Minggu, 05 Juli 2015

KTI KEBIDANAN 2015 : HUBUNGAN PELAYANAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) TERHADAP TINGKAT KEPUASAN IBU DI PUSKESMAS

KTI KEBIDANAN TERBARU MURAH LENGKAP BAB 12345 + DAFTAR PUSTAKA HUB HP: 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peningkatkan kualitas dan akses pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir dan bayi serta anak balita maka kegiatan yang dilakukan adalah melalui penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu program intervensi berisi penjelasan secara rinci penanganan penyakit pada balita. Proses manajemen kasus MTBS dilaksanakan pada anak umur 2 bulan sampai 5 tahun pada balita yang sakit dan pedoman ini telah diperluas mencakup manajemen terpadu bayi muda (MTBM) bagi bayi umur 1 hari sampai 2 bulan baik dalam keadaan sehat maupun sakit (Depkes RI, 2006). Mutu pelayanan kesehatan adalah faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pasien. Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan untuk memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, perhatian dan keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien serta kesembuhan pasien oleh penderitanya. Pelayanan kesehatan yang bermutu akan tergantung pada proses pelaksanaan kegiatan itu sendiri, sumber daya yang diberikan oleh kesehatan pelayanan, faktor lingkungan yang mempengaruhi serta manajemen kesehatan (Wijono, 2006). Sebagai indikatornya adalah terus membaik dan meningkatkan mutu pelayanan dengan harapan pasien, sehingga pelayanan nantinya membuat pasien akan terlihat puas atas pelayanan yang menyenangkan sesuai harapan. Penanganan balita ini menggunakan suatu bagan yang memperlihatkan langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanannya, sehingga dapat mengklasifikasikan penyakit yang dialami oleh balita, melakukan rujukan secara cepat apabila diperlukan, melakukan penilaian status gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu ibu balita juga diberi konseling tatacara memberi obat di rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang seharusnya diberikan dan memberitahu kapan harus kembali (kunjungan ulang) atau segera kembali untuk mendapatkan pelayanan tindak lanjut (Depkes RI, 2006). Pelaksanaan program MTBS ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan terutama bagi penanganan terhadap balita yang sakit. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya sangat diperlukan dengan berorientasi pada kebutuhan pasien, artinya jasa yang diberikan sesuai dengan harapan dan kebutuhan pasien. Penentuan kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan ini dapat didasarkan pada dimensi mutu pelayanan yang meliputi daya tanggap (responsiveness), kehandalan (reliability), jaminan (assurance), empati (emphaty), bukti langsung terutama sarana dan fasilitas fisik (tangibles) (Kotler, 2004). Pemenuhan kebutuhan pasien melalui manajemen mutu ini akan berpengaruh terhadap terciptanya kepuasan pasien. Kepuasan pasien ini dapat ditentukan oleh kualitas layanan yang dikehendaki, sehingga jaminan kualitas menjadi kualitas utama bagi suatu penyedia jasa pelayanan. Berkaitan dengan kepuasan pasien terhadap layanan, ada dua hal pokok yang saling berkaitan erat yaitu harapan pelanggan terhadap kualitas layanan (expected quality) dan presepsi konsumen terhadap kualitas layanan (perceived qulity). Pasien atau pelanggan selalu menilai suatu layanan yang diterima dibandingkan dengan apa yang diharapkan atau diinginkan (Kotler, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Utari (2009) tentang hubungan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Oleh Petugas Kesehatan Dengan Kepuasan Ibu Balita Sakit Di Puskesmas Parit Rantang Kota Payakumbuh dihasilkan terdapat hubungan yang bermakna pelaksanaan MTBS oleh petugas kesehatan dengan kepuasan ibu balita sakit di puskesmas parit Rantan. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2008) yang meneliti tentang analisis manajemen mutu MTBS yang terkait dengan mutu penerapan kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Puskesmas di Kabupaten Brebes diketahui bahwa terdapat kelemahan pada proses manajerial penerapan proses manajemen kasus MTBS, kelemahan pada proses manajerial kepala Puskesmas dalam menetapkan sasaran, merencanakan, menghimpun sumber daya, melaksanakan dan mengawasi penerapan MTBS Puskesmas, dan lemahnya manajemen implementasi dan koordinasi lintas program serta lemahnya manajemen mutu pada aspek kepemimpinan, ketidaksamaan kultur, kurangnya ketrampilan analitis dan orang, dan lemahnya kinerja organisasi MTBS di Puskesmas. Data dari puskesmas xxx kota xxx pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 7.133 balita yang berkunjung ke Puskesmas. Jumlah ini merupakan terbesar ketiga di Kota Xxx setelah Puskesmas Bandarharjo dan Gunung pati. Jumlah balita yang mendapatkan penanganan MTBS di Puskesmas Xxx mencapai 6.691 balita (Dinkes, 2012) dengan riancian perbulannya yaitu : Bulan Januari 783, Februari 990, Maret 1140, April 999, Mei 880, Juni 1134, Juli 765. Tingginya jumlah pasien balita dan sekaligus melalui penanganan MTBS ini menjadi pekerjaan yang berat bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan dengan mutu yang prima (Buku Laporan Puskesmas Xxx Kota Xxx, 2012). Data lain di Puskesmas Xxx Xxx, dalam kegiatan MTBS yaitu semua petugas yang diamati menyatakan masih banyak petugas yang belum dilatih, petugas yang telah lama dilatih tidak diberi penyegaran tentang perkembangan terbaru, petugas merasa kurang bimbingan dan pembinaan, sarana dan formulir kurang, tidak disediakan pojok oralit ataupun ruang konsultasi gizi khusus, serta tidak ada alur khusus untuk kunjungan ulang, dan menyatakan bahwa ruang MTBS ada tetapi alur pelayanan digabung dengan pelayanan ibu. Untuk kelengkapan pengisian formulir MTBS, petugas mengisi formulir dengan tidak lengkap, petugas tidak menyiapkan buku bagan sebagai penuntun dan sebagian besar mengutamakan buku bantu sebagai sarana pencatatan serta ditemukan satu puskesmas tidak melayani dengan MTBS saat petugas terlatih tidak datang. Data awal diatas menunjukkan bahwa sumber daya dan proses pelayanan yang berhubungan dengan MTBS belum sesuai dengan kaidah pelayanan prima (Laporan Puskesmas). Hasil wawancara dengan 10 orang ibu yang memeriksakan balitanya di Puskesmas Xxx didapatkan bahwa 6 diantaranya menyatakan kurang mendapatkan pelayanan yang baik dimana waktu tunggu yang terlalu lama, serta petugas yang terkesan tidak ramah terhadap pasien. Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu di Puskesmas Xxx Xxx” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Di Puskesmas Xxx Kota Xxx?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya hubungan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap tingkat kepuasan ibu di Puskesmas Xxx kota Xxx. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat kepuasan ibu balita di Puskesmas Xxx kota Xxx b. Mendeskripsikan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Xxx Xxx. c. Menganalisis hubungan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit terhadap tingkat kepuasan ibu di Puskesmas Xxx Xxx D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Mendapatkan masukan dan mengetahui unsur unsur manajemen mutu MTBS yang ada yang dapat menjadi pertimbangan untuk meningkatkan mutu penerapan kegiatan MTBS Puskesmas dan agar dapat dijadikan bahan masukan untuk memperbaiki unsur–unsur manajemen mutu di tingkat pengambil keputusan yang masih kurang. 2. Bagi Institusi Keperawatan Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam manajemen kebijakan program kesehatan anak dan hasil penelitian ini dapat dikembangkan oleh peneliti lain dari berbagai konsentrasi keilmuan. 3. Bagi Peneliti Memperluas pengetahuan dan pengalaman serta menerapkannya dalam tugas keperawatan. E. Bidang Ilmu Penelitian ini berhubungan dengan ilmu keperawatan khususnya manajemen keperawatan. F. Keaslian Penelitian Judul Nama Desain Hasil Hubungan kepatuhan petugas puskesmas dan kepuasan ibu balita yang mendapat pelayanan kesehatan dengan tatalaksana manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di kabupaten sidoarjo jawa timur tahun 2002 Asteria unik prawati (2002) Cross sectional dengan Pendekatan kuantitatif dan kualitatif Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada tingkat kepatuhan petugas dengan menggunakan cut off point 90 dalam nilai kisaran kepatuhan tertinggi 100 dan terendah 83,32% maka sebanyak 65,80% petugas patuh dalam melakukan penilaian dan klasifikasi, 9,70% petugas patuh dalam menentukan tindakan dan 66,70% petugas patuh dalam memberikan konseling. Untuk tingkat kepuasan ibu balita, dengan cut off point 29 dari total score 40, maka secara umum ibu balita menyatakan puas mendapatkan pelayanan dengan tatalaksana MTBS, tetapi masih ada 8,34% ibu balita yang tidak puas dalam hal keinginananya untuk kembali. Dengan uji statistic, pada p~, 43 terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan petugas dalam penilaian dan klasifikasi penyakit dengan kepuasan ibu balita dalam hal keinginannya untuk kembali membawa anaknya berobat ke puskesmas. Analisis Manajemen Mutu MTBS yang terkait dengan Mutu Penerapan kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Puskesmas di Kabupaten Brebes Suparto Hary Wibowo (2008) Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap kepala Puskesmas tentang manajemen mutu MTBS di kabupaten Brebes masih kurang pada pengetahuan pengelolaan sasaran mutu dan pada pelayanan yang berfokus pada pelanggan. Dari analisis kualitatif disimpulkan bahwa terdapat kelemahan pada proses manajerial penerapan proses manajemen kasus MTBS, kelemahan pada proses manajerial kepala Puskesmas dalam menetapkan sasaran, merencanakan, menghimpun sumber daya, melaksanakan dan mengawasi penerapan MTBS Puskesmas, dan lemahnya manajemen implementasi dan koordinasi lintas program serta lemahnya manajemen mutu pada aspek kepemimpinan, ketidaksamaan kultur, kurangnya ketrampilan analitis dan orang, dan lemahnya kinerja organisasi MTBS di Puskesmas. Hubungan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Oleh Petugas Kesehatan Dengan Kepuasan Ibu Balita Sakit Di Puskesmas Parit Rantang Kota Payakumbuh Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi kerja petugas pelaksana MTBS di puskesmas kota surabaya Christya Wardani Utari (2009) Faridah (2009) Kuantitatif dengan pendekatan cros sectional Observasional dengan metode survey dengan pendekatan cross sectional Hasil penelitian menemukan hubungan yang bermakna pelaksanaan MTBS oleh petugas kesehatan dengan kepuasan ibu balita sakit di puskesmas parit Rantan. Hasil penelitian menunjukkan persepsi kompensasi kurang baik (54,8%), persepsi kondisi kerja kurang baik (47,6%), persepsi kebijaksanaan kurang baik (50%), persepsi supervisi kurang baik (42,9%), persepsi pekerjaan itu sendiri kurang baik (33,3%) dan persepsi motivasi kerja kurang baik (54,8%). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kondisi kerja, persepsi kebijaksanaan dan persepsi supervisi pelaksanaan program MTBS dengan motivasi kerja petugas pelaksana MTBS di puskesmas kota surabaya (p < 0,05). Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya pengaruh bersama-sama variabel persepsi kondisi kerja (p-value =0,034 dan nilai Exp B: 5.500) dan persepsi kebijaksanaan pelaksanaan program MTBS (p-value = 0,003 dan nilai Exp B: 11.000 ) terhadap motivasi kerja petugas pelaksana MTBS di Puskesmas Kota Surabaya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi, waktu, variabel bebasnya yang meliputi manajemen mutu Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) oleh petugas kesehatan, kepatuhan petugas puskesmas dan kepuasan ibu yang mendapat pelayanan kesehatan, Analisis faktor-faktor yang berpengaruh dan variabel terikatnya mutu penerapan kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), kepuasan ibu balita sakit, tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), dan motivasi kerja petugas pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). perbedaan lain bila penelitian sebelumnya menggunakan cross sectional dengan pendekatan kualitatif, kuantitatif dan kuantitatif dan kualitatif, observasional dengan metode survey dengan pendekatan cross sectional maka penelitian yang saya gunakan ini menggunakan kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Hal yang terpenting dalam penelitian ini adalah bahwa saya akan melakukan penelitian “Hubungan Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Xxx Xxx” dengan variabel penelitian kuantitatif dan pendekatan cross sectional. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kepuasan Ibu 1. Pengertian Kepuasan Menurut Imbalo, S. Pohan. (2007, dalam Wikipedia.com) Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan dari kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa terhadap pasien akan muncul apabila kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapan yang diberikan. Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut : Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien atau seseorang yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan dari pasien. Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan. Dengan demikian, kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu layanan kesehatan yang diharapkan. Menurut Kotler (2005), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa terhadap pelanggan berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa atau pengalamannya dan harapan-harapannya. Jika kinerja tersebut berada di bawah harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut merasa dikecewakan dan tidak puas; jika memenuhi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas dan menyenangkan. Rangkuti (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap kesesuaian harapan antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Dari beberapa pendapat diatas disimpulan bahwa, Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan ataupun pengalaman oleh pelanggan selama menggunakan beberapa tahapan pelayanan kesehatan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh pelanggan pada tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk pada tahap selanjutnya, sehingga pelanggan merasa kurang puas atau tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan. 2. Faktor-Faktor Pendorong Kepuasan Pelanggan Menurut Irawan (2007), terdapat lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan, yaitu : a. Kualitas produk Kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance, durability, feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan menggunakan suatu produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas produknya baik atau berkualitas. b. Kualitas pelayanan Salah satu konsep service quality adalah ServiQual sangat tergantung dari tiga faktor, yaitu : 1) Sistem 2) Teknologi 3) Manusia. Berdasarkan konsep ServiQual, komponen ini mempunyai 5 dimensi, yaitu : reliability (Keandalan) , responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), empathy, dan tangible (bukti fisik). c. Faktor emosional Kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya. d. Harga Komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi. e. Kemudahan Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan. Pelayanan yang baik menurut Sugiarto dalam Lupiyoadi (2006) akan dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang semakin melekat erat dan pelanggan tidak berpaling pada perusahaan lain. Ikatan emosional tersebut merupakan wujud dari loyalitas yang ditunjukan konsumen kepada perusahaan sebagai bukti atas kepuasan atas kinerja produk yang diterimanya. Penyedia jasa pelayanan perlu menguasai unsur-unsur : a. Kecepatan Kecepatan adalah waktu yang digunakan dalam melayani konsumen atau pelanggan minimal sama dengan batas waktu standar pelayanan yang ditentukan oleh perusahaan. b. Ketepatan Kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan para pelanggan. Oleh karena itu, ketepatan sangatlah penting dalam pelayanan. c. Keamanan Dalam melayani para konsumen diharapkan perusahaan dapat memberikan perasaan aman untuk menggunakan produk atau jasa. d. Keramah tamahan Dalam melayani pelanggan, karyawan perusahaan dituntut untuk mempunyai sikap sopan dan ramah. Oleh karena itu, keramah tamahan sangat penting apalagi pada perusahaan yang bergerak pada bidang jasa. e. Kenyamanan Rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Dengan demikian perusahaan harus dapat memberikan rasa nyaman pada konsumen. 3. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan Metode penelitian yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan metode survey. Pengukurannya dilakukan dengan cara berikut : a. Pengukuran dilakukan secara langsung melalui interview dengan menggunakan kuesioner kepada pasien. b. Kuesioner berisikan pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal mengenai harapan dan kinerja yang terkait dengan atribut yang ada. Untuk tingkat harapan terdiri dari ”sangat tidak penting”, ”tidak penting”, ”penting”, dan ”sangat penting”. Untuk tingkat kenyataan (kinerja) terdiri dari ”sangat tidak baik”, ”tidak baik”, ”baik”, dan ”sangat baik”. c. Responden diminta menilai seberapa besar harapan mereka terhadap suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan terhadap atribut atau pelayanan tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar