Kamis, 03 Desember 2009

ASFIKSIA NEONATORUM

A. PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan adalah membangun indonesia seutuhnya dan membangun masyarakat seluruhnya, termasuk kesehatan dengan visi Indonesia sehat 2010. (50 tahun IBI menyongsong masa depan, 2006). Berdasarkan data yang ada angka kematian bayi (AKB) secara nasional tahun 2004 sebesar 11,7 per 1000 kelahiran, sedangkan tahun 2005 meningkat 32 dari 1000 kelahiran hidup. Di Jawa Tengah tahun 2004 25/1000 kelahiran hidup, tahun 2005 14,23 / 1000 kelahiran hidup. (Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2005).
Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi 47% meninggal pada masa neonatal. Penyebab kematian bayi di Indonesia al BBLR (29%), asfiksia (27%). Trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (Depkes, 2005). Data diatas menunjukkan bahwa asfiksia merupakan salah satu penyebab kematian bayi.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo, 2005 : 709).


B. PENYEBAB DAN PENANGGULANGAN
1. Penyebab
a. Faktor Ibu
1) Hipoksia Ibu
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesi dalam.
2) Gangguan Aliran Darah Uterus
Hal ini disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus (hipertoni, hipotoni atau tetani akibat penyakit atau obat), hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsia dan lain-lain.
b. Faktor Plasenta
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
1) Pemakaian obat anestesi dengan berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
2) Trauma yang terjadi pada persalinan misal perdarahan intrakranial
3) Kelainan kongenital pada bayi.
( Ika, 2005 : 1072).

2. Penaggulangan Asfiksia Neonatorum
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Kemudian dilakukan resusitasi bayi baru lahir. Tindakan resusitasi di bagi menjadi 2 yaitu tindakan umum dan tindakan khusus.
a. Tindakan Umum
1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir relatif banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh (Miller dan Oliver, 1966).
2) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas harus dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.
3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas 20 detik segera setelah lahir dianggap sedikit banyak telah menderita depresi pusat pernafasan (Hall, 1969). Maka rangsang terhadap bayi harus segera dikerjakan.
b. Tindakan Khusus
1) Asfiksia berat (skor Apgar 0 – 3)
Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru yang memberikan O2 dengan tekanan dan intermiten. Cara terbaik adalah dengan melakukan intubasi endotrakeal.
2) Asfiksia sedang (skor Apgar 4 – 6)
Dalam hal ini dilakukan tindakan stimulasi agar timbul refleks
c. Tindakan lain
1) Penghisapan cairan lambung
Untuk menghindarkan adanya regurgitasi dan aspirasi.
2) Penggunaan obat
Obat analgetik misal koramin, lobelin, vandid, dan lain-lain.
3) Profilaksis terhadap blenorea
4) Faktor septik dan antiseptik
(Prawirohardjo, 2005 : 709).

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan. Banyak penyebabnya adalah : faktor ibu, faktor plasenta, faktor fetus serta faktor neonatus. Tindakan yang lazim dikerjakan adalah dengan resusitasi. Tindakan umum yang bisa dilakukan seperti pengawasan suhu, pembersihan jalan nafas serta rangsangan untuk menimbulkan pernafasan.
2. Saran
a. Untuk Bidan
Bidan harus lebih waspada dan tanggap dengan adanya asfiksia neonatorum sehingga dapat segera diberi penanganan.
b. Untuk Mahasiswa
Agar mahasiswa lebih memahami, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat menangani asfiksia neonatorum.
c. Untuk Masyarakat
Masyarakat harus lebih memperhatikan kesehatan kehamilannya (untuk ibu hamil) agar tidak terjadi asfiksia terhadap janinnya.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2005, Pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan, Jakarta.

IBI, 2006, 50 Tahun IBI Menyongsong Masa Depan, Jakarta : Pengurus IBI Pusat.

Prawirohardjo, Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Staf Pengajar IKS FKUI, 2005, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan anak 3, Jakarta : Bagian IKA FKUI.


BAYI PREMATUR
Oleh
Hesti Rahmawati
NIM 0602023

A. PENDAHULUAN
Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan makin tinggi mordibitas dan mortalitasnya. Dengan pengelolaan yang optimal dan dengan cara-cara yang komplek serta menggunakan alat-alat yang canggih, beberapa gangguan yang berhubungan dengan prematuritasnya dapat di obati. Dengan demikian gejala sisa yang mungkin diderita kemudian dari dapat dengan atau dikurangi.
Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam problematik pada derajat prematuritas maka Usher (1975) menggolongkan bayi tersebut dalam 3 kelompok :
1. Bayi yang sangat prematur (extremely premature) : 24 – 30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24 – 27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28 – 30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan yang sangat sensitif.
2. Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately premature) : 31 – 16 minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan pertama.
3. Bordeline premature : masa gestasi 37 – 38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat prematur dan matur.
(Sarwono Prawirohardjo, 1994, hal : 775).

B. PENYEBAB
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antipartum, trauma fisis dan psikologis.
b. Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat, kejadian terendah ialah pada usia ibu antara 26 – 39 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial – ekonomi yang terendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
2. Faktor Janin
Hidramnion, kehamilan pada umumnya akan mengakibatkan lahir bayi BBLR
(Staf Pengajar IKA, 2005, hal : 1052).

C. BERAGAM MASALAH YANG MUNCUL
1. Gagal nafas (asfiksia)
Belum matangnya organ tubuh, terutama paru-paru, memungkinkan bayi prematur mengalami gagal nafas, untuk mengatasinya dengan dilakukan resustasi.
2. Gangguan otak
Bila gagal nafas dibiarkan saja, bukan tak mungkin akibat yang lebih serius akan dialami bayi prematur.
Contohnya : kerusakan pada otak yang merupakan organ tubuh yang vital.
3. Pembuluh darah tidak menutup
Sebelum lahir, ada pembuluh darah yang digunakan bayi untuk bernafas. Pembuluh darah ini seharusnya menutup dengan sendirinya begitu bayi lahir. Namun, karena lahir prematur, bisa jadi pembuluh darah tersebut tetap terbuka, sehingga menimbulkan serangkaian masalah.
4. Saluran cerna belum berfungsi penuh
Saluran cerna yang belum matang juga akan menimbulkan dampak pada bayi prematur. Di tambah lagi refleks isap dan kemampuan menelannya yang belum berfungsi dengan baik. Idealnya, sekitar 24 – 72 jam pertama ia sudah mendapat tambahan nutrisi.
5. Ikterik
Fungsi hati yang belum maksimal akan menyebabkan hemoglobin menumpuk karena tidak bisa di proses. Akibatnya, bayi menjadi kuning.
6. Infeksi
Bayi cukup bulan memiliki daya tahan tubuh yang relatif masih rendah kemungkinan masalah yang timbul pada bayi yang lahir prematur adalah mudahnya ia terkena infeksi.
(Mirza, Maulana, 2008, hal : 198 – 199).

D. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan dirumah sakit
a. Dimasukkan dalam inkubator
Inkubator berfungsi menjaga suhu bayi supaya tetap stabil. Akibat sistem pengaturan suhu dalam tubuh bayi prematur belum sempurna, maka suhu tubuhnya bisa naik atau turun secara drastis.
b. Pencegahan infeksi
Mudahnya bayi prematur terinfeksi menjadikan hal ini salah satu fokus perawatan selama di rumah sakit. Pihak rumah sakit akan terus mengontrol dan memastikan bayi tidak sampai terjadi infeksi karena bisa berdampak fatal.
c. Minum cukup
ASI adalah sumber nutrisi yang utama, ASI melindungi dari infeksi untuk itulah selama dirawat, pihak rumah sakit harus memastikan bayi mengonsumsi susu sesuai kebutuhan tubuhnya. Selama belum bisa mengisap dengan benar, minum susu dilakukan dengan menggunakan pipet.
d. Memberikan sentuhan
Bayi prematur yang mendapat banyak sentuhan ibu menurut penelitian menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih cepat daripada jika si bayi jarang disentuh.
e. Membantu beradaptasi
Apabila tidak ada komplikasi, perawatan di rumah sakit bertujuan membantu bayi beradaptasi dengan lingkungan barunya.
2. Perawatan dirumah
a. Minum susu
Ibu harus menyusui tiap 1,5 – 2 jam dalam sehari pada 24 – 48 jam pertama setelah pulang dari rumah sakit untuk memastikan produksi ASI yang cukup.
b. Jaga suhu tubuhnya
Orang tua harus mengusahakan supaya lingkungan sekitarnya tidak memicu kenaikan atau penurunan suhu tubuh bayi.
c. Pastikan semuanya bersih
Orang tua harus berhati-hati menjaga keadaan si kecil supaya tetap bersih sekaligus meminimalisasi kemungkinan terserang infeksi.
(Mirza Maulana, 2008, hal : 201 – 203).

E. PENUTUP/KESIMPULAN
1. Bayi prematur digolongkan dalam 3 kelompok :
a. Bayi yang sangat prematur : 24 – 30 minggu
b. Bayi pada derajat prematur yang sedang : 31 – 36 minggu
c. Bordeline prematur : 37 – 38 minggu.
2. Penyebab lahirnya bayi prematur :
a. Faktor ibu
1) Penyakit
2) Usia
3) Keadaan sosial ekonomi
b. Faktor janin
Hidramnion, kehamilan pada umumnya akan mengakibatkan lahir bayi BBLR.
3. Masalah yang timbul
a. Gagal nafas (asfiksia)
b. Gangguan otak
c. Pembuluh darah tidak menutup
d. Ikterik
e. Infeksi
f. Saluran cerna belum berfungsi penuh
4. Penatalaksanaan
a. Dimasukkan dalam inkubator
b. Pencegahan infeksi
c. Minum cukup
d. Menjaga suhu tubuh
DAFTAR PUSTAKA




Maulana, Mirza, 2008, Penyakit kehamilan dan Pengobatannya, Yogyakarta : Katahari.

Prawirohardjo, Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Staf pengajar IKA FKUI, 2005, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3, Jakarta : Bagian IKA FKUI.



1 komentar: