Senin, 11 April 2011

KTI KEBIDANAN 2011 : TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DI DUSUN

DAPATKAN KTI lENGKAP BAB 1 - 5 HUB : Hp. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Tujuan pembangunan kesehatan gizi masyarakat dalam terwujudnya anak balita. Sementara itu masalah keterlantaran yang berhubungan dengan hambatan untuk hidup wajar sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai insane dan sumberdaya manusia yang produktif paling rawan dialami oleh balita (Depkes RI, 2003).
Gangguan sulit makan umumnya dialami anak-anak usia 1 – 5 tahun atau usia pra sekolah. Pada usia ini anak menjadi sulit makan karena semakin bertambahnya aktivitas mereka seperti bermain dan berlari sehingga kadang mereka menjadi malas untuk makan. Selain itu, pola pemberian makan yang tidak sesuai dengan keinginan anak dapat mempengaruhi anak menjadi sulit makan, karena pada saat pertumbuhan di usia balita anak akan mengalami masa perubahan bentuk makanan mulai dari ASI, makanan bertekstur halus dan sampai akhirnya makanan padat sebagai asupan utama (Irwanto, 2002).
Jika kondisi sulit makan ini tidak ditelusuri penyebabnya dan di carikan solusinya, maka akan membuat anak menolak untuk makan dan membuat anak jadi kekurangan gizi karena anak suka pilih-pilih makanan. Selain itu, jika anak selalu menganggap waktu makan sebagai saat yang tidak nyaman, ini akan berdampak buruk bagi kebiasaanm makan selanjutnya hingga dewasa, mengingat para orang tua memiliki konstribusi yang sangat penting terhadap pola makan anak. Selain itu, hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam memenuhi gizi anak agar dapat berkembang optimal dan memiliki kebiasaan makan yang baik sejak kecil (Kurniasih, 2007).
Penyebab kurang gizi tidak sebatas kemiskinan “bisa juga karena problem pencernaan yang tidak dapat menyerap asupan gizi secara baik” balita penderita kurang gizi biasanya disertai penyakit seperti tuberculosis (TBC) dan bronchitis. Penyebab lainnya adalah keenganan orang tua untuk membawa balitanya ke posyandu untuk diperiksa perkembangannya. (Siswono, 2006).
Ketua I Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan, ada tiga faktor penyebab anak menderita gizi buruk khususnya balita, yakni faktor keluarga miskin, faktor ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak dan faktor penyakit bawaan pada anak, seperti jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernafasan dan diare (Siswono, 2008).
Menurut Tuti Soenardi dalam seminar mengatasi masalah makan pada bayi dan balita di Bentara Budaya, Jakarta pada hari minggu tanggal 25 Maret 2009 bahwa kondisi sulit makan ternyata bukan semata-mata kesalahan anak. misalnya, orang tua tidak memperkenalkan aneka jenis bahan makanan pada si kecil sejak dini. Menurut Tuti, sejak usia satu anak mestinya sudah diperkenalkan pada makanan keluarga, yaitu makanan yang disiapkan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarga (Wiono, 2009).
Prevalensi gizi kurang yang sangat tinggi mencapai 30% hingga 40% dari populasi balita. Gizi kurang juga masih terjadi di 116 Kabupaten/Kota di tanah air. Sebagai gambaran angka kejadian gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia tahun 2002 masing-masing 8% dan 27,3% pada 2003 masing-masing meningkat menjadi 28,0%. Kondisi etrsebut cukup meprihatinkan, selain berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, kekurangan gizi juga termasuk salah satu penyebab utama kematian balita. Data WHO tahun 2002 menunjukkan 60% kematian terkait dengan kasus gizi kurang, dan masalah kekurangan gizi umumnya ditemukan pada darah rawan pangan, daerah dengan jumlah penduduk miskin tinggi, serta daerah yangbelum mempunyai akses memadai terhadap sarang air bersih dan pelayanan kesehatan (Minarto, 2009).
Sedangkan status gizi balita di Jawa Tengah tahun 2007, dimana didapatkan jumlah balitanya sebesar 2.772.579 balita. balita yang ditimbang sebesar 76,56%, sebanyak 1,52% balita yang dibawah garis merah dan 0,9% balita yang mengalami gizi buruk. (Profil Jawa Tengah, 2007).
Pada tahun 2009 Departemen Kesehatan di Indonesia membuat berbagai program untuk mengatasi masalah gizi kurang pada balita. Seperti, program penanggulangan yang meliputi, pendidikan gizi, pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan keluarga sadar gizi (kadarzi), peningkatan survellans gizi. Semua itu dilakukan dengan tiga strategi utama yakni, pemberdayaan masyarakat, peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, monitoring dan informasi kesehatan. (Minarto, 2009).
Peran serta orang tua dalam pemberian gizi yang baik pada balita sangat berpengaruh, karena gizi buruk dan gizi kurang pada balita terjadi melalui proses yang panjang dan utamanya sangat ditentukan oleh pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pertumbuhan balita yakni, sejak janin masih dalam kandungan hingga bayi dilahirkan sampai berusia dua tahun (Wijaya, 2006).
Menurut laporan organisasi kesehatan WHO, permasalahan gizi dapat ditunjukkan dengan besarnya angka kejadian gizi buruk yang menunjukkan kesehatan masyarakat Indonesia terendah di ASEAN, dan menduki peringkat ke 142 dari 170 negara. Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk pada balita tahun 2002 meningkat menjadi 8,3% dan gizi kurang 27,5%, serta pada tahun 2005 kejadian gizi buruk naik lagi menjadi 8,8% dan gizi kurang 28% (Dina, 2007).
Tahun 2007 lalu tercatat sebanyak 4 juta balita Indonesia mengalami gizi kurang dan 700.000 anak masuk kedalam kategori gizi buruk. Pendapat serupa dikemukakan dari Rachmat sentika, Sp.A, MARS, dari tim Ahli Anak komisi perlindungan Anak Indonesia, Rachmat menilai konduisi Asupan gizi balita di Indonesia memprihatinakn, penyebabnya asupan gizi yang kurang dan perubahan pola asuh yang tidak terpantau baik. Ahli gizi anak dari Istitusi Pertanian Bogor, Prof Dr Ir Ali Khomsan MS dan TIM Ahli anak dari komisi Perlindungan Anak Indonesia tb Rachmat sentika, senin (11/8) di Jakarta. Ali khomsan mengatakan, akar masalah yang menyebabkan tingginya angka anak yang menderita kurang gizi karena anak-anak makan seadanya dan dominan karbohidrat. Dalam koferensi pers yang diselenggarakan oleh kondisi untuk Indonesia sehat mengenai kampanye “Pentingnya Gizi Anak” dr.Dini Latief MSC, dari direktorat jendrl Bina kesehatan masyarakat, Depkeskesos mengatakan, meski pavelensi gizi buruk sudah menurun, dari 8,1& dari 1,7 juta balita yang menderita gizi kurang. Pada tahun 1999 menjadi 7,5% pada tahun 2000 berdasarkan survey sosial ekonomi nasional (Susenas) namun jumlah nominlnya masih terhitung tinggi, yaitu 160.000 balita (Dini, 2007).
Pada balita yang kenaikan berat badannya meningkat di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 dapat mencapai 76,52%, sedangkan di beberapa kabupaten dan kota yang sudah mempunyai target sebanyak 80% yaitu, seperti di Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Pati, Kudus, Brebes, Semarang (Profil Kesehatan Jateng, 2007).
Di Dusun Genuk Sari RW. 09 Kelurahan Tegalsari jumlah balita yang datang pada posyandu hari minggu tanggal 19 Agustus sejumlah 67 balita. Dari 67 balita tersebut yang mengalami kenaikan berat badannya 53 balita dan yang tidak mengalami kenaikan berat badannya ada 14 balita (Posyandu Genuksari, 2010). Dari studi pendahuluan, tidak jarang balita mempunyai berat badan normal, memiliki keluhan sulit makan dan balita yg tidak naik berat badannya. Dari data ini peneliti ingin mengerti bagaimana tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makan pada balita dan bagaimana cara ibu mengatasi balita yang sulit makan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas di dapatkan rumusan masalah yaitu “Bagaimana tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makan pada balita di Dusun xxx atas RW. xxx?”

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makan pada balita di Dusun Genuk Sari Atas Rw 09 Kelurahan Tegalsari Kecamatan xxx
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang definisi sulit makan di Dusun Genuk Sari Atas Rw 09 Kelurahan Tegalsari Kecamatanxxxx
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang gejala sulit makan di Dusun Genuk Sari Atas Rw 09 Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari Semarang
c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab sulit makan di Dusun Genuk Sari Atas Rw 09 Kelurahan Tegalsari Kecamatan xxx
d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang dampak sulit makan di Dusun Genuk Sari Atas Rw 09 Kelurahan Tegalsari Kecamatan xxxx
e. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang cara mengatasi sulit makan di Dusun Genuk Sari Atas Rw 09 Kelurahan Tegalsari Kecamatan xxxx
f. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang cara pemberian makan pada balita di Dusun Genuk Sari Atas Rw 09 Kelurahan Tegalsari Kecamatan xxx
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, masukan dalam pemberian informasi yang efektif di sesuaikan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makan pada balita sehingga bermanfaat dan menambah pengetahuan tentang pemberian gizi yang baik pada balita.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan wawasan baru menyangkut pola pemenuhan makanan dengan gizi berimbang yang selanjutnya diharapkan akan membantu meningkatkan kondisi masyarakat secara umum.


3. Bagi Peneliti
Mengetahui persepsi orang tua tentang balita sulit makan sehingga dapat memberikan gambaran tentang metode yang tepat dalam pendidikan kesehatan pada ibu balita.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan pustaka yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya dunia ilmu pengetahuan tentang cara pemberian makan pada balita.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui penginderaan manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
2. Proses Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut :
a. Kesadaran (Awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap obyek (stimulus).
b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tertentu. Disini sikap subyek sudah mulai timbul.
c. Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi.
d. Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adopsi (adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar