Selasa, 30 Agustus 2016

SKRIPSI BARU 2016 : FAKTOR - FAKTOR RISIKO TERJADINYA ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM

MURAH HUBUNGI SEGERA HP. 081225300100 LENGKAP BAB 12345+ DAFTAR PUSTAKA + KUESIONER

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), Angka Kematian Ibu melahirkan pada tahun 2012 mencapai 359 per 100.000 penduduk atau meningkat sekitar 57% bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2007, yang hanya sebesar 228 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, saat ini terdapat 13 provinsi yang Angka Kematian Ibu melahirkannya tinggi (Wardah, 2011). Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Tengah, masih cukup tinggi mencapai 116,34 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) mencapai 10,75 per 100.000 angka kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama, dan komplikasi abortus (Kusumo, 2011). Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan dan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Ada dua macam abortus (keguguran kandungan) yakni abortus spontan dan abortus buatan. abortus spontan adalah abortus yang berlangsung tanpa tindakan apapun. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi. Lain halnya dengan abortus buatan, abortus buatan adalah suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu (Prawirohardjo, 2009). Komplikasi abortus berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian. Itulah sebabnya mengapa kematian ibu yang disebabkan abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Tidak ada data yang pasti tentang berapa besarnya dampak abortus terhadap kesehatan ibu. World Health Organization/WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta unsafe abortion, 70.000 wanita meninggal akibat unsafe abortion, dan 1 di antara 8 kematian ibu disebabkan unsafe abortion (Azhari, 2002). Abortus merupakan salah satu masalah kesehatan dimana “ unsafe abortion” menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization/WHO diperkirakan terjadi 4,2 jurta abortus setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian 1,3 juta di Vietnam dan singapura, antara 750.000 sampai 1,5 juta di indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand (Azhari, 2002). Frekuensi abortus sukar untuk ditentukan karena kerjadian abortus banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Diperkirakan frekuensi abortus berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 terjadi abortus di indonesia (Azhari, 2002). Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus antara lain faktor paritas dan usia ibu. Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya usia ibu. Usia kehamilan saat terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang penyebab dari abortus tersebut. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga merupakan predisposisi terrjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah satu kali abortus, pasangan punya resiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45% (Prawirohardjo, 2009). Selain beberapa faktor tersebut, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat meyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus. Resiko terjadinya abortus meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah pekerjaan, jarak kehamilan, paritas, usia ibu, dan riwayat abortus. Pekerjaan yang dapat menyebabkan abortus atau mengganggu kehamilan seperti pabrik rokok, dan pabrik-pabrik lainnya yang dapat mempengaruhi janin. Pekerjaan sebagai radiology karena radiasi dapat menyebabkan abortus (Saifuddin, 2002). Jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 24 bulan setelah melahirkan bayi aterm akan meningkatkan insiden abortus. Jarak minimal kelahiran anak dengan kehamilan berikutnya adalah 3 bulan. Waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan yang cukup agar rahim kembali ke bentuk semula. Sesudah itu ibu dapat mempertimbangkan untuk hamil lagi, karena rahim sudah siap untuk menampung pertumbuhan hasil konsepsi (Prawirohardjo, 2009). Salah satu risiko terjadinya abortus dikarenakan oleh jumlah paritas yang meningkat (Cunningham, 2005). Sedangkan menurut Llewellyn dan Jones (2001), frekuensi terjadinya abortus meningkat bersama dengan meningkatnya angka graviditas, 6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya. Uterus yang meregang adalah etiologi dari abortus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa paritas yang meningkat menjadi salah satu faktor risiko ibu untuk terjadi abortus (Sastrawinata, 2004). Menutur Musbikin (2008), masa emas usia reproduktif wanita terbatas, batasan ini terkait dengan faktor reproduksi wanita yang berada pada kondisi yang optimal pada usia 20-35 tahun. Kehamilan yang terjadi pada usia <20 tahun mempunyai risiko. Antara lain disebabkan karena panggul yang masih sempit, otot rahim belum terbentuk sempurna, pembuluh darah yang mensuplai endometrium belum banyak terbentuk. Hal ini disebabkan karena masih dalam masa pertumbuhan (Llewellyn dan Jones, 2001). Seorang wanita yang mengalami dua kali keguguran spontan berturut-turut, dan tidak dapat mempertahankan kehamilannya hingga cukup bulan, memiliki 35% kemungkinan untuk mengalami keguguran kembali pada kehamilan berikutnya (Hefther dan Schust, 2006). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga merupakan rumah sakit rujukan di kota Salatiga . Hasil survey awal di mana data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah angka kejadian komplikasi kebidanan termasuk abortus di dalamnya di Jawa Tengah pada tahun 2009 masih tinggi yaitu sebesar 125.841 atau 20% dari jumlah ibu hamil dan untuk Kota Salatiga yaitu sebesar 799 dari 3429 jumlah ibu hamil. Dari catatan rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga dari bulan November 2010 - Februari 2011 terjadi 48 kasus abortus spontan dari 173 jumlah ibu hamil dengan jumlah abortus imminen 23 (47,91 %), abortus inkomplete 16 (33,35 %), abortus komplet 7 (14,58 %), abortus tertunda 1 (2,08 %) dan abortus insipien 1 (2,08 %). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik dan ingin mengetahui serta melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor Risiko Terjadinya Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan data kasus yang tertera pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apa saja Faktor- Faktor Risiko Terjadinya Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga?” C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui umur ibu yang abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. b. Untuk mengetahui pekerjaan ibu yang abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. c. Untuk mengetahui paritas ibu yang abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. d. Untuk mengetahui riwayat abortus pada ibu yang abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Peneliti a. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang gambaran kejadian abortus. b. Sebagai wujud atau aplikasi dari ilmu yang di dapat dalam perkuliahan. 2. Bagi Institusi Pelayanan Sebagai bahan masukan atau informasi bagi pelayanan kebidanan dalam rangka meningkatkan pelayanan kebidanan di rumah sakit. 3. Bagi Pendidikan a. Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bagi peserta didik. b. Sebagai bahan acuan untuk penulisan selanjutnya yang berkaitan dengan kehamilan abortus sehingga dapat memperbaiki mutu pembelajaran. BAB II TINJAUAN TEORI A. Kehamilan 1. Pengertian Kehamilan Periode perinatal adalah kurun waktu terhitung sejak Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) hingga kelahiran bayi yang menandai awal periode pascanatal. Kahamilan (fertilisasi) adalah terjadinya pertemuan dan persenyawaan antara sel mani dan sel telur, fertilisasi ini terjadi di ampula tuba. Syarat dari setiap kehamilan adalah harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi (Kusmiyati, dkk, 2008). Kehamilan adalah suatu keadaan fisiologis yang normal, tetapi yakin bahwa ini merupakan peristiwa dimana terjadi perubahan-perubahan adaptif yang besar sekali, yang penting dan esensial untuk mengoptimalkan keberhasilan kehamilan. Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung kira-kira 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur, sedangkan bila lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur (Cunningham, 2005). 2. Tanda dan Gejala Kehamilan Tanda dan gejala kehamilan adalah : a. Tanda kehamilan tidak pasti 1) Pigmentasi kulit, terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih 2) Leukore, secret serviks meningkat karena pengaruh peningkatan hormone progesterone 3) Epulsi (hipertrofipapilla gingival) 4) Perubahan payudara menjadi tegang dan membesar 5) Pembesaran abdomen 6) Suhu basal meningkat terus antara 37,2-37,8 7) Perubahan organ dalam pelvic a) Tanda Chadwick b) Tanda hegar c) Tanda piscaseck d) Tanda Braxton-hicks 8) Tes kahamilan b. Tanda pasti kehamilan 1) Palpasi dirasakan ballotemen dan bagian janin serta gerak janin 2) Auskultasi terdengar DJJ. Dengan Laennec pada umur kehamilan 18-20 minggu, denagn dopier pada umur kehamilan 12 minggu. 3) Dengan ultrasonografi (USG) dapat dilihat gambar janin 4) Pada pemeriksaan sinar-x tampak kerangka janin. c. Gejala kehamilan tidak pasti 1) Amenore 2) Nausea (enek) dengan atau tanpa vomitus (muntah) 3) Mengidam 4) Konstipasi atau obstipasi 5) Sering kencing 6) Pingsan dan mudah lelah 7) Anoreksia (tidak ada nafsu makan) 3. Komplikasi Kehamilan a. Hiperemesis Gravidarum 1) Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada kehamilan trimester I. kurang lebih pada 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu (Mansjoer, 2001). 2) Gejala biasanya mulai pada kehamilan minggu ke-6 dan berhenti sebelum minggu ke-12, meskipun dapat berlanjut sepanjang kehamilan. Gejala ini tampaknya disebabkan oleh efek peninggian kadar estrogen atau kadar human chorionic gonadotrophin yang bekerja pada chemoreseptor trigger zone di otak tengah. Kalau tubuh sudah terbiasa dengan lingkungan hormone yang baru terbiasa, mual dan muntah akan berhenti pada kebanyakan wanita. Disamping itu, faktor psikologik mungkin bekerja pada pusat muntah di korteks serebri (Llewellyn dan Jones, 2001). b. Kehamilan Ektopik 1) Kehamilan ektopik terjadi setiap saat kita penanaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di endometrium yang melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk kehamilan ektopik adalah serviks, tuba fallopi, ovarium, dan abdomen. Faktor-faktor predisposisi kehamilan ektopik meliputi infeksi pelvis, alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), riwayat kehamilan ektopik, dan riwayat pembedahan tuba. 2) Gejala awal kehamilan ektopik adalah perdarahan pervaginam dan bercak darah, dan kadang-kadang nyeri panggul. Karena kadar BhCG lebih rendah dan peningkatan lebih lambat, tanda dugaan kehamilan yang dialami pada seorang wanita lebih sedikit (Varney, 2006). c. Mola Hidatidosa 1) Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koreales disertai degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lenih cepat dari usia gestasi normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti buah anggur (Saifuddin, 2002). 2) Tanda dan gejala kehamilan mola adalah mual muantah yang menetap dan sering kali menjadi parah, perdarahan uterus yang terlihat pada minggu ke-12, ukuran uterus besar untuk usia kehamilan,sesak nafas, ovarium biasanya nyeri tekan dan membesar, tidak



Tidak ada komentar:

Posting Komentar