Jumat, 25 Desember 2009

KTI KEBIDANAN : GAMBARAN RESPON PSIKOLOGIS WANITA MENOPAUSE DI DESA XXX

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah
Keluarga memberikan wanita arena bermain dan jaminan keamanan untuk melaksanakan fungsi-fungsi kewanitaannya. Semakin mantap wanita itu memainkan berbagai peranan sosial dalam keluarga, semakin positif dan makin produktiflah dirinya. Oleh karena agar wanita mampu melaksanakan macam-macam peranannya itu diperlukan kedewasaan psikis. Hub. 0812281011010 pastikan KTI MURAH LENGKAP BAB 12345 + OLAH DATA LENGKAP

edewasaan psikis mengandung pengertian memiliki emosi yang stabil, bisa mandiri menyadari tanggung jawab, mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas serta produktif kreatif. Melalui kedewasaan psikis tersebut akan tercapai kestabilan-keseimbangan jiwa dalam kebahagiaan hidupnya. Kedewasaan psikis diperlukan dalam setiap periode kehidupan wanita terutama pada periode dewasa dan tua karena pada periode ini terjadi perubahan-perubahan yang signifikan baik fisik maupun psikologisnya (Kartono, 1992 : 312). Pada periode ini diharapkan wanita telah mempunyai kedewasaan secara psikis yang mantap dalam arti memiliki respon yang positif dalam menjalani berbagai perannya.
Periode tua atau sering disebut periode terakhir dalam rentang kehidupan merupakan suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu. Yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1997 : 57). Pada wanita, periode ini disebut periode nenek-nenek yang ditandai dengan regresi-regresi atau kemunduran tertentu baik yang bersifat fisik maupun psikis (Kartono, 1992 : 317). Dari kemunduran-kemunduran ini kemudian timbul masalah kesehatan. Salah satu yang dialami nenek-nenek atau usia lanjut adalah menopause.
Menurut Pittsburg (1996) sebagian besar wanita menopause di dunia tidak mengetahui tentang menopause. Wanita menopause yang tidak mengetahui tentang menopause hampir 80,9%. Sebagian besar dari mereka berespon yang bermacam-macam terhadap datangnya masa ini, yaitu mengalami kecemasan, depresi, stres, mudah marah, daripada wanita yang mengetahui menopause (Wiknjosastro, 1997 :312). Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti Desa xxx kecamatan xxx dari 25 orang menopause yang ditemui 15 orang diantaranya belum mengetahui tentang menopause. Keadaan ibu-ibu itu dalam kondisi cemas ditandai dengan ibu tampak gelisah, banyak bertanya keadaan dan kekhawatiran akan bahaya yang ditimbulkan menopause.
Fase menopause disebut pula sebagai periode klimakterium (climacter = tahun perubahan, pergantian tahun yang berbahaya). Pada saat ini terjadi banyak perubahan dalam fungsi-fungsi fisik dan diikuti dengan pergeseran dan perubahan psikis pribadi yang bersangkutan yang dimanifestasikan dalam simptom-simptom psikologis antara lain ialah : depresi-depresi (kemurungan), mudah tersinggung dan mudah menjadi marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan, insomnia atau tidak bisa tidur karena sangat bingung atau gelisah (Kartono, 1992:318-319). Setiap wanita memiliki persepsi dan respon yang beragam mengenai menopause. Sebagian berpendapat bahwa menopause awal mengalami kemunduran fungsi kewanitaan secara keseluruhan bahkan ada yang berpendapat bahwa menopause sebagai bencana di usia senja, karena perubahan-perubahan sistem hormonal itu mempengaruhi segenap konstitusi psikosomatis atau rohani dan jasmani sehingga berlangsung proses kemunduran yang progresif menyeluruh dari individu yang bersangkutan.
Program pemerintah yang terkait dengan masalah ini adalah program posyandu lansia. Dalam pelaksanaannya ibu-ibu menopause diberi penyuluhan tentang menopause oleh tenaga kesehatan dari puskesmas terdekat sehingga diharapkan ibu-ibu menopause dan pre menopause tidak cemas dalam menghadapi masa menopause (Anonim, 1991: 17).
Salah satu cara untuk mengatasi gangguan psikologis tentang menopause adalah dengan usaha resignasi (sumeleh, sumarah, tawakal) tanpa kompensasi untuk menghadapi situasi dan kondisi ketuaan, tanpa rasa kecemasan dan usaha resignasi ini merupakan usaha paling sulit bagi setiap manusia (resignasi = berusten = tawakal = menerima dengan hati sumarah). Selain itu banyak kemajuan di bidang kedokteran di kelak kemudian hari orang bisa mengurangi kesulitan-kesulitan fisik dan psikis periode klimakteris dengan memberikan pengaruh tertentu pada aparat endokrin. Namun untuk saat sekarang ini tidak ada jalan lain kecuali wanita setengah umur ini harus mau dan bisa menerima status quo (keadaan dirinya pada saat itu) yang mulai menjadi tua serta akan sangat bijaksanalah apabila wanita-wanita tersebut mampu melihat segi-segi positif dari pengalaman hidupnya sampai saat itu (Kartono, 1992: 334).
Dari sekilas gambaran pada latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian yaitu untuk mengetahui lebih nyata gambaran respon psikologis pada ibu-ibu menopause Desa xxx kecamatan xxx.
1.2 Identifikasi faktor penyebab masalah
Periode klimakterium atau menopause merupakan periode kritis. Sebabnya ialah perubahan-perubahan dalam sistem hormonal itu mempengaruhi segenap konstitusi psikosomatis (rohani dan jasmani) sehingga berlangsung proses kemunduran yang progresif dan total oleh banyaknya perubahan dan kemunduran tersebut terjadilah krisis dalam kehidupan psikis pribadi yang bersangkutan. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut akan timbul masalah-masalah misal kurangnya pengetahuan dan informasi atau fakta-fakta yang dibutuhkan, kurangnya kemampuan untuk mengambil keputusan bagaimana harus bersikap terhadap perubahan, kekuatiran terhadap resiko yang mungkin ada pada tindakan yang diambil dan yang terakhir adalah kurangnya dukungan sosial ( Dannis dan D “Augelly (1982) dalam Niven (2000 : 150).
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya perubahan dalam diri individu tersebut akan muncul macam-macam respon dengan tahapan-tahapannya seperti yang dikemukakan oleh Hopson (1981) dan Hopson dan Scally (1992) dalam Niven (2000) halaman 158 menyatakan bahwa ada tujuh fase yang menyertai terjadinya perubahan. Siklus ini merupakan pola umum dan bukan rangkaian kejadian yang sifatnya kaku. Perjalanan melalui siklus ini tidak mulus dan terus menerus. Beberapa orang dapat terombang-ambing diantara tahap-tahap tersebut, yang lain membutuhkan jumlah waktu yang berbeda untuk menyelesaikan suatu perubahan sedang yang lainnya menjadi “terpaku” pada tahap tertentu dan tidak mampu melanjutkan lebih jauh. Tentunya perubahan suasana hati juga akan bervariasi dari satu keadaaan ke keadaan yang lain.
1.3 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti dapat merumuskan masalah yaitu, “ Bagaimanakah gambaran respon psikologis pada wanita menopause Desa xxx kecamatan xxx ? ”.
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Diketahuinya gambaran respon psikologis pada wanita menopause Desa xxx kecamatan xxx.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik umur, pendidikan dan pekerjaan responden.
2. Mengidentifikasi gambaran respon psikologis pada wanita menopause Desa xxx kecamatan xxx.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori yang ada tentang menopause.
1.5.2 Manfaat praktis
1. Bagi peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penelitian. Menambah wawasan peneliti mengenai gambaran psikologis pada wanita menopause.
2. Bagi petugas pelayanan kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam memberikan asuhan pada wanita menopause agar dapat menjalani menopause tanpa ada cemas maupun depresi.
3. Bagi responden/masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi dan menambah pengetahuan tentang menopause.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan konsep dasar yang melandasi judul penelitian yaitu tentang menopause dan respon psikologis.
2.1 Konsep dasar menopause
2.1.1 Pengertian menopause
Menopause berasal dari kata meno artinya bulan, pause, pausa, pasico artinya periode atau tanda berhenti. Jadi menopause artinya berhentinya secara degeneratif menstruasi. Menopause adalah berhentinya menstruasi, berhentinya ovulasi dengan disertai penurunan fungsi dari organ reproduksi dan akhirnya bagian-bagian dari tubuh perlahan-lahan menunjukkan tanda-tanda ketuaan (Kartono, 1992: 318). Menopause merupakan periode akhir dari menstruasi (kira-kira 1 tahun) pada wanita yang berumur 45-60 tahun.
International Menopause Society (IMS), pada tahun 1999, menyampaikan rekomendasi berdasarkan definisi WHO (1996). Menopause alamiah (natural menopause) adalah berhentinya menstruasi secara permanen sebagai akibat hilangnya aktivitas ovarium. Menopause alami ini dikenal bila terjadi amenorea selama 12 bulan berturut-turut, tanpa ditemukan penyebab patologi atau fisiologi yang jelas (Martaadisoebrata, 2005 : 56).

2.1.2 Pembagian masa menopause
Masa menopause menurut Kartono (1992), dibagi menjadi 2 :
1. Tahap awal
Tahun-tahun di mana saat haid/menstruasi sudah tidak teratur, sering terganggu atau sudah tidak sama sekali. Namun aparat endokrin seksual masih terus berfungsi. Periode ini disebut sebagai masa pra klimakteris.
2. Tahap kedua
Menampilkan gejala : berhentinya secara definitif organisme yang membentuk sel-sel telur, yaitu berhentinya organisme tersebut sebagai lembaga kehidupan tingkah laku seseorang. Pada periode ini sifatnya sering lucu dan aneh, janggal dan tidak pada tempatnya. Tingkah laku tersebut dimaksudkan untuk mengingkari ketuaannya dan ingin mengulangi kembali pola kebiasaan dimasa muda, menghiasi dirinya dengan pakaian dan perhiasan yang berlebihan agar kelihatan masih remaja.
2.1.3 Tanda-tanda menopause
Menurut Kartono (1992) menopause ditandai dengan menstruasi tidak lancar dan tidak teratur, biasanya datang dalam interval waktu lebih lambat atau lebih awal dari biasanya. Kotoran haid yang keluar banyak sekali ataupun sangat sedikit. Muncul gangguan-gangguan vasomotorik berupa penyempitan atau pelebaran pada pembuluh-pembuluh darah. Merasa pusing-pusing saja, disertai sakit kepala terus menerus. Berkeringat tidak hentinya. Neuralgia atau gangguan sakit saraf.
2.1.4 Perubahan pada masa menopause
1. Perubahan kejiwaan
Perubahan kejiwaan dialami menjelang menopause meliputi merasa tua, tidak menarik lagi, rasa tertekan karena takut menjadi tua, mudah tersinggung, mudah kaget sehingga jantung berdebar, takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami, rasa takut suami akan menyeleweng, keinginan seksual menurun dan sulit mencapai orgasme, merasa tidak berguna, merasa memberatkan keluarga dan orang lain (Manuaba, 1999: 67).
Sebagian perempuan menganggap menstruasi secara fisik merusak dan melemahkan tubuh. Oleh karena itu, mereka ingin cepat tidak menstruasi lagi (menopause). Di samping itu, bagi perempuan muslim menstruasi dianggap sebagai mengganggu kegiatan ibadah (sholat, puasa). Akan tetapi sebagian lagi menginginkan makin bertambah usia, menstruasi akan terus berlangsung. Hal ini karena menstruasi dianggap vital bagi tubuh, dibutuhkan agar awet muda dan menjadi koreksi terhadap kelambanan akibat penuaan. Bagi golongan ini, menopause merupakan ancaman terhadap identitas keperempuanan (Martaadisoebrata, 2005: 56).
2. Perubahan fisik
Menurut Bromwich (1992) perubahan fisik wanita menopause meliputi :
a. Perubahan kulit
Lemak bawah kulit berkurang sehingga kulit menjadi kendor. Kulit mudah terbakar sinar matahari dan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam.Pada kulit tumbuh bintik hitam. Otot bawah kulit muka mengendor sehingga jatuh dan lembek. Kelenjar kulit kurang berfungsi, sehingga kulit menjadi kering dan keriput.
b. Perubahan metabolisme
Ditandai dengan menurunnya pengeluaran hormon tiroksin dan insulin, pembakaran dan keperluan tubuh menjadi menurun. Bila pola makan tetap bebas seperti umur sakitar 30 tahun, maka kelebihan bahan nutrisi akan disimpan dalam bentuk lemak dan gula. Akibatnya akan terjadi kegemukan, dimana deposit lemak terdapat pada bokong, payudara dan perut. Kelebihan gula (makanan yang mengandung gula) dapat menyebabkan gangguan metabolisme gula yang akan menjurus pada penyakit kencing manis (diabetes melitus).
c. Perubahan kerja usus halus dan usus besar
Menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja halus. Kemampuan mereabsorbsi sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus dan besar yang lanbat menimbulkan gangguan buang air besar berupa obstipasi (sembelit).
d. Perubahan sistem jantung dan pembuluh darah
Terjadi karena adanya perubahan metabolisme, menurunnya estrogen, menurunnya pengeluaran hormon paratiroid. Hubungan emosi dengan sistem ini menimbulkan jantung mudah berdebar. Meningkatnya hormon FSH dan LH dan rendahnya estrogen dapat menimbulkan perubahan pembuluh darah. Melebarnya pembuluh darah pada wajah, leher dan tengkuk menimbulkan rasa panas yang disebut “hot flushes“. Penimbunan kolesterol pada pembuluh darah menimbulkan penyakit jantung koroner.
e. Perubahan pada organ reproduksi
Perubahan pada orang reproduksi, meliputi : (1) Uterus (kandungan-rahim), yaitu : uterus mengecil selain disebabkan oleh menciutnya selaput lendir rahim (atrofi endometrium) juga disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat antar sel. Serabut otot rahim menebal, pembuluh darah otot rahim menebal dan menonjol ; (2) Tuba falopi, yaitu : lipatan-lipatan tuba menjadi pendek, menipis dan mengerut, endosalping menipis, mendatar serta rambut getar dalam tuba (silia) menghilang ; (3) Ovarium (indung telur), yaitu : wanita mempunyai 733.000-750.000 folikel primordial. Semakin tua, jumlah folikel primordial tersebut akan semakin berkurang. Siklus haid menjadi anovulasi, ovarium menciut, mengeras, tidak mengandung badan kuning (korpus luteum) dan selaput pembungkusnya (tunika albugenia) menebal ; (4) Serviks (leher rahim), yaitu : serviks akan mengerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripta servikal menjadi atropi, kanalis servikalis memendek, sehingga ukuran servik pada wanita dalam masa menopause menyerupai ukuran serviks fundus saat adolesen ; (5) Vagina (liang senggama), yaitu : terjadi penipisan dinding vagina yang menyebabkan hilangnya lipatan vagina, berkurangnya pembuluh darah yang menyuplai darah ke vagina, penurunan elastisitas, sekret vagina menjadi encer dan indek koriopiknotik menurun. Derajat keasamaan vagina meningkat sehingga mudah terjadi infeksi vagina ; (6) Vulva (mulut kemaluan), yaitu : jaringan vulva menipis karena jaringan lemak dan elastik berkurang. Lipatan vulva mengerut. Sering timbul pruritus atau rasa gatal pada vulva yang disebabkan atrofi dan hilangnya sekret kulit. Hal ini berhubungan dengan nyeri waktu senggama, mengerutnya introitus (lubang masuk kelamin) serta berkurangnya serabut pembuluh darah dan serabut elastik. Rambut pubis di mons pubis berkurang tebalnya ; (7) Dasar pinggul, yaitu : kekuatan dan elastisitas dasar pinggul menghilang karena terjadi penciutan (atrofi) dan melemahnya daya sokong akibat prolapsus uterovagina atau turunnya alat-alat kelamin bagian dalam.
f. Perubahan tubuh lainnya
Perubahan tubuh lainnya, meliputi : (1) Anus (lubang pelepasan) dan jaringan sekitarnya (perineum), yaitu : lemak di bawah kulit menghilang, tonus spinkter ani melemah dan terjadi inkontinentia alvi vagina ; (2) Vesika urinaria (kandung kemih), yaitu : aktivitas kendali sfingter dan otot kandung kencing hilang ; (3) Kelenjar payudara, yaitu : lemak subkutan diserap, parenkim atrofi, lobulus menciut, stroma jaringan ikat fibrosa menebal. Puting susu mengecil, kurang erectil, pigmentasi berkurang, payudara mendatar dan mengendor.
g. Perubahan pada susunan ekstragenital
Perubahan pada susunan ekstragenital, meliputi : (1) Adipositas (penimbunan lemak), yaitu : penyebaran lemak ada ditungkai atas, punggul,perut bawah dan lengan atas ; (2) Hipertensi (tekanan darah tinggi), yaitu : akibat gejolak panas, terjadi peningkatan tekanan darah. Dua pertiga penderita hipertensi esensial primer adalah wanita berusia 45-70 tahun ; (3) Hiperkolesterolemia (kolesterol darah tinggi), yaitu : penurunan estrogen menyebabkan peningkatan kolesterol dan penurunan lemak total, peningkatan kadar kolesterol merupakan faktor utama penyebab aterosklerotik ; (4) Aterosklerotik (perkapuran dinding pembuluh darah), yaitu : hipertensi dan peningkatan kolesterol menyebabkan meningkatnya resiko aterosklerotik. Perkapuran darah jantung dan kematian sel otot jantung, akan terjadi 1-2 kali lebih sering setelah kadar estrogen menurun ; (5) Variliasis (tumbuhnya rambut), yaitu : turunnya kadar hormon E2 dalam darah dan meningkatnya pembentukan estron (E1) yang memiliki efek androgen menyebabkan adanya tanda maskulinisasi, seperti mineral pertumbuhan rambut ; (6) Osteopenia (pengurangan kadar mineral tulang), yaitu : turunnya kadar estrogen, pematangan sel tulang terhambat, akibatnya tulang mudah patah.
2.1.5 Penatalaksanaan pada wanita menopause
Menurut Bromwich (1992) untuk mengatasi keluhan-keluhan yang ada, para wanita dalam menopause dapat datang ke dokter penyakit dalam untuk memeriksa kemungkinan terjadinya arteriosklerosis dan osteoporosis. Seorang ahli jiwa dapat membantu para wanita menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan yang terjadi pada menopause. Kelainan pada alat kandungan dan payudara tentunya perlu dikonsultasikan pada dokter ahli kandungan. Bagaimanapun juga pengobatan secara dini akan jauh lebih berhasil daripada kelainan yang lebih lanjut. Secara medik dasar penatalaksanaan menopause meliputi :
1. Penatalaksanaan umum meliputi wawancara dan pendidikan.
Dalam langkah pertama ini perlu ditekankan pada penderita bahwa berlalunya masa ini dalam kehidupan tidak berarti berakhirnya kehidupan yang baru hubungan antara penderita dengan dokter yang saling percaya mempercayai akan dapat memberikan sokongan yang besar dalam mencegah terjadinya banyak salah paham sehubungan dengan masalah yang peka ini. Penanganan non spesifik lain dapat berupa psikoterapi pendidikan dan penyebarluasan pengetahuan tentang menopause ini bahwa menjadi tua adalah wajar.
2. Pengobatan gejala hormonal
Gejala-gejala menopause yang cukup berat harus diobati secara selektif dengan medika mentosa (obat-obatan) yang sesuai dengan keadaan perorangan. Dalam prakteknya pengobatan akan sangat ditunjang oleh latihan-latihan jasmani yang teratur. Istirahat yang cukup, serta diet yang sesuai. Pemberian obat penenang sebagai usaha mengatasi masalah tidak dianjurkan.
3. Pengobatan hormonal
Walaupun menopause merupakan peristiwa normal, namun merupakan pula suatu keadaan kekurangan hormon. Sasaran dalam pengobatan ini adalah mengembangkan keseimbangan hormonal oleh karena itu sebagai tambahan langkah pertama dan kedua kekurangan estrogen harus diperbaiki pula, obat-obatan yang dipakai tersedia dalam bentuk tablet.
4. Pembedahan
Sekitar 40-70% wanita yang mengalami perdarahan abnormal sebelum menopause akan sembuh dengan tindakan kureta sel (pengerokan selaput lendir rahim) dan tidak membutuhkan pengobatan hormon pengganti tergantung hasil pemeriksaan. Secara mikroskopis menunjang. Proses yang buruk kadang-kadang harus dilakukan pengangkatan rahim.
Ada atau tidak keluhan dalam menopause, hendaknya wanita merencanakan untuk diperiksa secara berkala, paling sedikit enam bulan sekali pemeriksaan ini penting sekali untuk mengetahui dan mengobati adanya kelainan yang mungkin terjadi pada usia 40 an, khususnya keganasan. Banyaknya kelainan-kelainan yang ada dapat disembuhkan dengan pengobatan sederhana, terutama bila diketahui dini (Bromwich, 1992 : 109).
2.2 Respon Psikologis
2.2.1 Pengertian
Menurut Purwodarminto (1989) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia respon adalah tanggapan, reaksi, jawaban sedangkan psikologis artinya bersifat kejiwaan. Jadi dapat di simpulkan bahwa respon psikologis adalah merupakan tanggapan, reaksi dari seseorang terhadap sesuatu.
Menurut Edwards (1957) dalam Azwar (2003) menurut pendekatan sikap, respon psikologis dapat didefinisikan sebagai derajat afek (penilaian) positif atau afek negatif terhadap suatu subyek psikologis.
2.2.2 Proses terjadinya respon psikologis
Menurut Walgito (1992) proses terjadinya respon psikologis adalah sebagai berikut,manusia akan selalu menerima rangsang atau stimulus baik dari lingkungan maupun dari dalam dirinya sendiri yang dapat menyebabkan manusia mengadakan respon terhadap stimulus yang mengenainya. Respon ada 2 macam yaitu : respon yang tergambar dalam ekspresi wajah individu dan respon psikologis. Secara skematis hal tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :





Gambar 2.1 Proses terjadinya respon psikologis
St : Stimulus
SP : Struktur pribadi individu
Skema tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima bermacam-macam stimulus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan atau akan diberikan respon. Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya dan disini berperannya perhatian. Sebagai akibat dari stimulus yang pilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.
Menurut Azwar (2003) salah satu karakteristik reaksi/respon perilaku manusia yang menarik adalah sifat deferensialnya. Maksudnya satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama. Secara ilustratif hal itu dapat digambarkan sebagai berikut:





Gambar 2.2 Reaksi/respon perilaku manusia
Dalam ilustrasi di atas, S melambangkan bentuk stimulus lingkungan yang diterima oleh individu I yang menimbulkan respon yang dilambangkan oleh R. Jadi, respon R3 dapat saja timbul dikarenakan stimulus S3 ataupun oleh stimulus S1 dan stimulus S2 dapat saja menimbulkan respon R2 ataupun respon R4.
Tidak semua stimulus akan direspon oleh organisme atau individu. Respon diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik perhatian individu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dipersepsi individu selain tergantung pada stimulusnya juga tergantung pada keadaan individu yang bersangkutan. Stimulus yang mendapatkan pemilihan dari individu tergantung kepada bermacam-macam faktor, salah satunya adalah perhatian individu yang merupakan aspek psikologis individu dalam mengadakan respon.
Keadaan individu pada suatu waktu ditentukan oleh :
1. Sifat struktural dari individu, yaitu keadaan individu yang bersifat permanen. Ada individu yang suka memperhatikan suatu hal sekalipun hal itu kecil atau tidak berarti, tetapi sebaliknya ada individu yang mempunyai sifat acuh tak acuh terhadap keadaan yang ada disekitarnya.
2. Sifat temporer dari individu, yaitu keadaan individu pada suatu waktu. Orang yang sedang dalam keadaan marah misalnya akan lebih emosional daripada kalau dalam keadaan biasa, sehingga individu akan mudah sekali memberikan reaksi atau respon terhadap stimulus. Keadaan yang temporer ini erat sekali hubungannya dengan stemming atau suasana hati dari individu.
3. Aktifitas yang sedang berjalan pada individu. Suatu hal atau benda pada suatu waktu tidak menarik perhatian seseorang, tetapi pada waktu yang lain justru sebaliknya, oleh karena pada waktu itu aktifitas jiwanya sedang berhubungan dengan benda tersebut.
2.2.3 Tahap-tahap respon psikologis yang menyertai rentang kejadian atau perubahan dalam kehidupan menurut Hopson (1981) dan Hopson dan Scally (1991) dalam Niven (2000 :158)
1. Tahap 1 : Imobilisasi
Reaksi yang pertama timbul dari perubahan adalah timbul rasa tidak percaya, mati rasa bahwa hal seperti itu tidak mungkin terjadi pada dirinya. Syok ini sebanding dengan tingkat krisis yang dialami oleh individu.
2. Tahap 2 (i) : Reaksi kegembiraan atau kesedihan.
Syok menyebabkan perubahan besar pada suasana hati baik kegembiraan ataupun kesedihan, tergantung pada perubahan yang dialami. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tingkat perubahan suasana hati akan tergantung pada situasi khusus yang sedang terjadi.
3. Tahap 2 (ii) : Reaksi-Pengurangan
“Kegembiraan” atau “kesedihan” akan diikuti oleh pengulangan pengalian. Pada kejadian dalam kehidupan yang sifatnya positif mungkin diikuti kesadaran bahwa seseorang akan dipandang dengan cara berbeda oleh teman-temannya. Kejadian dalam kehidupan yang sifatnya negatif mungkin akan menjadi lebih baik, mereka mungkin akan mempertimbangkan diri mereka sendiri lebih beruntung dibandingkan orang lain.
4. Tahap 3 : Meragukan diri sendiri.
Pada mulanya Hopson dan Adams (1976) menyebut tahap ini sebagai tahap depresi, yang sesuai digunakan untuk beberapa kejadian dalam kehidupan yang sifatnya negatif. Bagaimanapun juga depresi tidak selalu menjadi karakteristik dari suasana hati seseorang setelah mengalami kejadian yang positif. Dengan kejadian yang sifatnya negatif tahap pengurangan mungkin tidak tampak nyata dan individu dapat berpindah dari tahap kesedihan ke keraguan tanpa menyadari adanya perubahan. Emosi yang dihubungkan dengan tahap ini adalah ansietas, kemarahan dan kadang-kadang kesedihan.
5. Tahap 4 : Melepaskan.
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam keseluruhan siklus karena tahap ini menandai adanya perubahan atau transisi dari masa lalu ke masa yang akan datang. Sampai titik ini individu biasanya masih terikat pada masa lalu. Keterikatan ini harus diputuskan agar dapat mengembangkan keterikatan yang lama tanpa mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Bagaimanapun juga tahap ini menggambarkan titik di mana individu dapat mengubah tragedi dan bencana dalam hidup mereka menjadi titik baru untuk bertumbuh.
6. Tahap 5 : Menguji
Tahap ini merupakan masa percobaan di mana individu mencoba pilihan-pilihan baru, identitas dan keterikatan afektif. Tahap ini diikuti dngan perubahan suasana hati sesuai dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialami. Perlahan-lahan individu menyusun titik di dalam siklus ini dan bergerak maju ke depan.
7. Tahap 6 : Mencari makna.
Dalam satu masa individu harus melihat kembali pada perubahan atau krisis dan mencoba untuk menalarkan apa yang terjadi pada dirinya. Tahap ini menggambarkan pada suatu usaha untuk belajar dari pengalaman. Apa yang dilakukan bukanlah keadaan hidup di masa lalu, tetapi merupakan suatu usaha yang benar-benar dilakukan untuk mencari arti dari apa yang terjadi. Hal ini merupakan contoh dari berpikir reflektif yang baik sekali.
5. Tahap 7 : Integrasi
Tahap akhir menuntaskan proses perubahan. Individu sekarang merasa adanya perasaan integrasi antara gaya hidup yang baru dengan krisis itu sendiri. Orang yang mempunyai kecacatan menjadi orang yang cacat dalam satu bidang dan terampil di bidang yang lain. Perjalanan melalui seluruh siklus ini memampukan individu untuk menghadapi krisis dan perubahan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dengan kepercayaan diri dan juga dengan pemahaman bahwa setelah mampu mengatasi situasi yang sulit, mereka mampu juga menghadapi situasi sulit yang lain.
Proses mengalami krisis atau perubahan dalam kehidupan menyebabkan orang untuk melihat hidup mereka sendiri dengan cara yang berbeda, cara yang menghalangi kembalinya seseorang ke perspektif lama. Model Hopson menggambarkan usaha yang sederhana untuk menjelaskan pengalaman orang yang mengalami krisis dan perubahan dalam kehidupan.
Dengan semakin majunya perkembangan zaman maka diikuti dengan semakin banyaknya persoalan-persoalan atau masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia. Menurut Kartono (1980) dalam bukunya Mental Hygiene meyatakan bahwa manusia memerlukan adjusment atau penyesuaian diri terhadap masalah tersebut supaya tercapai satu integrasi atau keseimbangan atau equilibrium batin. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa adjusment adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa terkikis habis. Bentuk-bentuk respon yang tidak sesuai diatas adalah bentuk respon pribadi untuk mengadakan adjusment.
Jika respon tadi tidak tepat, tidak efisien dan tidak sehat dalam artian detrimental atau merugikan bagi kepentingan dirinya sendiri dan orang lain atau bahkan mungkin patologi sifatnya maka respon semacam ini kita sebut sebagai mal adjusment. Oleh karena itu, adjusment ini dapat ditafsirkan atau dijabarkan sebagai berikut :
1. Adjusment berarti adaptasi atau penyesuaian diri
Dalam pengertian yang lebih luas dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah. Juga dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan-tuntuan sosial.
2. Adjusment bisa diartikan sebagai konformitas
Konform atau cocok, pas sesuai dengan norma-norma hati nurani sendiri dan norma-norma sosial dalam kehidupan dimasyarakat.
3. Adjusment bisa diartikan sebagai penguasaan
Yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisir respon-respon sedemikian rupa sehingga bisa menguasai atau menanggapi segala macam konflik, kesulitan masalah hidup dan frustasi-frustasi dengan cara yang efisien. Ini adalah semacam bentuk penguasaan diri sendiri sehingga semua dorongan, impuls-impuls, emosi-emosi dan kebiasaan hidup selalu bisa dikontrol dan diatur dengan baik.
4. Adjusment diinterpretasikan secara bervariasi antara lain diartikan sebagai : kemampuan untuk meredusir dorongan-dorongan dan tekanan-tekanan batin, kecakapan menghadapi frustasi, mekanisme yang sehat untuk menanggapi kesulitan hidup, mencegah simptom-simptom ketegangan, menyusun pola-pola tingkah laku untuk menghadapi saat kritis, mampu menyelesaikan konflik-konflik dengan cara yang efisien, memiliki kapasitas untuk afeksi yang murni (true love).
5. Adjusment diartikan sebagai hygiene phisik
Cukup beristirahat dan tidur guna meredusir segala kecapaian dan gangguan batin. Hidup teratur dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Misalnya makan, latihan badan, dan mengadakan eliminasi yang teratur.
6. Adjusment diartikan sebagai penguasaan dan kematangan emosional
Memiliki cukup emosi dan sentimen yang adekuat, selalu merasa sesuai dan cocok. Ada rasa kasih sayang, simpati, altruisme respek, kelembutan dan kesediaan untuk menolong tanpa ada rasa permusuhan, benci, dendam, iri hati, cemburu, rasa-rasa inferior atau komplek, tanpa diganggu oleh rasa-rasa tidak berharga, dengki, penolakan dan lain-lain.
2.3 Kerangka konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002 : 69)
Kerangka konseptual pada penelitian ini adalah sebagai berikut :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar