Kamis, 29 Oktober 2009

GUILLAIN BARRE SYNDROME(GBS)

Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis dari kelemahan akut ekstremitas tubuh, yang disebabkan oleh kelainan saraf tepid an bukan oleh penyakit sistemis. Penyakit ini merupakan suatu kelainan system kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang-kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom maupun susunan saraf pusat.
Sindrom guillain Barre (SGB) adalah sindrom klinis yang ditunjukkan oleh awitan akut dan dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan cranial. Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenerasi selaput myelin dari saraf perifer dan cranial.

A. Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan /penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain :
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistemik keganasan, sistemik lupus erythematosus, tiroiditis, penyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam amsa nifas.


B. Patofisiologi
Prinsip-prinsip patofisiologi
Pada SGB, selaput myelin yang mengelilingi akson hilang. Selaput meilin cukup rentan terhadap cedera karena banyak agen dan kondisi, termasuk trauma fisik, hipoksemia, toksik kimia, insufisiensi vascular, dan reaksi imunologi. Demielinasi adalah respon umum dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi yang merugikan ini.
Akson bermeilin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibanding akson takbermielin. Sepanjang perjalanan serabut serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus ranvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraseluler. Membran sangat permiabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik. Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat hanya pada nodus Ranvier (Gbr.31-9), sehingga, impulsa saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuta. Kehilangan selaput myelin pada sindrom Guillain Barre membuat konduksi saltotari tidak mungkin terjadi, dan tranmisi impuls saraf dibatalkan.


C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang timbul
1. Parestesia
2. Kelemahan otot kaki yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah.
3. Kelumpuhan
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neurone. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian progsimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian progsimal.
4. Gangguan Sensibilitas
Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga misa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah sutu aktifitas fisik.
5. Gangguang fungsi otonom
Gangguang fungsi otonom dijumpai pada 25% penderita SGB9. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.
6. Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini merupakan disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.
7. Papiledema
Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbs cairan otak berkurang.



D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan pemeliharaan fungsi sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga.
1. Dukungan pernafasan dan kardiovaskuler
Jika vaskulatur pernafasan terkena, maka mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik. Mungkin perlu dilakukan trakeostomi jika pasien tidak dapat disapih dari ventilator dalam beberapa minggu. Gagal pernafasan harus diantisipasi sampai kemajuan gangguan merata, karena tidak jelas sejauh apa paralisis akan terjadi.
Jika sistem saraf otonom yang terkena, maka akan terjadi perubahan drastis dalam tekanan darah (hipotensi dan hipertensi) serta frekuensi jantung akan terjadi dan pasien harus dipantau dengan ketat. Pemantauan jantung akan memungkinkan disritmia teridentifikasi dan diobati dengan depat. Gangguan sistem saraf otonom dapat dipicu oleh Valsava maneuver, batuk, suksioning, dan perubahan posisi, sehingga aktivitas-aktivitas ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
2. Plasmaferesis
Plasmaferesis dapat digunakan baik untuk SGB maupun miastenia gravis untuk menyingkirkan antibodi yang membahayakan dari plasma. Plasma pasien dipisahkan secara selektif dari darah lengkap, dan bahan-bahan abnormal dibersihkan atau plasma diganti dengan yang normal atau dengan pengganti koloidal. Banyak pusat pelayanan kesehatan mulai melakukan penggantian plasma ini jika didapati keadaan pasien memburuk dan akan kemungkinan tidak akan dapat pulang kerumah dalam 2 minggu.
3. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri dapat menjadi bagian dari perhatian pad pasien dengan SGB. Nyeri otot hebat biasanya menghilang sejalan dengan pulihnya kekuatan otot. Unit stimulasi listrik transkutan dapat berguna pada beberapa orang. Setelah itu nyeri merupakan hiperestetik. Beberapa obat dapat memberikan penyembuhan sementara. Nyeri biasanya memburuk antara pukul 10 malam dan 4 pagi, mencegah tidur, dan narkotik dapat saja digunakan secara bebas pada malam hari jika pasien tidak mengkompensasi secara marginal karena narkotik dapat meningkatkan gagal pernafasan. Dalam kasus ini, pasien biasanya diintubasi dan kemudian diberikan narkotik.
4. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan. Jika pasien tidak mampu untuk makan per oral, dapat dipasang selang peroral. Selang makan, bagaimana pun, dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, jadi dibutuhkan pemantauan dengan cermat oleh dokter dan perawat.
5. Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat untuk pasien dengan gangguan ini,terutama karena nyeri tampak meningkat pada malam hari. Tindakan yang memberikan kenyamanan, analgesic dan kontrol lingkungan yang cermat (mis, mematikan lampu, memberikan suasana ruangan yang tenang) dapat membantu untuk meningkatkan tidur dan istirahat. Juga harus selalu diingat bahwa pasien yang mengalami paralise dan mungkin pada ventilasi mekanik dapat sangat ketakutan sendiri pada malam hari, karena ketakutan tidak mampu mendapat bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara atau lampu pemanggil sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan. Membuat jadwal rutin pemeriksaan pasien juga dapat membantu mengatasi ketakutan.
6. Dukungan emosional
Ketakutan, keputusasaan, dan ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada pasien dan keluarga sepanjang perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang teratur tentang intervensi dan kemajuan dapat sangat berguna. Pasien harus diperbolehkan untuk membuat keputusan sebanyak mungkin sepanjang perjalanan pemulihan.
Kadang pasien seperti sangat sulit untuk dirawat karena mereka membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat menggunakan bel pemanggil secara berlebihan jika merasa tidak aman. Perawat harus mempertimbangkan untuk membiarkan keluarga menghabiskan sebagian waktu lebih banyak bersama pasien. Dengan menyediakan perawat primer dapat memberikan pasien dan keluarga rasa aman, mengetahui bahwa ada seseorang yang dapat menjadi sumber informasi dengan konsisten. Pertemuan tim dengan pasien dan keluarga harus dilakukan secara.

E. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi
Gagal pernafasan
Komplikasi yang paling berat dari SGB dan miastenia gravis adalah gagal nafas. Melemahnya otot pernafasan membuat pasien dengan gangguan ini berisiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernafasan berulang. Disfagia juga dapat timbul, mengarah pada respirasi. Mungkin terdapat komplikasi yang sama tentang imobilitas seperti yang terdapat pada korban stroke.
Penyimpangan Kardiovaskuler
Mungkin terjadi gangguan sistem saraf otonom pada pasien SGB yang dapat mengakibatkan disritmia jantung atau perubahan drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.
Komplikasi Plasmaferesis
Pasien dengan SGB atau miastenia gravis yang menerima plasmaferesi, berisiko terhadap potensial komplikasi karena prosedur tersebut. Infeksi mungkin terjadi pada tempat akses vaskuler. Hipovolemia dapat mengakibatkan hipotensi. Takikardia, pening, dan diaphoresis. Hipokalemia dan hipokalsemia dapat mengarah pada disritmia jantung. Pasien dapat mengalami sirkumolar temporer dan paresis ekstremitas distal, kedutan otot dan mual serta muntah yang berhubungan dengan pemberian plasma sitrat. Pengamatan dengan cermat pengkajian penting untuk mencegah masalah-masalah ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar