Rabu, 11 Agustus 2010

KTI KEBIDANAN : DUKUNGAN SUAMI TENTANG PERAWATAN IBU NIFAS DI XXX

KTI KEBIDANAN UPDATE BAB 1,2,3,4, LENGKAP UNTUK BAHAN REFERENSI PESAN AJA : KE YUNI Hp. 081 225 300 100 dan 081 228 101 101


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini derajat kesehatan ibu di Indonesia masih belum memuaskan hal ini antara lain ditandai oleh tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kelahiran terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama postpartum. Sementara itu target yang ingin dicapai pada tahun 2010 adalah 125 per 100.000 kelahiran hidup (Syaifudin, 2006).
Komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (eklamsi), infeksi, partus lama. Berdasarkan data pada tahun 2005 terdapat 24.139 ibu nifas, dari semua ibu nifas tersebut 9 (0,037%) orang meninggal dunia yang diakibatkan oleh perdarahan sebanyak 3 (90,012 %) orang, preeklamsi 1 (0,004%), infeksi 1 (0,004%) (Dinkes Jateng, 2005).
Masa nifas atau masa puerpurium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira- kira 6 minggu. Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat. Delapan jam pasca persalinan, ibu harus tidur terlentang untuk mencegah perdarahan. Sesudah 8 jam, ibu boleh miring kekiri atau kekanan untuk mencegah trombosis. Ibu dan bayi ditempatkan pada satu kamar. Pada hari ke dua, bila perlu dilakukan latihan senam. Pada hari ketiga umumnya sudah dapat duduk, pada hari ke empat berjalan, dan pada hari kelima dapat dipulangkan, makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein,serta banyak buah (Mansjoer, 2000).
Asuhan masa nifas bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologik, melaksanakan screening yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu ataupun pada bayinya. Untuk mencapai target tersebut Making Pregnancy Safers (MPS) mempunyai misi diantaranya menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui yang cost affective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, dengan harapan nifas normal (Syaifuddin, 2006).
Infeksi nifas masih berperan sebagai penyebab kematian ibu terutama di negara berkembang seperti Indonesia karena pelayanan kebidanan yang masih jauh dari sempurna. Daya tahan tubuh yang tidak baik, perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi atau mal nutrisi, anemia, hygiene yang kurang baik serta kelelahan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Pemantauan yang ketat dan asuhan pada ibu dan bayi saat masa nifas diharapkan dapat mencegah kejadian tersebut (Syaifuddin,2006).
Ibu nifas sangat membutuhkan adanya dukungan dari orang di sekitarnya. Orang yang memotivasi, membesarkan hati dan orang yang selalu bersamanya serta membantu dalam menghadapi perubahan akibat adanya persalinan, untuk semua ini yang penting berpengaruh bagi ibu nifas adalah kehadiran seorang suami (Kitzinger 2005).
Dalam hal ini dukungan yang terpenting adalah peran suami, suami merupakan kepala keluarga sekaligus patner istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka. Seorang laki-laki yang menjadi ayah baru dituntut dapat membantu istrinya yang baru saja melewati pengalaman persalinan. Karena salah satu peran suami dalam keluarga adalah menjaga kesehatan istri setelah melahirkan yaitu dengan cara memberikan dukungan dan cinta kasih kepada istrinya agar sang istri merasa diperhatikan,mengantarkan untuk kontrol,menganjurkan untuk makan bergizi, istirahat cukup,menjaga personal hygine (BKKBN, 2004).
Dukungan sosial yang diberikan suami pada istrinya adalah dukungan emosional, berupa ungkapan kasih sayang dan perhatian seorang suami kepada istri ataupun bayinya, dukungan penghargaan, berupa ujian atau penilaian kepada ibu nifas, dukungan instrumental, berupa membantu merawat bayi seperti mengendong, menggantikan popok bayi sampai melakukan pekerjaan rumah tangga. Dan dukungan informative, yaitu suami memberikan nasehat, petunjuk atau umpan balik kepada istrinya mengenai masalah nifas (Friedman, 1998).
Tidak adanya dukungan suami pada perawatan masa nifas akan menyebabkan ibu merasa tidak diperhatikan dan tertekan misalnya suami lebih perhatian pada bayi daripada istrinya, suami tidak perduli jika istri capek atau setres saat merawat bayinya, suami tidak berpartisipasi menemani istri untuk control, suami protes terhadap perubahan bentuk tubuh istrinya, suami tidak mengingatkan istri untuk makan-makanan yang bergizi dan istirahat cukup. Tekanan yang dirasakan ibu nifas tersebut jika dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan ibu terjadinya stres dalam masa nifas,sehingga bisa memunculkan sikap negative dalam masa nifas dan menimbulkan perilaku yang kurang baik dalam menjalani masa nifas seperti tidak mau makan, tidak mau memeriksakan ketenaga kesehatan,dan akan berdampak buruk terhadap kesehatan dirinya (saleha 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas XX pada bulan januari sampai Maret 2009 terdapat 143 ibu nifas. Dukungan suami pada masa nifas meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatife. Fenomena yang terjadi di Puskesmas XX adalah tidak adanya dukungan emosional dan penghargaan suami yang dapat dilihat dari kurangnya partisipasi suami dalam perawatan nifas misalnya suami tidak memberikan bantuan, simpati, dorongan serta semangat padahal ibu sendiri merasa tegang dan tidak aman dalam menangani bayinya serta ibu tidak mempunyai kepercayaan diri setelah melihat para bidan yang dengan cekatan menangani bayinya dan berhasil menenangkannya sementara ia tidak mampu melakukannya. Ibu tidak dapat melaksanakan pemberian ASI secara memuaskan karena ASI tidak keluar atau putting susu datar, hal ini dikarenakan kurangnya dukungan suami dalam memberikan nasehat, petunjuk atau umpan balik kepada istrinya mengenai masalah nifas. Apabila ibu tidak mendapat dukungan atau umpan balik dari suami maka perasaan-perasaan gundah akan muncul seperti tidak mau merawat diri dan bayinya, proses perawatan masa nifas akan berlangsung lama dan ibu merasa tidak berguna setelah melahirkan bayinya. Dari 10 pasien ibu nifas, 6 ibu nifas (60%) mengatakan suami kurang mendukung istri pada perawatan nifas dan 4 (40%) istri mengatakan mendapat dukungan pada perawatan nifas.
Dari data yang terdapat di atas ternyata masih banyak ibu nifas yang kurang bahkan tidak mendapat dukungan suami. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Dukungan Suami Tentang Perawatan Ibu Nifas di XXX”.

B. RUMUSAN MASALAH
Di Puskesmas XX sebenarnya ibu nifas sudah mendapatkan penyuluhan tentang perawatan nifas yang dilakukan oleh bidan. tetapi Dari 10 pasien ibu nifas, 6 ibu nifas (60 %) mengatakan suami kurang mendukung istri pada perawatan nifas dan 4 (40%) istri mengatakan mendapat dukungan pada perawatan nifas. Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “ Dukungan Apa Sajakah yang Diberikan Suami Tentang Perawatan Ibu Nifas di XXX ?”.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dukungan suami tentang perawatan ibu nifas di XXX.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden meliputi (pendidikan, umur, pekerjaan) di XXX.
b. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan informatife pada ibu nifas di XXX.
c. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan emosional pada ibu nifas di XXX.
d. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan instrumental pada ibu nifas di XXX.
e. Mengetahui dukungan suami berupa dukungan penghargaan atau penilaian pada ibu nifas di XXX.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi bidan
Diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai masukan khususnya bidan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan pada ibu masa nifas dengan melibatkan dukungan suami agar hasilnya optimal.
2. Bagi Ibu Nifas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perawatan ibu nifas dengan mengikutsertakan peran suami.

3. Bagi XXX
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayananan di XXX terutama perawatan ibu nifas dengan adanya dukungan suami.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam menerapkan ilmu kebidanan tentang pentingnya dukungan suami pada perawatan ibu nifas.
5. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai wahana ilmiah dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang dukungan suami pada perawatan ibu nifas.
6. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi Peneliti Selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa, hasilnya dapat dijadikan bahan acuan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira – kira 6 minggu (Saifudin, 2006). Masa nifas juga merupakan masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Saleha, S 2009).
2. Tujuan Perawatan Masa Nifas
a. Ibu mendapat cukup istirahat sehingga tubuh dan pikirannya dapat pulih kembali setelah menjalani berbagai tugas fisik dan emosional selama hamil dan persalinan
b. Menghindari infeksi masa nifas dan depresi yang dapat menghambat kesembuhannya
c. Ibu dapat melaksanakan pemberian ASI secara memuaskan
d. Ibu dapat belajar merawat, mengantikan pakaian, memberikan susu dan membujuk bayinya ketika rewel atau menangis.

3. Tahapan Masa Nifas
Menurut Saleha, S (2009) nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
a. Periode immediate postpartum
Yaitu masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.
b. Periode early post partum (24 jam- 1minggu)
Yaitu pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik
c. Periode late post partum (1 minggu- 5 minggu)
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau melahirkan mempunyai komplikasi. Waktu sehat sempurna bisa berminggu – minggu, bulanan dan tahunan.
4. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Nifas
Pada masa nifas alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan – perubahan alat genitalia ini secara keseluruhannya disebut involusi. Organ kandungan yang mengalami involusi adalah uterus, bekas implantasi, luka jalan lahir, pengeluaran lokia, serviks, juga perubahan penting lain yaitu hemokosentrasi dan laktasi (Sarwono, 2005). ....... PESAN AJA UNTUK LEBIH LENGKAPNYA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar