Kamis, 03 Februari 2011

KTI KEBIDANAN : SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TERHADAP PENANGANAN RETENSIO PLASENTA DI DESA XXX KECAMATAN CIAMIS XXX TAHUN 2010

UNTUK REFERENSI KTI BAB 1-5 LENGKAH HUB: Hp.081 225 300 100 Dijamin Murah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu dalam lima tahun terakhir di Propinsi Jawa Barat, menunjukkan kecenderungan penurunan secara berturut-turut. Pada tahun 2002 terdapat 360/100.000 kelahiran hidup, tahun 2003 sebanyak 343/100.000 kelahiran hidup, tahun 2004 sebanyak 330/100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 sebanyak 315/100.000 kelahiran hidup.

Walaupun terjadi penurunan, tetapi angka kematian tersebut masih
lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata nasional yaitu 262/100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2007).
Angka kematian maternal di negara maju berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara bekembang berkisar antara 750-1000 per 100.000 kelahiran hidup. Tingkat kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per 100.000 kelahiran hidup (Wiknojosastro,2002).
Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita dari 100.000 kelahiran hidup dan data WHO menunjukkan bahwa 25% kematian maternal disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dan diperkirakan 100.000 kematian maternal terjadi tiap tahunnya. Dari seluruh persalinan, angka kejadian perdarahan pascapersalinan berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh etiologi antara lain: atonia uteri (50-60%), sisa plasenta (23-24%), retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0,5-0,8%) (Admin, 2009)

Retensio plasenta terjadi pada 3% kelahiran pervaginam dan 15% kasus retensio plasenta dialami oleh ibu dengan riwayat retensio plasenta pada persalinan sebelumnya (Chapman,2006). Dari penelitian Marhadia (2008), pada tahun 2005-2007 di RSUP H.Xxx Ciamis terdapat 76 (11,5%) kasus retensio plasenta dari 661 persalinan spontan, dan terdapat 82 (7,7%) kasus retensio plasenta dari 1056 persalinan spontan di RSUP Pirngadi Ciamis.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam menurunkan AKI dan AKB, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan tanggal 27 Maret 2007 ditetapkan bahwa bidan mempunyai standar kompetensi dalam menangani situasi kegawatdaruratan kebidanan yang salah satunya penanganan terhadap retensio plasenta yaitu dengan melakukan pengeluaran plasenta secara manual (Alhamsyah, 2009).
Profesi bidan mampu mengenali tanda-tanda retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama, termasuk manual plasenta dan penanganan perdarahan sesuai dengan indikasi. Sehingga telah didapati hasilnya berupa penurunan kejadian perdarahan hebat akibat retensio plasenta, ibu dengan retensio plasenta mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat dan penyelamatan ibu dengan kasus retensio plasenta pun meningkat (Ikatan Bidan Indonesia, 2003).

Berdasarkan latar belakang tersebut, menunjukkan bahwa masih tingginya kejadian retensio plasenta sebagai salah satu penyebab perdarahan pascapersalinan dan pentingnya profesi bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dalam menangani masalah kegawatdaruratan kebidanan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TERHADAP PENANGANAN RETENSIO PLASENTA DI DESA XXX KECAMATAN CIAMIS XXX TAHUN 2010.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian ini. bagaimanakah sikap dan tindakan bidan terhadap penanganan retensio plasenta di Desa Xxx Kecamatan Ciamis Xxx tahun 2010.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi sikap dan tindakan bidan terhadap penanganan retensio plasenta di Desa Xxx Kecamatan Ciamis Xxx tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi sikap bidan terhadap penanganan retensio plasenta di Desa Xxx Kecamatan Ciamis Xxx tahun 2010.
b) Mengidentifikasi tindakan bidan terhadap penanganan retensio plasenta di Desa Xxx Kecamatan Ciamis Xxx tahun 2010.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek . Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.
Sikap mempunyai 3 komponen pokok :
1. Afektif

Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis atau evaluasi terhadap suatu objek.
2. Kognitif

Merupakan aspek intelektual, kepercayaan, ide dan konsep yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
3. Konatif

Merupakan aspek fungsional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap secara utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007).
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving)

Menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2. Merespon (responding)

Merespon berarti memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)

Pada tingkat menghargai, individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab berarti menerima semua resiko terhadap sesuatu yang telah dipilih.
Sikap memiliki beberapa ciri yaitu:
1. Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu.
2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu, sehingga dapat dipelajari.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.
4. Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek.

Universitas Sumatera Utara
5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang membedakan dengan pengetahuan (Maulana, 2009).

B. Tindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa telah yang diketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekkan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar terwujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain.
Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:
1. Persepsi (perception)

Mekanisme (Mekanism) mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mekanism)

Dapat melakukan sesuatu secara otomatis tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar