Minggu, 31 Oktober 2010

KTI KEBIDANAN : TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENOPOUSE TENTANG OSTEOPOROSIS DI DESA X

BUTUH REFERENSI KTI KEBIDANAN INI HUB : 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut data kependudukan di Indonesia pada tahun 1993 usia harapan hidup rata-rata adalah 62 tahun menjadi 70 tahun pada 2002. Pada waktu itu kelompok lanjut usia berjumlah 5,2% dari seluruh penduduk Indonesia kemudian meningkat 7,2% pada tabun 2002 (Ali Baziat, 1995).
Khususnya pada wanita dengan makin bertambahnya usia maka akan merupakan masalah tersendiri mulai usia 45 tahun yaitu terjadi penurunan kadar hormon estrogen yang menyebabkan berhentinya haid (menopouse). Menopouse bukanlah peristiwa yang terjadi mendadak, tetapi berlangsung secara bertahap mulai dari masa klimakterium. Secara medis seorang perempuan akan dinyatakan telah mengalarni menopouse jika selama setahun tidak pemah haid lagi. Berhentinya produksi estrogen oleh indung telur akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme zat kapur (kalsium) dalam tulang yang mana setelah menopouse akan makin banyak kalsium yang dibuang daripada yang disimpan. Hal ini secara berangsur akan menyebabkan tulang menjadi semakin keropos. Proses pengeroposan tulang ini disebut osteoporosis. Dengan meningkatnya jumlah lansia, menjadi bukti bahwa banyak yang mengalami osteoporosis. (Bazitad, 1995).
Menurut Titi (2006) osteoporosis merupakan suatu penyakit yang paling umum dan terutama menjadi persoalan bagi mereka yang berumur dan bagi perempuan yang memasuki masa menopouse. Tingkat kerawanan akan meningkat pada wanita pasca menopouse dengan percepatan mencapai 80% dan angka kejadian osteoporosis pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena osteoporosis, sedangkan pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Oleh Sarwono (2003) osteoporosis tulang belakang empat kali lebih banyak dialami perempuan, hal ini dikarenakan hilangnya kalsium dalam tulang berlangsung lebih cepat pada perempuan dibanding laki¬-laki.
Faktor resiko terjadinya osteoporosis sangat beragam, mulai dari faktor nutrisi, genetik hormonal bahkan pada pola hidup sehari-hari. Penyakit osteoporosis dapat dicegah bila masyarakat mengetahui caranya, osteoporosis dapat dicegah dengan kombinasi konsurnsi kalsium, vitamin D dan olahraga teratur. Ditegaskan Sarwono (2003) bahwa wanita tidak boleh dibiarkan bertoleransi dengan penyakit-penyakit yang sampai mengancam kehidupannya karena menghilangnya hormon estrogen.
Dalam upaya pencegahan osteoporosis, pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, seperti yang diungkap Sulaiman (2000) yang mengatakan upaya pencegahan hanya dapat terlaksana bila masyarakat mengetahui cara untuk mengubah perilaku seseorang adalah melalui pendidikan kesehatan atau penyuluhan.
Dari hasil pengamatan temyata banyak dijumpai bahwa masyarakat berpendidikan rendah masih belum sepenuhnya mengerti tentang menopouse dan osteoporosis. Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses belajar untuk mengembangkan pengertian yang benar dan sikap yang positip dari individu atau kelompok terhadap kesehatan agar yang bersangkutan menerapkan cara hidup sehat sebagai bagian dari cara bidupnya sehari-hari. Banyak contoh-contoh yang dikemukakan dimana perubahan perilaku terjadi secara kekerasan, atau karena takut, karena adanya imbalan materi dan sebagainya.(IB Mantra, 1997)
Memang ada waktu-waktu tertentu dimana kita harus mempergunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai suatu perubahan perilaku tertentu, misalnya dalam situasi wabah dan sebagainya. Yang akan kita bicarakan disini ialah bagaimana mencapai perubahan perilaku melalui penyuluhan yaitu melalui suatu proses belajar karena perubahan semacam ini ternyata relatif lebih lestari. Karena penyuluhan pada dasamya adalah suatu proses belajar, maka keberhasilan penerapan penyuluhan tersebut tergantung pada seberapa jauh kita memahami dan trampil menerapkan prinsip-prinsip belajar tersebut.
Penyuluhan suatu pernyataan atau gambaran tentang suatu keadaan di masa datang yang akan dicapai melalui petaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu yang telah direncanakan.
Berdasarkan hasil yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI ada 14 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa masalah osteoporosis telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7% (Depkes RI 1991). Di Indonesia enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan Belanda. Enam porpinsi dengan resiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DIY (23,32%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), dan Kalimantan Timur (10,5%). Penelitian lain di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan pada tahun 2002 menunjukkan balrwa osteoporosis di Indonesia harus diwaspadai karena dari 101.161 responden ternyata 29% diantaranya telah menderita osteoporosis pada daerah kaki bahkan dari observasi ada yang badannya nampak membungkuk. Meskipun tanda dan gejala yang dikeluhkan dan diobservasi belum bisa memastikan orang tersebut osteoporosis karena perlu pemeriksaan khusus tetapi hat ini perlu diwaspadai dan dicegah. Didukung pula dari aspek pengetahuan yang kurang tentang pencegahan osteoporosis.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 mei 2008 di posyandu di desa medono kec Boja Kab Kendal di peroleh data bahwa di posyandu di desa medono tersebut terdapat sekitar 54 wanita menoupose dengan osteoporosis tetapi banyak wanita yang tidak tahu tentang osteoporosis
Setelah dilakukan wawancara pada 10 wanita menoupose di dapat ada 3 wanita menoupose yang mengerti tentang osteoporosis dan ada 7 yang tidak mengerti tentang osteoporosis.
Melihat fenomena. tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan lbu Menopouse Tentang Osteoporosis ”.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan maka perumusan masalahnya adalah “Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita Menopouse tentang Osteoporosis”.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan ibu menopouse tentang osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik tingkat pengetahuan responden tentang menopouse.meliputi: umur, pendidikan, pekerjaan.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu menopouse tentang osteoporsis yang meliputi:
1) Pengertian menopouse
2) faktor resiko osteoporosis
3) Dampak osteoporosis
4) Pencegahan osteoporosis







D. MANFAAT
1. Bagi Puskesmas
Sebagai masukan guna meningkatkan mutu pelayanan bidang kesehatan ibu menopouse.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dari teori-teori yang ada dapat diterapkan dalam penelitian dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan guna meningkatkan mutu pendidikan selanjutnya.
3. Bagi Responden
Menambah informasi masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup sehat selama usia menopouse untuk mencegah penyakit-penyakit (osteoporosis).
4. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menambah pengetahuan yang diperoleh di ruang kuliah.
5. Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap osteoporsis.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Menurut Rachman dkk, (2003) yang dimaksud pengetahuan adalah hasil dari kegiatan mengetahui. Mengetahui artinya mempunyai bayangan dalam pikirannya tentang sesuatu. Pada dasarnya manusia mengetahui dengan dua cara sehingga dalam otaknya ada bayangan yaitu mengetahui lewat indera dan mengetahui lewat akal.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar. Dan proses belajar menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Piaget dalarn Siroj (2001), pengetahuan merupakan skemata yang terbentuk melalui proses-proses asimilasi dan akomodasi.
Dari pengertian tersebut di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari mengetalmi lewat penginderaan terutama mata dan telinga yang diperoleh melalui proses belajar, asimilasi dan akomodasi.

b. Sumber-sumber Pengetahuan
Untuk mendapatkan pengetabuan yang benar pada dasamya terdapat dua cara pokok yang dapat dilakukan oleh manusia. Pertama adalah berdasarkan diri pada rasio dan kedua berdasarkan diri pada pengalaman. Sumber pengalaman selain dapat diperoleh melalui rasio dan pengalaman juga melalui intuisi dan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa melalui proses penalaran tertentu. (Rachman dkk, 2003).
Menurut Istiarti (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronika, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.
c. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan pengetalman yang paling rendah.
2) Memahami (comprehention) yaitu kemampuan untuk mejelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application), yaitu kernampuan untuk menggunakan materi yang telab dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenamya.
4) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalarn komponen-komponen, tetapi masib di dalam struktur organisasi tersebut dan masib ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis), yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau mengbubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalab suatu kernampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kreteria-kreteria yang telah ada.
d. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetabuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan di atas, hal ini dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003).

2. Menopause
a. Pengertian Menopause
Menurut Manuaba (2001), menopause merupakan berhentinya fungsi reproduksi ditandai dengan berakhimya menstruasi sekitar 50 tahun.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar