3 sebesar 286.359 orang (93,51%), imunisasi campak sebesar 282.550 orang (92,27%), dan imunisasi hepatitis B3 sebesar 142.235 orang (46,45%) (Dinkes Jateng, 2014). Kabupaten Pemalang pencapaian program imunisasi dasar lengkap dengan cakupan sebesar 14.530 orang bayi, diketahui bahwa yang mendapat imunisasi BCG sebesar 13.320 orang (91,67%), imunisasi DPT1+HB1 sebesar 13.665 orang (94,05%), imunisasi DPT3+HB3 sebesar 13.269 orang (91,32%), imunisasi Polio3 sebesar 13.190 orang (90,78%), imunisasi campak sebesar 12.832 orang (87%), dan imunisasi Hepatitis B3 sebesar 9.835 orang (67,69 %) (Dinkes Kabupaten Pemalang, 2014). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar membuat antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Hepatitis B, Campak dan melalui mulut seperti polio (Hidayat, 2012). Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal pada penyakit tertentu. Kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya terdapat kadar antibodi yang tinggi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, dan waktu antara pemberian imnunisasi. Keefektifan imunisasi tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak (Chichie, 2010). Jadwal imunisasi dari Depkes (2009) imunisasi dasar diberikan pada usia 0-9 bulan. Imunisasi BCG diberikan 1 kali pada usia 0-1 bulan, imunisasi Hepatitis B diberikan sebanyak 4 kali pada usia 0-4 bulan. HB0 diberikan pada usia 0-7 hari, HB 1 diberikan pada usia 2bulan, HB 2diberikan pada usia 3 bulan, HB 3 diberikan pada usia 4 bulan Imunisasi Polio diberikan sebanyak 4 kali pada usia 0-4 bulan. Imunisasi Polio 0 diberikan pada usia 0-1 bulan, imunisasi Polio 1 diberikan pada usia 2 bulan, imunisasi Polio 2 diberikan pada usia 3bulan, imunisasi Polio 3 diberikan pada usia 4bulan. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali pada usia 2 – 4bulan. Imunisasi DPT 1 diberikan pada usia 2bulan, imunisasi DPT 2 diberikan pada usia 3bulan, imunisasi DPT 3 diberikan pada usia 4 bulan. Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan (Muhammad,2008). Cakupan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) dalam dua tahun belakangan ini telah meningkat menjadi 72-80,8% 68 kabupaten /kota dan 90% secara nasional, sehingga dampak kematian anak kerena penyakit infeksi telah turun dari 58/1.000 kelahiran menjadi 29/1.000 kelahiran. Indonesia akan ditetapkan sebagai negara bebas polio pada tahun 2010, karena keberhasilan pemerintah mengatasi polio liar beberapa tahun lalu. Namun disamping itu, Indonesia juga telah berhasil mencapai terget MDGs (Millennium Development Goas) karena cakupan Universal Child Immunization (UCI) 90% (IDAI, 2008). Keberhasilan seorang bayi dalam mendapatkan 5 jenis imunisasi dasar tersebut diukur melalui indikator imunisasi dasar lengkap. Capaian indikator ini di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 90,00%. Angka ini telah memenuhi target Renstra pada tahun 2013 yang sebesar 88%. Dengan demikian terdapat 15 provinsi (45,45%) yang telah memenuhi target Renstra tahun 2013. Kesibukan orang tua, kurang sosialisasi dari pemerintah serta budaya setempat yang masih mengandalkan dukun menjadi faktor yang mempengaruhi kepatuhan orang tua untuk memberikan imunisasi pada bayinya. Kepatuhan merupakan suatu permasalahan bagi semua disiplin perawatan kesehatan (Basaria, 2007). Kepatuhan dalam mengimunisasikan anak sangatlah penting untuk kesehatan anak dalam tahap tumbuh kembang (Arifin, 2011) Data yang didapat dari buku laporan Puskesmas Watukumpul tahun 2015 yaitu diperoleh data jumlah bayi yang terdaftar sebanyak 76 balita. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Mei 2016 dengan menggunakan wawancara untuk mengukur perilaku dan kepatuhan ibu melaksanakan imunisasi terhadap 10 ibu dan balitanya, diperoleh 6 ibu tidak patuh melaksanakan imunisasi dasar secara lengkap pada balitanya karena ibu merasa anaknya sehat-sehat saja dan tidak memerlukan imunisasi secara komplit kalau nanti sakit baru dibawa ke rumah sakit. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar ibu tidak melaksanakan imunisasi dengan patuh meskipun bidan desa sudah aktif dalam memberikan informasi jadwal imunisasi bagi anaknya. 4 ibu balita patuh melaksanakan imunisasi balitanya secara lengkap karena ibu mempunyai pandangan bahwa imunisasi adalah hak anak sehingga ibu patuh memenuhi anjuran dari tenaga kesehatan. Sesibuk apapun urusan diluangkan waktu untuk melakukan imunisasi pada anaknya sesuai jadwal imunisasi lengkap. Berdasarkan uraian diatas peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana “HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN IBU BALITA MELAKSANAKAN IMUNISASI DASAR LENGKAP DI DESA XXXX”. B. Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini adalah “adakah Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Ibu Balita melaksanakan Imunisasi Dasar Lengkap di Desa XXXX?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan Pengetahuan dengan kepatuhan ibu balita melaksanakan imunisasi dasar lengkap di Desa XXXX. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan Pengetahuan ibu balita melaksanakan imunisasi dasar lengkap di Desa XXXX b. Mendeskripsikan kepatuhan ibu balita melaksanakan imunisasi dasar lengkap di Desa XXXX c. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan ibu balita melaksanakan imunisasi dasar lengkap di Desa XXXX. D. Manfaat 1. Bagi Ilmu Institusi Pendidikan Menambah wawasan dan informasi bagi mahasiswa dalam ilmu kebidanan khususnya tentang hubungan pengetahuan dengan kepatuhan ibu balita melaksanakan imunisasi dasar lengkap di Desa XXXX 2. Bagi Puskesmas Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi dalamcakupan yang diperoleh pada saat posyandu sehingga dapat ditindaklanjuti dalam upaya peningkatan cakupan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap 3. Bagi Masyarakat Masyarakat dapat memproleh tambahan pengetahuan kesehatan yang berguna untuk meningkatkan perilaku kesehatan balita khususnya melaksanakan imunisasi dasar lengkap 4. Bagi Peneliti Menambah pengalaman dalam penelitian serta sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan. 5. Bagi Peneliti Lain Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya, serta referensi untuk penelitian selanjutnya. E. Originatas Penelitian Tabel 1.1 Originatas Penelitian No. Judul Penelitian Peneliti Desain Penelitian Hasil Perbedaan 1. Hubungan pengetahuan ibu tentang posyandu dengan frekuensi kunjungan ke posyandu di Desa Kertayasa Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Iskandar Akbar arifin 2010 Kuantitatif, observasional, cross sectional, stratified random sampling Ada hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang posyandu dengan frekuensi kunjungan ke posyandu di Desa Kertayasa Kecamatan Mandireja Kabupaten Banjarnegara Pada jumlah variabel 2. Hubungan antara pengetahuan ibu, status tingkat sosial dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Delan Astriansyah 2011 Kuantitatif, cross sectional Ada Hubungan antara pengetahuan ibu, status tingkat sosial dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Pada variabeldependen kunjungan balita Selengkapnya...

SKRIPSI TERBARU 2016 : EFEKTIFITAS JUS BUAH MENTIMUN DAN JUS BUAH SIRSAK TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI

MAU LEBIH LENGKAP BAB 12345 + DAFTAR PUSTAKA BERGUNA UNTUK REFERENSI HUB: 081225300100

BAB I
PENDAHULUAN

F. Latar Belakang

Diera globalisasi ini banyak Perubahan yang menuju ke arah masyarakat industri memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, dapat memacu meningkatnya penyakit tidak menular seperti hipertensi (Bustan, 2007). Perubahan dalam pola gaya hidup dari epidemiologi penyakit yang beralih ke peningkatan tekanan darah. Prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti hipertensi, stroke, kanker dan sebagainya, meningkat yang ditunjukkan dengan adanya kecenderungan perubahan pola kesakitan dan pola penyakit utama penyebab kematian, dimana terdapat penurunan prevalensi penyakit infeksi (Bustan, 2007). Tekanan Darah yaitu tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruhan anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya terdapat dan angka yang akan muncul. Contohnya, 140/90, maka artinya 140/90 mmHg (Corwin, 2009). Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang banyak diderita bukan hanya oleh usia lanjut saja, bahkan saat ini juga menyerang orang dewasa muda (Darmojo, 2001). Hipertensi merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh banyak orang khususnya masyarakat. Hipertensi merupakan akibat dari pola hidup yang salah dan beban fikiran yang semakin meningkat. Hipertensi tidak lagi diderita dari kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja. Dari hasil Riskedas 2013 lebihdari 25% orang Indonesia yang berusia di atas 18 tahun menderita penyakit darah tinggi (hipertensi). Namun, yang mengkhawatirkan, dari jumlah tersebut, yang menyadari menderita hipertensi (melalui diagnosis tenaga kesehatan dan atau meminum obat) tidak sampai 10%. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Propinsi JawaTengah, tahun 2014 sebesar 1,96% menurun bila dibanding dengan tahun 2015 sebesar 2,00%. Penderita hipertensi kebanyakan itu berada di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan dengan prevelensi 31% vs 23,75, kenaikan prevelensi tersebut mungkin disebabkan kurangnya kesadaran, pengetahuan masyarakat untuk menjaga kesehatan dan prilaku hidup yang tidak sehat.Jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia mencapai 972 juta jiwa pada tahun 2011. Sebanyak 330 juta, sisanya kurang dari 600 juta berada di Negara yang sedang berkembang termasik Indonesia. Data WHO dalam 2010 dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 225 mendapatkan pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Tahun 2011 di Indonesia banyaknya penderita hipertensi 15 juta orang dewasa dan lansia, tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Kerusakan yang disebabkan dari hipertensi dapat berakibat fatal yang menimbulkan kompikasi berupa serangan jantung, stroke, perdarahan dan gangguan ginjal. Prevelensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%. Data secara nasional yang belum lengkap , sebagian besar pendererita hipertensi di Indonesia yang belum terdeteksi, sementara mereka tidak terdeteksi umunmnya tidak menyadari kondisi penyakitnya ( Depkes RI, 2007 ). Penyakit hipertensi terjadi penurunan dari 31,7persentahun 2007 menjadi 25,8 persentahun 2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat penguku rtensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat kefasilitas kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah di diagnosisnakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6persentahun 2007 menjadi 9,5 persentahun 2013. Berdasarkan hasil (90%) kasus hipertensi merupakan hipertensi primer, yang tidak diketahui penyebabnya Akibat dari hal tersebut tidak semua penderita hipertensi memerlukan obat anti hipertensi. Upaya pengobatan yang lebih penting dilakukan adalah mengeliminasi faktor risiko yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi tersebut. prinsipnya ada dua macam terapi yang bisa dilakukan untuk mengobati penyakit hipertensi, yaitu terapi farmakologi dengan menggunakan obat, dan terapi nonfarmakologi yaitu dengan modifikasi pola hidup sehari-haridan kembali keproduk alami(back to nature). Mengacu pada konsep back to nature yaitu dengan menggunakan bahan lokal yang banyak terdapat di masyarakat, karena bahan tersebut kaya akan antioksidan dan kalium dalam bentuk jus buah sebagai upaya menurunkan tekanan darah penderita hipertensi yang ditunjukkan dengan grafik penurunan tekanan darah (Bangun,2003). Ramuan tradisional yang sangat popular dimasyarakat Indonesia sangat banyak. Masing-masing daerah memiliki ramuan-ramuan khusus untuk pengobatan tradisional, sesuai dengan lingkungan alamnya yang memiliki berbagia kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satu produk alami tersebut adalah buah sirsak dan mentimun yang banyak terdapat di masyarakat. mentimun sudah sejak dulu digunakan sebagai obat tradisional yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Buah ini mengandung kadar kalium tinggi dan natrium rendah, sehingga sesuai dikonsumsi oleh penderitahi pertensi ( Wulandari 2012 ). Pengobatan hipertensi ada dua jenis yaitu non farmokologi dan farmokologi, salah satu pengobatan non farmokologi yaitu jus buah sirsak dan jus mentimun. Sirsak adalah buah yang memiliki banyak sekali kandungan penting di dalamnya. Buah sirsak terdiri dari 67,5 persen daging buah, 20 persen kulit buah, 8,5 persen biji buah , dan empat persen inti buah. Ia juga mengandung gizi yang tinggi,annonaine,serta asimilobine. Sirsak terbukti mampu menurunkan tekanan darah tinggi. Mentimun ( Cucumis sativus) sejak dulu di kenal oleh masyarakat Indonesia sebagai pelengkap bahan makanan yang berupa; lalapan, campuran pecel, bahan acar, ataupun juga diolah menjadi minuman segar. Kadungan mentimun adalah; protein, lemak, karbohidrat. Buah tanaman merambat ini juga mengandung kalsium, zat besi, magnesium, fosforus, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin C. Biji timun sendiri mengandung racun alkoloid jenis hipoxanti, yang berfungsi untuk mengobati cacingan. Mentimun dapat bermanfaat bagi kesehatan yang penggunaannya bisa dariluar maupun dari dalam dimakan atau diminum (Kholis, 2011). Dari hasil data dipuskesmas kedung mundu kelurahan sambiroto didapatkan jumlah penderita hipertensi pada bulan Januari 2013 sampai Mei 2014 adalah laki – laki dan perempuan jumlah total 585 orang yang menderita hiperteni. Peneliti akan mengambil responden dari RT 07 RW 02 sejumlah 30 responden. Melihat potensi dari kalangan masyarakat umum, buah sirsak dan buah mentimun sudah lazim dikomsumsi untuk sekedar pelengkap hidangan dan dimanfaatkan untuk pengobatan alternative pengobatan penurunan darah. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas pemberian jus buah mentimun dan jus buah sirsak terhadap penurunan tekanan darah. G. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan efektifitas antara jus buah mentimun dan jus buah sirsak terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi H. TujuanPenelitian 1. TujuanUmum Mengetahui Efektifitas jus buah mentimun dan jus buah sirsak terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi. 2. TujuanKhusus a. Mendiskripsikan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian jus buah mentimun pada pasien hipertensi di kelurahan sambiroto RT 07 RW 02 Semarang. b. Mendiskripsikan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian jus buah sirsak pada pasien hipertensi di kelurahan sambiroto RT 07 RW 02 Semarang. c. Menganalisis perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian jus buah mentimun pada pasien hipertensi di kelurahan sambiroto RT 07 RW 02 Semarang. d. Menganalisis perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian jus buah Sirsak pada pasien hipertensi di kelurahan sambiroto RT 07 RW 02 Semarang. e. Menganalisis perbedaan tekanan darah antara pemberian jus buah mentimun dan jus buah sirsak pada pasien hipertensi di kelurahan sambirotoRT 07 RW 02 Semarang. f. Menganalisis efektifitas tekanan darah antara pemberian jus buah mentimun dan jus buah Sirsak pada pasien hipertensi di kelurahan sambirotoRT 07 RW 02 Semarang. I. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini memberikan manfaat pada : 1. Bagi Tenaga kesehatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan Terapi Herbal bagi tenaga kesehatan tentang efektifitas jus buah mentimun dan jus buah sirsak terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi. 2. Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pengalaman yang berharga bagi peneliti terutama efektifitas jus buah mentimun dan jus buah sirsak terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi. 3. Bagi penelitian berikutnya Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi atau informasi bagi peneliti berikutnya yang terkait dengan efektifitas jus buah mentimun dan jus buah sirsak terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi. J. Originalitas Penelitian Tabel 1.1 Originalitas penelitian NO Nama peneliti Judul peneliti Metode Hasil Perbedaan 1 Chandrawijaya, (2010) Pengaruh jus buahsirsak terhadap penurunan tekanan darah tinggi Penelitian ini menggunakan prospektif eksperimental Menggunakan randomized pretest-posttest control group design Ada perbedaan Setelah minum jus sirsak menunjukkanhasil rerata sebesar 109,31/71,46 mmhg, lebih rendah di bandingkan sebelum minum jus sirsak sebesar 116,65/77,00 mmHg Variable dulu : Pengaruh jus buah sirsak terhadap penurunan tekanan darah tinggi Variable sekarang : Efektifitas jus siirsak dan jus mentimun terhadap tekanan darah Teknik sampling : Menggunakan purposesive sampling 2 Lailatul muniroh (2005) Pengaruhpemberian jus buah belimbing dan mentimunterhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic penderita hipertensi Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental Menggunakan randomized pretest-posttest control group design Ada perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolic awala ntara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Variabel dulu : Pengaruh pemberian jus buah belimbing dan mentimun terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic penderita hipertensi Variable sekarang : Efektifitas jus siirsak dan jus mentimun terhadap tekanan darah Teknik sampling : Teknik acak sederhana 3 4 Zauhani kusnul (2011) Dendy Kharisna ( 2012 ) Efek pemberian jus mentimun terhadap penurunan darah tinggi Efektifitas komsumsi jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental Menggunakan randomized pretest-posttest control group design Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasy eksperiment dengan rancangan Non-equivalent control group” Penelitian ini menunjukkanada pengaruh bermakna dari pemberian jus mentimun terhadap penurunan darah, Hal ini menunjukkan terjadi penurunan tekanan darah setelah diberikan intervensi, Variabel dulu : Efek pemberian jus mentimun terhadap penurunan darah tinggi Variable sekarang : Efektifitas jus siirsak dan jus mentimun terhadap tekanan darah Teknik sampling : Menggunakan purposive sampling Variabel dulu : Efektifitas komsumsi jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi Variable sekarang : Efektifitas jus siirsak dan jus mentimun terhadap tekanan darah Teknik sampling : Menggunakan purposive sampling   BAB II TINJAUAN PUSTAKA F. Tinjauan Teori 1. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi didefinisikan sebagai TD persisten diaman tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2011). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Brunner & suddarth, 2005).Seseorang dikatakan terkena hipertensi mempunyai tekanan dara sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah diastoltik ≥90mmHg. Seseorang dikatakan terkena hipertensi tidak hanya dengan 1 kali pengukuran, tetapi 2 kali atau lebih pada waktu yang berbeda. Waktu yang paling baik saat melakukan tekanan darah adalah saat istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring. b. Klasifikasihipertensi 1) Klasifikasi berdasarkan etiologi a) Hipertensi Esensial ( primer ) Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: faktor genetic, stress dan psikologis,serta factor lingkungan dan diet. b) Hipertensi sekunder Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuj dikendalikan dengan obat-obatan.penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelaianan aorta, kelaianan endokrin lainnya seperti obesitas. 2) Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi a) Berdasarkan JNC VII Derajat Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal <120 <80 Pre-hipertensi 120-139 80-89 Hipertensi derajat I 140-159 90-99 Hipertensi derajat II >160 >100 Tabel 2.2 klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi ((sumber : JNI VII, 2003) b) Menurut European society of cardiology Tabel 2.3 Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi menurut European society of cardiology Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Optimal <120 Dan <80 Normal 120-129 dan/atau 80-84 Normal tinggi 130-139 dan/atau 85-89 Hipertensi derajat I 140-159 dan/atau 90-99 Hipertensi derajat II 160-179 dan/atau 100-109 Hipertensi derajat III >180 dan/atau >110 Hipertensi sistolik terisolasi >190 Dan <90 ( sumber: ESC, 2007 ) c. Gejala hipertensi Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala. Meskipun demikian secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan hipertensi (padahal sebenarnya tidak). Gejala yang di maksud adalah sakit kepala,pendarahan dari hidung,pusing,wajah kemerahan dan kelelahan. Menurut William, 2009 Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati bisa timbul gejala berikut : a. Kelelahan b. Keturunan c. Stress d. Proses penuaan e. Diet yang tidak seimbang f. Sosial budaya d. Faktor Resiko Faktor resiko adalah sesuatu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya hipertensi. menurut (Casey & Benson, 2012)faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: 1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah a) Genetik (Riwayat keluarga) Hipertensi merupakan salah satu penyakit keturunan, jika orang tua atau saudara kandung kita ada yang menderita hipertensi maka ada kemungkinan besar kita akan menderita hipertensi juga. Pada penelitian menunjukkan 25% dari kasus hipertensi esensial dalam keluarga mempunyai dasar genetis. Namun hal ini bukan merupakan hal yang pasti, terkadang ada orang tua yang memiliki riwayat hipertensi namun anaknya tidak menderita hipertensi. Beberapa kesamaan yang tampak pada banyak keluaraga justru mungkin merupakan dampak pengaruh lingkungan, pola makan anak, mekanisme koping seseorang dalam menghadapi masalah dan kebiasaan sehat maupun tidak sehat sering dibentuk oleh perilaku orang tua mereka dan iklim sosial tempat mereka dibesarkan. b) Usia Walaupun penuaan tidak selalu memicu hipertensi, namun pada umumnya hipertensi terjadi pada usia lebih tua. Karena pada usia 30 dan 60 tahun terjadi peningkatan tekanan sistolik, meningkat rata-rata sebanyak 20 mm/Hg dan terus meningkat pada usia 70 tahun. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. c) Jenis kelamin Pada dasarnya wanita memang mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan hormon kedua jenis kelamin. Produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat. d) Ras Orang Afrika-Amerika menunjukkan tingkat hipertensi lebih tinggi dibanding populasi lain, dan cenderung berkembang lebih awal dan agresif. Mereka memiliki peluang hampir dua kali lebih besar untuk mengalami stroke fatal, satu setengah kali lebih mungkin untuk mengalami gagal ginjal dibandingkan dengan ras Kaukasia. 2) Faktor risiko yang dapat diubah a) Merokok Disebabkan karena kandungan nikotin dalam rokok yang dapat membuat penyempitan pembuluh darah sehingga memaksa jantung untuk bekerja lebih keras. Sebagai hasilnya, kecepatan jantung dan tekan darah meningkat. b) Obesitas Kelebihan berat badan dan hipertensi sering berjalan beriringan, karena tambahan berat badan beberapa kilogram membuat jantung anda bekerja lebih keras, sehingga dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. c) Gaya hidup malas (kurang gerak) Dibandingkan dengan mereka yang aktif secara fisik, orang yang sering duduk secara signifikan lebih mungkin mengalami hipertensi dan serangan jantung.seperti otot yang lain, jantung anda akan semakin kuat dengan berolahraga. Jantung yang kuat akan memompa darah lebih efesien Selengkapnya...