Minggu, 31 Oktober 2010

KTI KEBIDANAN : TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENOPOUSE TENTANG OSTEOPOROSIS DI DESA X

BUTUH REFERENSI KTI KEBIDANAN INI HUB : 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut data kependudukan di Indonesia pada tahun 1993 usia harapan hidup rata-rata adalah 62 tahun menjadi 70 tahun pada 2002. Pada waktu itu kelompok lanjut usia berjumlah 5,2% dari seluruh penduduk Indonesia kemudian meningkat 7,2% pada tabun 2002 (Ali Baziat, 1995).
Khususnya pada wanita dengan makin bertambahnya usia maka akan merupakan masalah tersendiri mulai usia 45 tahun yaitu terjadi penurunan kadar hormon estrogen yang menyebabkan berhentinya haid (menopouse). Menopouse bukanlah peristiwa yang terjadi mendadak, tetapi berlangsung secara bertahap mulai dari masa klimakterium. Secara medis seorang perempuan akan dinyatakan telah mengalarni menopouse jika selama setahun tidak pemah haid lagi. Berhentinya produksi estrogen oleh indung telur akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme zat kapur (kalsium) dalam tulang yang mana setelah menopouse akan makin banyak kalsium yang dibuang daripada yang disimpan. Hal ini secara berangsur akan menyebabkan tulang menjadi semakin keropos. Proses pengeroposan tulang ini disebut osteoporosis. Dengan meningkatnya jumlah lansia, menjadi bukti bahwa banyak yang mengalami osteoporosis. (Bazitad, 1995).
Menurut Titi (2006) osteoporosis merupakan suatu penyakit yang paling umum dan terutama menjadi persoalan bagi mereka yang berumur dan bagi perempuan yang memasuki masa menopouse. Tingkat kerawanan akan meningkat pada wanita pasca menopouse dengan percepatan mencapai 80% dan angka kejadian osteoporosis pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena osteoporosis, sedangkan pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Oleh Sarwono (2003) osteoporosis tulang belakang empat kali lebih banyak dialami perempuan, hal ini dikarenakan hilangnya kalsium dalam tulang berlangsung lebih cepat pada perempuan dibanding laki¬-laki.
Faktor resiko terjadinya osteoporosis sangat beragam, mulai dari faktor nutrisi, genetik hormonal bahkan pada pola hidup sehari-hari. Penyakit osteoporosis dapat dicegah bila masyarakat mengetahui caranya, osteoporosis dapat dicegah dengan kombinasi konsurnsi kalsium, vitamin D dan olahraga teratur. Ditegaskan Sarwono (2003) bahwa wanita tidak boleh dibiarkan bertoleransi dengan penyakit-penyakit yang sampai mengancam kehidupannya karena menghilangnya hormon estrogen.
Dalam upaya pencegahan osteoporosis, pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, seperti yang diungkap Sulaiman (2000) yang mengatakan upaya pencegahan hanya dapat terlaksana bila masyarakat mengetahui cara untuk mengubah perilaku seseorang adalah melalui pendidikan kesehatan atau penyuluhan.
Dari hasil pengamatan temyata banyak dijumpai bahwa masyarakat berpendidikan rendah masih belum sepenuhnya mengerti tentang menopouse dan osteoporosis. Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses belajar untuk mengembangkan pengertian yang benar dan sikap yang positip dari individu atau kelompok terhadap kesehatan agar yang bersangkutan menerapkan cara hidup sehat sebagai bagian dari cara bidupnya sehari-hari. Banyak contoh-contoh yang dikemukakan dimana perubahan perilaku terjadi secara kekerasan, atau karena takut, karena adanya imbalan materi dan sebagainya.(IB Mantra, 1997)
Memang ada waktu-waktu tertentu dimana kita harus mempergunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai suatu perubahan perilaku tertentu, misalnya dalam situasi wabah dan sebagainya. Yang akan kita bicarakan disini ialah bagaimana mencapai perubahan perilaku melalui penyuluhan yaitu melalui suatu proses belajar karena perubahan semacam ini ternyata relatif lebih lestari. Karena penyuluhan pada dasamya adalah suatu proses belajar, maka keberhasilan penerapan penyuluhan tersebut tergantung pada seberapa jauh kita memahami dan trampil menerapkan prinsip-prinsip belajar tersebut.
Penyuluhan suatu pernyataan atau gambaran tentang suatu keadaan di masa datang yang akan dicapai melalui petaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu yang telah direncanakan.
Berdasarkan hasil yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI ada 14 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa masalah osteoporosis telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7% (Depkes RI 1991). Di Indonesia enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan Belanda. Enam porpinsi dengan resiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DIY (23,32%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), dan Kalimantan Timur (10,5%). Penelitian lain di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan pada tahun 2002 menunjukkan balrwa osteoporosis di Indonesia harus diwaspadai karena dari 101.161 responden ternyata 29% diantaranya telah menderita osteoporosis pada daerah kaki bahkan dari observasi ada yang badannya nampak membungkuk. Meskipun tanda dan gejala yang dikeluhkan dan diobservasi belum bisa memastikan orang tersebut osteoporosis karena perlu pemeriksaan khusus tetapi hat ini perlu diwaspadai dan dicegah. Didukung pula dari aspek pengetahuan yang kurang tentang pencegahan osteoporosis.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 mei 2008 di posyandu di desa medono kec Boja Kab Kendal di peroleh data bahwa di posyandu di desa medono tersebut terdapat sekitar 54 wanita menoupose dengan osteoporosis tetapi banyak wanita yang tidak tahu tentang osteoporosis
Setelah dilakukan wawancara pada 10 wanita menoupose di dapat ada 3 wanita menoupose yang mengerti tentang osteoporosis dan ada 7 yang tidak mengerti tentang osteoporosis.
Melihat fenomena. tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan lbu Menopouse Tentang Osteoporosis ”.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan maka perumusan masalahnya adalah “Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita Menopouse tentang Osteoporosis”.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan ibu menopouse tentang osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik tingkat pengetahuan responden tentang menopouse.meliputi: umur, pendidikan, pekerjaan.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu menopouse tentang osteoporsis yang meliputi:
1) Pengertian menopouse
2) faktor resiko osteoporosis
3) Dampak osteoporosis
4) Pencegahan osteoporosis







D. MANFAAT
1. Bagi Puskesmas
Sebagai masukan guna meningkatkan mutu pelayanan bidang kesehatan ibu menopouse.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dari teori-teori yang ada dapat diterapkan dalam penelitian dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan guna meningkatkan mutu pendidikan selanjutnya.
3. Bagi Responden
Menambah informasi masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup sehat selama usia menopouse untuk mencegah penyakit-penyakit (osteoporosis).
4. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menambah pengetahuan yang diperoleh di ruang kuliah.
5. Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap osteoporsis.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Menurut Rachman dkk, (2003) yang dimaksud pengetahuan adalah hasil dari kegiatan mengetahui. Mengetahui artinya mempunyai bayangan dalam pikirannya tentang sesuatu. Pada dasarnya manusia mengetahui dengan dua cara sehingga dalam otaknya ada bayangan yaitu mengetahui lewat indera dan mengetahui lewat akal.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar. Dan proses belajar menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Piaget dalarn Siroj (2001), pengetahuan merupakan skemata yang terbentuk melalui proses-proses asimilasi dan akomodasi.
Dari pengertian tersebut di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari mengetalmi lewat penginderaan terutama mata dan telinga yang diperoleh melalui proses belajar, asimilasi dan akomodasi.

b. Sumber-sumber Pengetahuan
Untuk mendapatkan pengetabuan yang benar pada dasamya terdapat dua cara pokok yang dapat dilakukan oleh manusia. Pertama adalah berdasarkan diri pada rasio dan kedua berdasarkan diri pada pengalaman. Sumber pengalaman selain dapat diperoleh melalui rasio dan pengalaman juga melalui intuisi dan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa melalui proses penalaran tertentu. (Rachman dkk, 2003).
Menurut Istiarti (2000), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronika, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.
c. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan pengetalman yang paling rendah.
2) Memahami (comprehention) yaitu kemampuan untuk mejelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application), yaitu kernampuan untuk menggunakan materi yang telab dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenamya.
4) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalarn komponen-komponen, tetapi masib di dalam struktur organisasi tersebut dan masib ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis), yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau mengbubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalab suatu kernampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kreteria-kreteria yang telah ada.
d. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetabuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan di atas, hal ini dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003).

2. Menopause
a. Pengertian Menopause
Menurut Manuaba (2001), menopause merupakan berhentinya fungsi reproduksi ditandai dengan berakhimya menstruasi sekitar 50 tahun.
Selengkapnya...

Kamis, 28 Oktober 2010

UPDATE 2010KTI KEBIDANAN : PERSEPSI ORANG TUA TENTANG BALITA YANG SULIT MAKAN DI DUSUN xxx

BUTUH REFERENSI KTI INI LENGKAP HUB 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan gizi masyarakat dalam terwujudnya anak balita. Sementara itu masalah keterlantaran yang berhubungan dengan hambatan untuk hidup wajar sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai insane dan sumberdaya manusia yang produktif paling rawan dialami oleh balita (Depkes RI, 2003).
Gangguan sulit makan umumnya dialami anak-anak usia 1 – 5 tahun atau usia pra sekolah. Pada usia ini anak menjadi sulit makan karena semakin bertambahnya aktivitas mereka seperti bermain dan berlari sehingga kadang mereka menjadi malas untuk makan. Selain itu, pola pemberian makan yang tidak sesuai dengan keinginan anak dapat mempengaruhi anak menjadi sulit makan, karena pada saat pertumbuhan di usia balita anak akan mengalami masa perubahan bentuk makanan mulai dari ASI, makanan bertekstur halus dan sampai akhirnya makanan padat sebagai asupan utama (Irwanto, 2002).
Jika kondisi sulit makan ini tidak ditelusuri penyebabnya dan di carikan solusinya, maka akan membuat anak menolak untuk makan dan membuat anak jadi kekurangan gizi karena anak suka pilih-pilih makanan. Selain itu, jika anak selalu menganggap waktu makan sebagai saat yang tidak nyaman, ini akan berdampak buruk bagi kebiasaanm makan selanjutnya hingga dewasa, mengingat para orang tua memiliki konstribusi yang sangat penting terhadap pola makan anak. Selain itu, hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam memenuhi gizi anak agar dapat berkembang optimal dan memiliki kebiasaan makan yang baik sejak kecil (Kurniasih, 2007).
Penyebab kurang gizi tidak sebatas kemiskinan “bisa juga karena problem pencernaan yang tidak dapat menyerap asupan gizi secara baik” balita penderita kurang gizi biasanya disertai penyakit seperti tuberculosis (TBC) dan bronchitis. Penyebab lainnya adalah keenganan orang tua untuk membawa balitanya ke posyandu untuk diperiksa perkembangannya. (Siswono, 2006).
Ketua I Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan, ada tiga faktor penyebab anak menderita gizi buruk khususnya balita, yakni faktor keluarga miskin, faktor ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak dan faktor penyakit bawaan pada anak, seperti jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernafasan dan diare (Siswono, 2008).
Menurut Tuti Soenardi dalam seminar mengatasi masalah makan pada bayi dan balita di Bentara Budaya, Jakarta pada hari minggu tanggal 25 Maret 2009 bahwa kondisi sulit makan ternyata bukan semata-mata kesalahan anak. misalnya, orang tua tidak memperkenalkan aneka jenis bahan makanan pada si kecil sejak dini. Menurut Tuti, sejak usia satu anak mestinya sudah diperkenalkan pada makanan keluarga, yaitu makanan yang disiapkan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarga (Wiono, 2009).
Prevalensi gizi kurang yang sangat tinggi mencapai 30% hingga 40% dari populasi balita. Gizi kurang juga masih terjadi di 116 Kabupaten/Kota di tanah air. Sebagai gambaran angka kejadian gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia tahun 2002 masing-masing 8% dan 27,3% pada 2003 masing-masing meningkat menjadi 28,0%. Kondisi etrsebut cukup meprihatinkan, selain berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, kekurangan gizi juga termasuk salah satu penyebab utama kematian balita. Data WHO tahun 2002 menunjukkan 60% kematian terkait denagn kasus gizi kurang, dan masalah kekurangan gizi umumnya ditemukan pada darah rawan pangan, daerah dengan jumlah penduduk miskin tinggi, serta daerah yangbelum mempunyai akses memadai terhadap sarang air bersih dan pelayanan kesehatan (Minarto, 2009).
Sedangkan status gizi balita di Jawa Timur tahun 2007, dimana didapatkan jumlah balitanya sebesar 2.772.579 balita. balita yang ditimbang sebesar 76,56%, sebanyak 1,52% balita yang dibawah garis merah dan 0,9% balita yang mengalami gizi buruk. (Profil Jawa Timur, 2007).
Pada tahun 2009 Departemen Kesehatan di Indonesia membuat berbagai program untuk mengatasi masalah gizi kurang pada balita. Seperti, program penanggulangan yang meliputi, pendidikan gizi, pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan keluarga sadar gizi (kadarzi), peningkatan survellans gizi. Semua itu dilakukan dengan tiga strategi utama yakni, pemberdayaan masyarakat, peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, monitoring dan informasi kesehatan. (http:/www. menkokesra. 90.id).
Peran serta orang tua dalam pemberian gizi yang baik pada balita sangat berpengaruh, karena gizi buruk dan gizi kurang pada balita terjadi melalui proses yang panjang dan utamanya sangat ditentukan oleh pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masa pertumbuhan balita yakni, sejak janin masih dalam kandungan hingga bayi dilahirkan sampai berusia dua tahun. (Riri Wijaya, 2006).
Menurut laporan organisasi kesehatan WHO, permasalahan gizi dapat ditunjukkan dengan besarnya angka kejadian gizi buruk yang menunjukkan kesehatan masyarakat Indonesia terendah di ASEAN, dan menduki peringkat ke 142 dari 170 negara. Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk pada balita tahun 2002 meningkat menjadi 8,3% dan gizi kurang 27,5%, serta pada tahun 2005 kejadian gizi buruk naik lagi menjadi 8,8% dan gizi kurang 28% (Dina, 2007).
Tahun 2007 lalu tercatat sebanyak 4 juta balita Indonesia mengalami gizi kurang dan 700.000 anak masuk kedalam kategori gizi buruk. Pendapat serupa dikemukakan dari Rachmat sentika, Sp.A, MARS, dari tim Ahli Anak komisi perlindungan Anak Indonesia, Rachmat menilai konduisi Asupan gizi balita di Indonesia memprihatinakn, penyebabnya asupan gizi yang kurang dan perubahan pola asuh yang tidak terpantau baik. Ahli gizi anak dari Istitusi Pertanian Bogor, Prof Dr Ir Ali Khomsan MS dan TIM Ahli anak dari komisi Perlindungan Anak Indonesia tb Rachmat sentika, senin (11/8) di Jakarta. Ali khomsan mengatakan, akar masalah yang menyebabkan tingginya angka anak yang menderita kurang gizi karena anak-anak makan seadanya dan dominan karbohidrat. Dalam koferensi pers yang diselenggarakan oleh kondisi untuk Indonesia sehat mengenai kampanye “Pentingnya Gizi Anak” dr.Dini Latief MSC, dari direktorat jendrl Bina kesehatan masyarakat, Depkeskesos mengatakan, meski pavelensi gizi buruk sudah menurun, dari 8,1& dari 1,7 juta balita yang menderita gizi kurang. Pada tahun 1999 menjadi 7,5% pada tahun 2000 berdasarkan survey sosial ekonomi nasional (Susenas) namun jumlah nominlnya masih terhitung tinggi, yaitu 160.000 balita (Dini, 2007).
Pada balita yang kenaikan berat badannya meningkat di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 dapat mencapai 76,52%, sedangkan di beberapa kabupaten dan kota yang sudah mempunyai target sebanyak 80% yaitu, seperti di Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Pati, Kudus, Brebes, Semarang. (Profil Kesehatan Jateng, 2007).
Di dusun Genuk RW. 9 Kelurahan tegalgondo jumlah balita yang datang pada posyandu hari minggu tanggal 10 Januari sejumlah 67 balita. Dari 67 balita tersebut yang mengalami kenaikan berat badannya 53 balita dan yang tidak mengalami kenaikan berat badannya ada 14 balita (Posyandu Genuksari, 2010). Dari studi pendahuluan, tidak jarang balita mempunyai berat badan normal, memiliki keluhan sulit makan dan balita yg tidak naik berat badannya. Dari data ini peneliti ingin mengerti bagaimana persepsi orang tua dalam mengatasi balita sulit makan dab bagaimana cara orang tua agar anaknya tetap mendapatkan gizi seimbang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas di dapatkan rumusan masalah yaitu “Bagaimana persepsi orang tua tentang balita yang sulit makan di Dusun xxxxx?”

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui persepsi orang tua tentang balita yang sulit makan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui persepsi orang tua tentang pengertian balita yang sulit makan.
b. Untuk mengetahui persepsi orang tua tentang gejala anak sulit makan.
c. Untuk mengetahui persepsi orang tua tentang penyebab balita sulit makan.
d. Untuk mengetahui persepsi orang tua tentang dampak yang akan terjadi pada balita sulit makan.
e. Untuk mengetahui persepsi orang tua tentang cara mengatasi balita sulit makan.

D. Manfaat Peenlitian
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, masukan dalam pemberian informasi yang efektif di sesuaikan dengan persepsi orang tua tentang balita sulit makan sehingga bermanfaat dan menambah pengetahuan tentang pemberian gizi yang baik pada balita.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan wawasan baru menyangkut pola pemenuhan makanan dengan gizi berimbang yang selanjutnya diharapkan akan membantu meningkatkan kondisi masyarakat secara umum.
3. Bagi Peneliti
Mengetahui persepsi orang tua tentang balita sulit makan sehingga dapat memberikan gambaran tentang metode yang tepat dalam pendidikan kesehatan pada orang tua balita.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan pustaka yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya dunia ilmu pengetahuan tentang balita yang sulit makan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Persepsi
1. Pengertian
Persepsi merupakan proses yang integred dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian persepsi dalam pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan disekitarnya dan juga keadaan diri sendiri (Walgito, 2004).
Persepsi adalah the interpretation of experience atau penafsiran terhadap sesuatu pengaman (Irwanto, 2002).
Persepsi adalah tanggapan terhadap sesuatu yang diperhatikan atau suatu pengalaman yang telah dilaluinya (Widayatun, 1999).
Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi menurut Walgito (2003), yaitu :
a. Faktor internal (individu)
Mengenai keadaan individu yang dapat memepngaruhi hasil persepsi adalah segi jasmani dan psikologik, apabila sistem psikologinya terganggu maka akan mempengaruhi persepsi seseorang. Sedangkan dari segi psikologik yang mempengaruhi adalah pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan motivasi, ini akan berpengaruh pada seseorang untuk mengadakan persepsi.
b. Faktor eksternal (stimulus lingkungan)
Obyek yang sama dengan situasi sosial yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda.
Sedangkan menurut Widayatun (1999, faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
a. Persepsi bisa terjadi dengan sendirinya
b. Setiap individu mempunyai persepsi yang berbeda-beda
c. Belajar
d. Kesiapan mental
e. Kebutuhan dan motivasi
f. Gaya berpikir
Menurut Irwanto (2002) dalam psikologi umum menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempunyai persepsi yaitu :
a. Perhatian yang selektif
Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsangan dari lingkungan, tetapi manusia sebagai individu tidak selalu akan memusatkan perhatiannya pada rangsangan tertentu saja.
b. Ciri-ciri rangsangan
Rangsangan yang bergerak diantara rangsangan yang diam akan lebih menarik perhatian, demikian juga rangsang yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan yang intensitas rangsangannya paling kuat.
c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu
Setiap orang mempunyai pola dan cita rasa sendiri dalam pengamatan.
d. Pengalaman terdahulu
Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam memberikan persepsi.
2. Proses terjadinya persepsi
Pertama terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek atau stimulus yang merangsang (obyek tersebut menjadi perhatian panca indera), kemudian stimulus atau obyek perhatian tersebut akan di bawa ke otak. Di otak terjadi adanya kesan, jawaban atau respond an kemudian akan dikembalikan lagi ke panca indra berupa tanggapan atau persepsi.
Obyek/stimulus  sensoris  di proses indra (input)  indra di otak (pusat syaraf)  berupa persepsi rangsangan pengalaman/respon.
Proses terjadinya persepsi ini memerlukan fenomena yaitu perhatian.
Perhatian adalah suatu konsep yang diberikan pada proses persepsi yang menyertakan input-input tertentu untuk diikut sertakan dalam suatu pengalaman yang disadari dalam suatu waktu tertentu, perhatian mempunyai ciri-ciri khusus yaitu fokus, margin dan berubah-ubah
Selengkapnya...

KTI KEBIDANAN : GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS XXX TAHUN 2010

BUTUH UNTUK REFERENSI KTI KEBIDANAN LENGKAP BAB 1-5 HUB : 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data yang ada dari kejadian-kejadian wabah yang terjadi selama ini pada kasus paralise karena poliomyelitis paling banyak menyerang anak-anak umur dibawah 3 tahun. Hasil-hasil penelitian serologis poliomyelitis dibeberapa tempat di Indonesia juga menunjukan bahwa antara 20-60% anak yang berumur kurang dari 3 tahun tidak mempunyai kekebalan sama sekali terhadap ketiga tipe virus polio (Momimes, 2002) .
Berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia pada tahun 2002/2003 angka kematian bayi sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup. Umumnya bayi yang lahir diperkotaan mempunyai angka kematian lebih rendah dari pada yang lahir di pedesaan. Kematian bayi yang menjadi penyebab utamanya adalah infeksi oleh sebab itu dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio (Nasution,2008)
Jika dibandingkan dengan angka nasional maka angka kematian bayi di Sumatera Utara untuk tahun 2004, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian bayi berkisar 48 per 1000 kelahiran hidup. Pemberian imunisasi untuk tumbuh kembang anak sangat penting terutama untuk mengurangi morbilitas sebanyak 44 anak dan mortalitas sebanyak 14 anak yang tidak mendapat imunisasi polio. Dengan dilaksanakannya imunisasi maka kita harapkan dapat dicegah timbulnya penyakit-penyakit yang menimbulkan cacat dan kematian. ( Soetjiningsih, 1995).
Pada umumnya tanggung jawab untuk mengasuh anak diberikan pada orang tua khususnya ibu. Pengetahuan ibu tentang dampak anak yang tidak mendapat imunisasi polio dipengaruhi oleh faktor pendidikan, tingkat penghasilan dan kebiasaan. Sehingga dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu diharapkan adanya perubahan perilaku yang diharapkan dapat terwujud. Timbulnya kesadaran, kemampuan untuk hidup sehat disamping faktor sosial ekonomi masyarakat maupun dipihak tenaga kesehatan (Hilman, 2005).
Menurut data Depkes sampai tanggal 17 juli 2005 telah dilaporkan 291 kasus lumpuh layu , setelah dilakukan pemeriksaan yang di tunjuk , jumlah kasus politik polio liar berjumlah 149 anak dan telah tersebar 10 kabupaten di 4 provinsi. Di provinsi jawa barat , kasus polio liar di temukan di sukabumi bogor , cianjur , bekasi. Di provinsi banten di temukan di lebank , serang serta tangerang. Di jawa tengah di kabupaten demak , sedangkan di lampung di temui tanggamus dan lampung barat .
Virus polio liar bisa menybabkan lumph atau kematian . virus ini di bawa melalui kotoran manusia dan penyebab melalui air, virus polio liar ini sangat menular dan biasanya menyerang anak – anak balita . hanya sekitar 20 tahun yang lalu, polio melumpuhkan 1000 anak setiap harinya dan hampir di setipa Negara di dunia tetapi pada tahun 1998 , gerkan anti polio dunia di canangkan .
Pada awal maret tahun 2005 , Indonesia muncul kasus polio pertama selam satu dasar warsa artinya, reputasi bebas polio yang di sandang selama 10 tahun hilang ketika seorang berusia 20 bulan di jawa barat sangat terjankau penyakit (Pikas 2005).
Berdasarkan hal tersebut di atas penulis merasa tertarik mengadakan penelitian tentang “ GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS XXX TAHUN 2010 “.


B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‘’Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Di Puskesmas Xxx Tahun 2008?’’.

C. Tujuan Penelitian
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang imunisasi Polio di Puskesmas Xxx Tahun 2008.
C.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu balita tentang imunisasi Polio di Puskesmas Xxx tahun 2008 berdasarkan Umur.
b. Untuk mengetahui Pengetahuan ibu tentang imunisasi polio di Puskesmas Xxx tahun 2008 berdasarkan Pendidikan.
c. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang deteksi anak yang tidak dapat Imunisasi Polio di Puskesmas Xxx Xxx Tahun 2008 berdasarkan Pekerjaan.

D. Manfaat Penelitian
D.1. Bagi Ibu
Sebagai bahan masukan dan informasi kepada ibu agar lebih memahami dan lebih mengetahui Imunisasi polio di Puskesmas Xxx tahun 2008.
D.2. Bagi Peneliti
Sebagai penambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti dan juga sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Akademi Kebidanan Karya Mulya .
D.3. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi Institusi pendidikan Akbid dapat digunakan sebagai bahan bacaan diperpustakaan yang mana dapat dimanfaatkan oleh semua mahasiswa/i Akbid Karya Mulya .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
A.1. Defenisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan pada satu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, indra pendengaran, penciuman, penglihatan, rasa, raba dan sebagian besar pengetahuan manusia melalui mata dan telinga (Sunaryo, 2004).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut sehingga terjadi suatu proses berurutan (akronim AIETA), yaitu :
1. Awarenes, (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest , (menimbang-nimbang) dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial, (mencoba) dimana orang telah mulai mencoba perilaku baik.
5. Adaptation, individu telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan sikap.
A.2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut (Sunaryo, 2004) mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari dari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spefisik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisa (Analisa).
Suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasai tersebut dan ada kaitannya satu sama lain
e. Sintesis (Senthesis).
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Selengkapnya...

Senin, 18 Oktober 2010

NEW UPDATE 2010 KTI KEBIDANAN : PENGGUNAAN METODE AMENORE LAKTASI PADA IBU MENYUSUI DALAM MENUNDA KEHAMILAN DI DESA XXX

MAU LEBIH LENGKAP HUb : YUNI Hp. 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ASI (Air susu ibu) memberi segala kebutuhan makanan bayi, baik dari segi imunologis maupun psikologis. ASI juga memberi perlindungan obstetri dan kontraseptif pada ibu. di baberapa negara berkembang seperti indonesia efek kontraseptif dari laktasi adalah salah satu cara pengaturan kesuburan seorang wanita.
Penelitian mengatakan bahwa pemberian ASI dapat mempengaruhi lamanya amenore dan frekuensi ovulasi. Tingginya frekuensi pemberian ASI, lamanya setiap pemberian ASI , dan kurangnya pemberian makanan tambahan akan menurunkan kemungkinan terjadinya ovulasi.
Penelitian maenunjukan bahwa kemungkinan terjadinya ovulasi menurun hingga 1-5 % pada pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan pertama post partum, dan apabila pemberian ASI hingga bayi berusia 2 tahun maka efek kontraseapsi yang didapatkan mampu setara dengan penggunaan sistem kalender (Stefani nindya, 2008).
Keberhasilan menyusui untuk mencegah kehamilan bisa mencapai 98%, pola menyusui yang dapat dipercaya menimbulkan infertilitas dikaitkan dengan amenore dan dapat bersifat kontraseptif apabila ibu memberikan ASI secara eksklusif 6 bulan dan selama memberikan ASI ibu belum mengalami menstruasi, hal ini karena saat kedua persyaratan itu terpenuhi akan berlangsung mekanisme perubahan hormon reproduksi pada ibu yang mengakibatkan terhentinya proses ovulasi atau pelepasan sel telur kearah rahim dengan adanya penekanan ovulasi sehingga tidak terjadi menstruasi. (Nadine Suryoprajogo, 2009).
Penundaan pemulihan kesuburan setelah persalinan dan dapat digunakan sebagai salah satu metode kontrasepsi alami. Pola menyusui yang dapat dipercaya menimbulkan infertilitas dikaitkan dengan amenore dan yang bersifat kontraseptif adalah karena terjadinya penekanan ovulasi (yang menyebabkan tidak adanya menstruasi ). Prinsiap Bellagio diformalisasikan menjadi suatu metode keluarga berencana yang dikenal sebagai metode amenore laktasi atau MAL. Metode amenore laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu . Isapan bayi yang benar dan tanpa jadwal mampu mempertahankan kadar hormon oksitosin dan prolaktin sampai 6 bulan setelah persalinan . Apabila standar menyusui diterapkan dengan benar wanita menyusui akan tercegah dari kehamilan yang baru sampai bayi berumur 4-6 bulan. Dari hasil penelitian ditemukan 10% ibu menyusui tetap mengalami kehamilan hal ini disebabkan karena cara menyusui yang tidak benar (Anna Glesier, 2002)
Pemberaian ASI secara penuh yang berjalan dalam 6 bulan pertama tanpa makanan tambahan, merupakan suatu proteksi kontrasepsi. Dengan pemberaian ASI secara penuh sebanyak 70 % wanita mengalami amenore sampai 6 bulan dan hanya 37 % yang mengalami sampai 1 tahun.
Hubungan antara menyusui dan KB ini telah dilaporkan bahwa dengan menyusui akan terjadi amenore sampai 12-13 bulan, bahkan amenore ini menurut beberapa peneliti dapat mencapai 2 tahun (Abdul Bari, 2003).
Sejumlah studi yang dilakukan di negara berkembang telah menguji MAL secara prospektif Perez. et al (1992) memperlihatkan bahwa angka kehamilan 6 bulan komulatif adalah 0,45%. Diantara wanita yang tetap amenore selama 1 tahun (tanpa memandang apakah ibu menyusui bayinya secara penuh atau tidak sama sekali), angka kehamilan adalah 1,12% (Kazi et al, 1995). Kemungkinan besar pada masyarakat yang biasa menyusui jangka panjang merupakan hal yang biasa. Aturan- aturan MAL dapat diperluas melebihi 6 bulan pasca partum karena aktifitas ovarium mengalami penekanan jauh lebih lama. Metode amanore laktasi tidak dapat digunakan lebih dari 4 bulan pasca partum dan banyak wanita bahkan tidak dapat menggunakannya sama sekali (Anna glasier, 2002).
Selengkapnya...

Sabtu, 16 Oktober 2010

KTI KEBIDANAN :PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG IMUNISASI TT (TETANUS TOKSOID) DI PUSKESMAS xxx

SEBAGAI BAHAN REFERENSI KTI KEBIDANAN LENGKAP HUBHP.081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi jawa timur tahun 2008 sebesar 9,17/1000. Dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi jawa timur tahun 2008 10,12/1000 kelahiran hidup (Profil Kes Provinsi Jatim, 2008). Sedangkan AKB di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan Negara lain yaitu sekitar 9,8 persen dari 184 ribu kelahiran bayi di Indonesia (Tempo, 2004).
Berdasarkan jumlah AKB di atas maka pada tahun 2000 pemerintah mencanangkan Making Pregnancy Safer (MPS) untuk meningkatkan system kesehatan dalam menanggulangi kematian bayi menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup tahun 2010 (Saifudin, 2002).
Angka kematian bayi disebabkan oleh berbagai faktor penyebab yang umum terjadi di antaranya adalah kasus perinatal dengan prevalensi mencapai 36%, kasus gangguan saluran napas (20%), saluran cerna (40%), diare (9%), tetanus (3%), dan kasus lainnya (17%). Padahal penyakit ini sebagian dapat dicegah dengan pemberian kekebalan atau imunisasi terhadap bayi dan anak (Depkes RI, 2006).
Dalam pelayanan ibu hamil (antenatal) baik pada K1 maupun K4, ibu hamil akan diberikan imunisasi TT sebagai upaya perlindungan ibu dan bayinya dari kemungkinan terjadi tetanus pada waktu persalinan. Oleh karena itu, pemberian imunisasi TT merupakan suatu keharusan pada setiap ibu hamil (Dinkes Jatim, 2005).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga suatu kelak ia terserang pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Ranuh, 2005). Sedangkan vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari mikro organisme patogen (Depkes RI, 2005).
Jadi imunisasi TT merupakan proses untuk membangun kekebalan sebagai upayah pencegahan terhadap infeksi tetanus (Idanata, 2005).
Program imunisasi merupakan salah satu program penting di sektor kesehatan. Salah satu program imunisasi penting yang dianjurkan pemerintah adalah imunisasi TT (Tetanus Toksoid) yang merupakan proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Tetanus timbul jika ketika spora bakteri Clostridium Tetani masuk kedalam luka atau tali pusat (pada bayi baru lahir). Tetanus dapat dicegah dengan melakukan imunisasi Tetanus Toksoid (TT). Imunisasi TT diberikan kepada ibu hamil (Depkes RI, 2005)
Maka dari cakupan imunisasi TT di Propinsi jawa timur, pada tahun 2009 TT1 sebanyak 328274 jiwa (4,48%), TT2 sebanyak 267332 jiwa (3,65%) dari total 7332651 ibu hamil. Sedangkan cakupan imunisasi TT di Kota Semarang, pada tahun 2009 TT1 sebanyak 1721 jiwa (6,14%), TT2 sebanyak 1424 jiwa (5,08%) dari total 28007 ibu hamil (DKK Semarang, 2009).
Dan cakupan imunisasi TT pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas xxx, pada tahun 2009 TT1 97 jiwa (45,53%), TT2 sebanyak 83 jiwa (38,96%) dari total 213 ibu hamil (Puskesmas xxx, 2009).
Target sasaran cakupan imunisasi TT di wilayah Puskesmas xxx yaitu minimal 70%, namun kenyataan yang terjadi masih banyak yang tidak melakukan imunisasi TT. Salah satu faktor penyebabnya adalah terbatasnya pengetahuan mengenai imunisasi TT sehingga mengakibatkan terjadinya penyakit tetanus sebanyak 9 anak (3,19%) dari 219 balita (Puskesmas xxx, 2009).
Oleh karena itu upaya untuk membuat pelayanan imunisasi dapat berjalan optimal dan timbul rasa memiliki dari masyarakat terhadap pelayanan imunisasi TT pada ibu hamil maka perlu kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak misalnya: tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lintas sektoral (Depkes RI, 2005).
Pengetahuan tentang kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, paparan media, ekonomi, pengalaman, pekerjaan. Karena semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat maka akan semakin tinggi keinginan untuk mengetahui kesehatan dalam dirinya dan juga akan menambah suatu tingkah laku atau kebiasaan yang sehat dalam diri masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Makin tinggi pendidikan seseorang makin muda orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang cendrung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan tentang kesehatan. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2003)
Oleh karena hal tersebut di atas dan di wilayah Puskesmas xxx Kota Semarang termasuk daerah dengan angka cakupan imunisasi TT yang kurang dari target sasaran yaitu minimal 70% dan juga belum ada yang melakukan penelitian di wilayah Puskesmas xxx maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Imunisasi TT (Tetanus Toksoid) di Puskesmas xxx Kota Semarang”.


B.PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, dapat di rumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang imunisasi TT di Puskesmas xxx?”.

C.TUJUAN PENELITIAN
1.Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang imunisasi TT di Puskesmas xxx.
2.Tujuan Khusus
a.Mendeskripsikan karakteristik ibu hamil yang meliputi umur, pendidikan, paritas ibu hamil di Puskesmas xxx.
b.Mendeskripsikan pengetahuan ibu hamil tentang imunisasi TT di Puskesmas xxx.
c.Mendeskripsikan sikap ibu hamil tentang imunisasi TT di Puskesmas xxx.

D.MANFAAT PENELITIAN
1.Bagi masyarakat khususnya ibu hamil
Dapat memberikan informasi tentang imunisasi TT, sehingga masyarakat khususnya ibu hamil mendapatkan pelayanan imunisasi TT secara lengkap (2 X).

2.Bagi petugas kesehatan
Dapat memberikan masukan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan hasil cakupan imunisasi TT pada ibu hamil untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Tetanus Neonatorum dan meningkatkan ketrampilan pengetahuan tentang imunisasi TT.
3.Bagi peneliti
Dengan dilaksanakannya penelitian ini penulis dapat mengaplik pengetahuan tentang ilmu penelitian yang didapatkan di bangku kulia, serta dapat menigkatkan ketrampilan dan wawasan terhadap penelitian.

E.KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian yang hampir mirip dengan penelitian ini adalah penelitian dari Rosalina Wulandari tahun 2008 dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Imunusasi TT dengan Status Imunisasi TT Ibu Hamil di Kelurahan Rejomulyo Wilayah Puskesmas Karang Doro Semarang Timur”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 20 responden. Hasil penelitian yang didapatkan adalah dari 20 responden memiliki pengetahuan baik 9 responden (45%), memiliki pengetahuan cukup 7 responden (35%), memiliki pengetahuan kurang 4 responden (20%).
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada metode, waktu, tempat dan subyek penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.TINJAUAN TORI
1. Pengetahuan
a.Pengertian Pengetahuan
Menurut Rachman (2003) yang dimaksud pengetahuan adalah hasil dari kegiatan mengetahui. Mengetahui artinya mempunyai bayangan dalam pikirannya tentang sesuatu. Pada dasarnya manusia mengetahui dengan 2 cara, sehingga dalam otaknya ada bayangan, mengetahui lewat indra dan mengetahui lewat akal.
Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
b.Sumber-Sumber Pengetahuan
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar pada dasarnya terdapat 2 cara pokok yang dapat dilakukan oleh manusia.Pertama pengalaman, sumber pengetahuan selain dapat diperoleh melalui rasio dan pengalaman juga melalui instuisi dan wahyu. Instuisi adalah kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Contohnya seseorang yang sedang berpusat pikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan (Rachman, 2000).
Selengkapnya...

Jumat, 15 Oktober 2010

MAKALAH KEBIDANAN : ASUHAH NEONATUS DENGAN KELAINAN BAWAAN

Lebih Lengkap 23 Halaman HUb. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang mengalami penyakit bawaan. Salah satu sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus, meningokel eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan metabolik dan endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan oleh kelainan genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika.
Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan secara terpadu. Dari masalah yang ada diatas setidaknya dapat memberikan pertolongan pertama dengan dapat untuk menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi jika kondisi lebih parah kita harus melakukan rujukan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang mekanisme rujukan pada penyakit bawaan pada bayi (Atresia duedoni esophagus, meningokel ensephalokel, hidrocephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan metabolik dan endokrin).

2. Tujuan Khusus
- Mahasiswa Akbid mampu melakukan penatalaksanaan pada penyakit bawaan pada bayi.
- Mahasiswa Akbid mampu melakukan system rujukan jika kondisi bayi tidak memungkinkan ditolong oleh bidan.


BAB II
PEMBAHASAN


Atesia Esofagus
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trokeoesofagus
Atesia esophagus sering disertai kelainan bawaan lain biasanya kelainan jantung kelainan gastrointestinal (atesia duodeni, atesia ani), kelainan tulang (pemivetebra).
Akibat atresia, salvia akan terkumpul diujung bagian yang buntu yang akan mengalir keluar /masuk kedalam trakea (bila trapt fistula).
Lebih berbahaya bila melalui fistula trakeo esophagus cairan lambung mengalir kedalam paru.

Diagnosis
1. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi yang lahir prematur, sebaiknya bila dan anamnesis didapatkan keterngan bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion, hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus dengan kateter no 6 – 10 f bila keteter tertentu pada jarak kurang dari 10 cm, maka harus diduga terdapat atresia esophagus.
2. Bila pada bayi baru lahir timbul sesak nafas yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, harus dicurigai terdapat atresia esophagus.
3. Segera setelah diberi minum bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam nafas.
4. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontas ke dalam esophagus dapat memberi gambaran yang lebih pasti tetapi cara ini tidak dianjurkan.
5. Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara/kosong untuk menunjang /menyingkirkan terdapatnya fistula trakeo – esophagus hal ini dapat dilihat pada foto abdomen.
Tindakan
1. Pada anak segera dipasang segera kateter kedalam esophagus dan bila mungkin dilakukan pengisapan ters menerus.
2. Posisi anak tidur tergantung kepada ada tidaknya fistula karena aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari salvia anak dengan fistula trakeo – esophagus ditidurkan setengah duduk. Anak tanpa fistel diletakkan dengan kepala lebih rendah. (posisi trendelenburg).
3. Anak dipastikan untuk operasi segera apakah dapat dilakukan penutupan fistula dengan segera/hanya dilakukan gastrostomi tergantung pada jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.
(hal : 201) IKA II (Fakultas Kedokteran nUI, Jakarta : 1985).

Atresia Duodeni
Biasanya terjadi dibawah ampula yateri, muntah terjadi beberapa jam sesudah lahir perut dibagian epigastrium tampak membuncit sesaat sebelum muntah-muntah mungkin proyektil dan berwarna hijau.
Foto abdomen dalam posisi tegak akan memperlihatkan pelebaran lambung dan bagian proksimal duodenum tanpa adanya udara dibagian lain usus (doble buble appearance).
Pengobatannya ialah dengan operasi sebelum operasi dilakukan hendaknya lambung dikosongkan dan diberikan cairan intravena untuk memperbaiki gangguan air dan elektrolit yang telah terjadi.
(Ilmu Kesehatan Anak hal : 1134).

Meningokel, meningomrelokel dan ensefalokel
Angka kejadiannya ialah 3 diantara 1000 kelahiran. Terjadi karena adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal korda spinalis /penutupnya.
Biasanya terletak digaris tengah, meningokel biasanya terdapat didaerah servikal atau daerah torakal sebelah atas, kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf) tidak terdapat gangguan sensorik motorik bayi akan menjadi normal sesudah operasi.
Sebelum operasi bayi dimasukkan dalam inkubator tanpa baju, tidur dalam posisi tengkurap atau tidur pada salah satu sisi, bila kantongnya besar untuk mencegah infeksi, pola pengobatannya harus ada kerjasama yang baik, baik antara dokter anak dengan bedah saraf. Dokter anak memberi nasehat pada orang tua mengenai perawatan dan pendidikan khusus pada bayi tersebut. Sesudah operasi perlu pengamatan yang teliti terhadap tanda-tanda timbulnya hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) atau meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang, kejang, ubun-ubun besar. Perlu diperhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki “Glibbed feet”, retensi urin dan kerusakan kulit akibat iritasi urin dan feses.
Ensefalokel lebih jarang daripada meningokel. Biasanya terdapat didaerah oksipital, kantong berisi cairan, jaringan saraf atau sebagian dari otak. Ensetalokel di daerah oksipital ini sering berhubungan dengan kelainan mental yang berat dan mikrosefal.
Selengkapnya...

Kamis, 14 Oktober 2010

KTI KEBIDANAN (NEW) : TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET Fe DI PUSKESMAS

BERMINAT KTI KEBIDANAN BARU update: oktober 2010 INI LENGKAP BAB 1-5, Daftar Pustaka File Ms WORD HUB : YUNI Hp. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi di Indonesia yang belum teratasi, salah satunya adalah anemi. Anemi masih merupakan masalah pada wanita Indonesia sebagai akibat kekurangan zat besi. Anemi dalam kehamilan di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut atau tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Depkes RI ), 2001).

Menurut WHO dalam survei kesehatan rumah tanggga tahun 2001, 40 % kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemi dalam kehamilan (SKRT, 2001). Menurut Sarwono (2002) di Indonesia angka kejadian anemi pada 2006 relatif tinggi yaitu 51 % pada ibu hamil dan ini beresiko pada ibu hamil yang kekurangan energi (KEK) sekitar 30 %. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Xxx, rekap laporan anemi ibu hamil pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2009 menunjukan bahwa daerah yang tertinggi mengalami anemi yaitu daerah Xxx. Dari 5918 ibu hamil di daerah tersebut 1172 diantaranya mengalami anemi atau 19,80 %, dan dari 87 ibu hamil 82 diantaranya mengalami anemi atau 94,25 % (Dinas Kesehatan Kota Xxx, 2009).
Anemia dalam kehamilan dapat memberikan pengaruh kurang baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas (Sarwono, 2001). Pengaruh anemi dalam kehamilan bagi ibu dapat mengakibatkan abortus, partus prematurus, distosia karena inersia uteri, perdarahan post partum karena atonia uteri (Sarwono, 2001). Sedangkan bagi hasil konsepsi akan mengakibatkan kematian perinatal, prematuritas, cacat bawaan, dan lain - lain (Sarwono, 2001).
Mengingat dampak anemia yang membahayakan tersebut maka perlu penanggulangan kekurangan zat besi pada ibu hamil dengan segera. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerapkan kebijakan teknis tentang pemberian zat besi yang dimulai dengan memberikan satu tablet tambah darah (tablet Fe) (Depkes RI, 2001). Setiap tablet Fe mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 µg minimal masing – masing 90 tablet (Depkes RI, 2001).
Program ini didasarkan dengan harapan setiap ibu hamil secara teratur memeriksakan diri ke Puskesmas dan posyandu selama kehamilan. Tablet Fe dibagikan petugas kesehatan pada ibu hamil secara gratis. Namun demikian efek samping berupa gangguan perut pada pemberian zat besi peroral menurunkan kepatuhan pemakaian secara massal, yang ternyata ibu hamil rata – rata mengkonsumsi hanya 15 tablet selama kehamilannya (Depkes RI, 2002). Namun ibu perlu juga memahami bahwa akan lebih berbahaya jika ibu tidak mengkonsumsi tablet Fe daripada ibu mengalami mual dan muntah sebagai efek samping dari tablet Fe. Tingkat pengetahuan ibu juga akan mendukung ibu untuk lebih patuh dalam mengkonsumsi tablet Fe, sehingga perlu dikaji mengenai tingkat pengetahuan untuk meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe.
Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dapat diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi, frekuensi konsumsi per hari. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia karena defisiensi besi. Namun dalam kenyataanya tidak semua ibu hamil yang mendapat tablet Fe meminumnya secara rutin, hal ini disebabkan karena faktor ketidaktahuan pentingnya mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilannya (Herlina, 2007).
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Xxx dengan beberapa alasan. Pertama, menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Xxx pada tahun 2009 menunjukkan angka kejadian anemi yang cukup tinggi yaitu 94,25 %. Kedua, dari studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang ibu hamil, 7 diantaranya tidak begitu memahami tentang tablet Fe, hal itu dibuktikan bahwa ibu hamil tersebut masih belum menyadari pentingnya mengkonsumsi tablet Fe dan bagaimana cara mengkonsumsi tablet Fe yang benar.
Tingkat pengetahuan dan motivasi ibu hamil mengenai tablet tambah darah akan menunjang dan memotivasi ibu untuk secara teratur meminum tablet tambah darah yang diberikan oleh bidan. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis mengambil judul tentang ”Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe di Puskesmas Xxx Xxx”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe di Puskesmas Xxx?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe di Puskesmas Xxx, Xxx.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik ibu hamil berdasarkan tingkat pendidikan, pendapatan, dan gravida.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet Fe.
c. Untuk mengetahui kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe.


D. Manfaat
1. Bagi Puskesmas
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bukti (evidance based) tentang pengetahuan ibu hamil tentang kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe yang kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai tablet Fe pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Xxx, Xxx
2. Bagi ibu hamil
Dengan adanya penelitian ini diharapkan ibu hamil lebih memahami tentang tablet Fe dan memahami resiko yang akan terjadi pada ibu hamil dan janinnya jika tidak mengkonsumsi tablet Fe, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet Fe dan pada akhirnya penurunan angka kejadian anemi karena defisiensi besi pada ibu hamil dapat dicapai.
3. Bagi peneliti
Setelah melakukan penelitian ini diharapkan adanya peningkatan ketrampilan dan pengetahuan peniliti dalam melakukan penelitian dan mendapat informasi tentang tingkat pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe.
4. Bagi akademik
Setelah melakukan penelitian ini diharapkan hasilnya dapat memberikan informasi serta sebagai bahan pustaka yang kemudian dapat digunakan dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya kebidanan.

F. Keasilan Penelitian
Penelitian ini berjudul ”Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe.” Metode yang akan digunakan yaitu survey yang akan dilakukan pada bulan Maret 2010. Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa penelitian yang saya tulis ini benar – benar merupakan hasil karya tulis sendiri bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Namun terdapat penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Risma Nuzulia mahasiswa Akademi Kebidanan Depkes Xxx dengan judul ”Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Tablet Fe di Puskesmas Pagiyaten, Adiwerna Kabupaten Tegal.” Metode penelitian yang digunakan yaitu survey dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan dilakukan pada tahun 2007. Walaupun terdapat kemiripan dalam penelitian ini namun isi yang dipaparkan di dalamnya sangat berbeda.



BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengetahuan ibu hamil tentang kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe
1. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Pengindraan tersebut terjadi melalui proses indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Poerwadaminta (2003) kepatuhan berarti pula sifat patuh, ketaatan kepada perintah atau aturan. Sehingga yang disebut pengetahuan ibu hamil tentang kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe adalah hasil dari pengindraan yang dilakukan oleh ibu hamil terhadap suatu ketaatan kepada suatu aturan yang dalam hal ini aturan untuk mengkonsumsi tablet Fe (Notoatmodjo, 2003; Poerwadaminta, 2003)..............................................lebih lengkap hub : hp. 081 225 300 100
Selengkapnya...

Senin, 11 Oktober 2010

KTI KEBIDANAN : STUDI DESKRIPTIF TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DISMENORHEA DAN TINDAKAN DALAM MENGATASI DISMENORHEA DI KELAS X SMA N XXX

KTI KEBIDANAN LENGKAP BAB 1-5, OLAH DATA, KUESIONER HUB. YUNI Hp.081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keadaan normal menstruasi tidak didapatkan gangguan saat menstruasi antara lain nyeri perut bagian bawah, terkadang menjalar ke pinggang dan kaki. Keadaan menstruasi yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, terkadang menjalar sampai ke pinggang dan kaki, ini disebut dismenorhea (Arifin, 2008).
Dismenorhea artinya nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Nyeri haid ini timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri yang ringan sampai berat pada perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik pada sisi medial paha. Istilah dismenorhea hanya dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat sampai menyebabkan penderita terpaksa mencari pertolongan dokter atau pengobatan sendiri dengan analgesik.Yang dimaksud dismenorhea berat adalah nyeri haid yang disertai mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala, dan bahkan kadang- kadang sampai pingsan (Baziad, 2003).
Secara ilmiah, penyebab nyeri haid bermacam- macam, dari meningkatnya hormon prostaglandin sampai dengan perubahan hormonal ketika mulai haid, dan bahkan kecemasan yang berlebihan. Bila dilihat dari faktor penyebabnya, dismenorhea dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dismenorhea primer dan dismenorhea sekunder (Wiknjosastro, 2005).
Dismenorhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat- alat genital yang nyata. Dismenorhea primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2- 3 tahun setelah menstruasi pertama. Penyebab dari dismenorhea primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviks-nya sempit. Pada dismenorhea sekunder, gangguan haid disebabkan adanya gejala penyakit yang berhubungan dengan kandungan, misalnya, endometriosis, infeksi rahim, kista/polip, tumor di sekitar kandungan, kelainan kedudukan rahim yang dapat mengganggu organ, dan jaringan di sekitarnya. Dismenorhea sekunder lebih jarang ditemukan. Hanya sekitar 25% wanita yang mengalaminya dan banyak ditemukan pada wanita usia 20 tahunan (Kasdu, 2005).


Menurut Okparasta (2003), ditinjau dari berat ringannya rasa nyeri, dismenorhea dibagi menjadi:
1. Dismenorhea ringan, yaitu dismenorhea dengan rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan nyeri, tanpa disertai pemakaian obat.
2. Dismenorhea sedang, yaitu dismenorhea yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan aktivitas sehari-hari.
3. Dismenorhea berat, yaitu dismenorhea yang memerlukan istirahat sedemikian lama dengan akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih.
Tingkatan dismenorhea antara wanita yang satu dengan wanita yang lain berbeda sehingga cara menanggulanginya pun berbeda. Mereka mencoba mencari sendiri upaya untuk mengatasinya, diantaranya mencari pertolongan dokter dan pengobatan sendiri. Dismenorhea dapat mengganggu pekerjaan atau aktifitas sehari-hari, dismenorhea juga bisa menyebabkan seorang pelajar kurang dapat berkonsentrasi terhadap pelajaran sehingga dapat menurunkan nilai prestasi belajarnya (Anurogo, 2008).
Di Indonesia, angka kejadian nyeri haid 64,25% terdiri dari 54,89% nyeri haid primer dan 9,36% nyeri haid sekunder. Biasanya gejala tersebut terjadi pada wanita usia reproduktif, 3-5 tahun setelah mengalami haid pertama, dan pada wanita yang belum pernah hamil. Rangsangan nyeri yang berlebihan umumnya terjadi pada mereka yang bekerja di pabrik dan faktor militer (Boy, 2007).
Pada awal tahun 2002 telah dilakukan penelitian di 4 SLTP di Jakarta untuk mencari angka kejadian nyeri haid primer. Dari 733 orang subyek penelitian, 543 orang mengalami nyeri haid dari derajat ringan sampai berat (74,1%), sedangkan sebanyak 190 orang (25,9%) tidak mengalami nyeri haid. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nyeri haid paling sering muncul pada usia 12 tahun (46,7%). Pada 43,4% siswi awitan nyeri haid tidak menentu, dimana 23,6% terjadi bersamaan dengan datangnya haid, 13,6% terjadi sebelum datangnya haid dan pada 6,2% terjadi setelah datangnya haid. Puncak nyeri haid pada sebagian besar (55,3%) responden tidak menentu. Sebagian besar (89,7%) rasa nyeri berlokasi di perut bagian bawah, sedangkan 5,3% pada sisi dalam paha dan 4,4% pada bokong. Keluhan lain yang menyertai nyeri haid berupa pusing sebanyak 37,4%, sakit kepala 16,6% dan mual 10,7%. Rasa muntah, diare, pingsan dan lain-lain jarang terjadi. Nyeri haid pada sebagian besar subyek penelitian tersebut (64,3%) tidak menyebabkan gangguan aktivitas dan tidak perlu obat, 27,6% memerlukan obat dan 8,3% dengan aktivitas sangat terganggu meskipun dengan obat-obatan. Dari hasil penelitian tersebut terlihat juga bahwa sebanyak 76,6% siswi tidak masuk sekolah karena nyeri haid yang dialami (Baziad, 2003).
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten XXX menyebutkan bahwa permasalahan remaja pada saat ini adalah semakin meningkatnya jumlah kejadian dismenorhea pada remaja putri dengan perbandingan dari bulan kebulan berikutnya semakin meningkat. Dilihat dari data Dinas Kesehatan Kabupaten XXX tahun 2009 menyebutkan bahwa penderita dismenorhea pada bulan Mei- juli mengalami peningkatan 82, 177, 261 orang, kemudian pada bulan agustus mengalami penurunan menjdi 170 orang, namun pada bulan september sampai november terus meningkat dari 180, 202, 245 penderita dismenorhea (Dinkes Kabupaten XXX, 2009).
Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi.
Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan:
1. Istirahat yang cukup.
2. Olah raga yang teratur (terutama berjalan).
3. Pemijatan.
4. Yoga.
5. Menjaga pola hidup sehat dengan asupan vitamin dan gizi seimbang.
6. Kompres hangat di daerah perut.
Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi. Gejala juga bisa dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olah raga secara teratur (Zahra, 2009).
Penanganan dismenorhea sangat dibutuhkan untuk mengurangi tingkat kejadian dismenorhea. Di Jakarta yang sering dilakukan remaja untuk mengatasi dismenorhea adalah dengan mengkonsumsi obat. Obat yang paling banyak digunakan siswi-siswi adalah feminax (53,4%). Obat ini dapat dibeli tanpa resep dokter dan cepat menghilangkan nyeri haid (Baziad, 2003). Di Jawa Tengah dilakukan pendataan oleh Harun Riyanto, terdapat 1,07%-1,31% dari jumlah penderita nyeri haid yang datang ke bidan (Yastroki, 2001).
Berdasarkan hasil survey yang penulis lakukan di SMA N 1 XXX XXX pada tanggal 4 januari 2010, di kelas X didapatkan jumlah siswa 373 yang dibagi dalam 9 kelas, yang terdiri dari 221 siswa perempuan dan 152 siswa laki-laki. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan terdapat 8 dari 10 siswi (80%) yang masih belum mengetahui tentang dismenorhea, dan tindakan yang bisa dilakukan siswi adalah hanya didiamkan saja, menahan sakit setelah berupaya untuk minum teh hangat dan istirahat namun tak kunjung sembuh. Ada 2 siswi (20%) diantaranya yang memilih pergi ke bidan untuk mendapatkan penerangan dan pengobatan (DATA TU SMA N 1 XXX XXX, 2009).
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “ STUDI DESKRIPTIF TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DISMENORHEA DAN TINDAKAN DALAM MENGATASI DISMENORHEA DI KELAS X SMA N 1 XXX”.

B. Perumusan Masalah
Seorang wanita yang normal setiap bulannya akan mengalami peristiwa reproduksi yaitu menstruasi. Pada wanita yang sedang mengalami menstruasi kadang ditemukan adanya rasa nyeri pada perut yang disebut dengan dismenorhea. Dari hasil survey di SMA N 1 XXX XXX didapatkan 80% siswi yang masih belum mengetahui tentang dismenorhea dan tindakan yang bisa dilakukan siswi adalah hanya didiamkan saja, menahan sakit setelah berupaya untuk minum teh hangat dan istirahat namun tak kunjung sembuh. Dengan adanya hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang “Bagaimana tingkat pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dan tindakan dalam mengatasi dismenorhea di SMA N 1 XXX XXX” ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran bagaimana tingkat pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dan tindakan dalam mengatasi dismenorhea di SMA N 1 XXX XXX.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan tingkat pengetahuan tentang dismenorhea di SMA N 1 XXX XXX.
b. Menggambarkan tindakan remaja putri dalam mengatasi dismenorhea di SMA N 1 XXX XXX.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memperoleh pengalaman yang baru dan sebagai pembelajaran untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan reproduksi khususnya tentang dismenorhea.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Memberi asuhan yang tepat pada remaja yang mengalami dismenorhea dan penatalaksanaannya.
3. Bagi Profesi Bidan
Menambah pengetahuan bidan tentang asuhan kebidanan pada remaja dengan dismenorhea dan penatalaksanaannya.

E. Keaslian Penelitian

No Nama Peneliti Tahun Judul Metode Hasil
1. Sri Lestari 2007 Hubungan tingkat pengetahuan tentang menstruasi dengan upaya penanganan kejadian dismenorhea pada siswi kelas X di SMA N 1 Pagerbarang Kabupaten Tegal - Jenis penelitian: Analitik dengan pendekatan cross sectional.
- Tujuan penelitian : mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang menstruasi dengan upaya penanganan kejadian dismenorhea.
- Populasi: siswi kelas X SMA N 1 Pagerbarang Kab. Tegal.
- Tekhnik pengambilan sampel stratified random sampling.
- Cara pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup dan dokumentasi.
- Analisis data dilakukan dengan menggunakan chi square. - Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar 27 (42,19 %) siswi mempunyai pengetahuan baik tentang menstruasi, 43 (67,20 %) siswi melakukan upaya penanganan dismenorhea yang tepat.
- Hasil analisis menggunakan chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan siswi tentang menstruasi dengan upaya penanganan dismenorhea pada siswi kelas X SMA N 1Pagerbarang, dengan nilai X2 = 6,384 dan P = 0,041

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang adalah untuk mengetahui gambaran bagaimana tingkat pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dan tindakan dalam mengatasi dismenorhea. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (menggambarkan) tidak mencari korelasi (hubungan).
Sepengetahuan penulis belum pernah ada yang melakukan penelitian tentang studi deskriptif tingkat pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dan tindakan dalam mengatasi dismenorhea di SMA N 1 XXX Kabupaten XXX, baik pada skripsi maupun pada tesis yang terdahulu.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan ( knowledge )
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil ‘’tahu’’ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengikat sesuai materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall ) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu dalam hal ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat menjelaskan pengertian dismenorhea, macam-macam dismenorhea, serta cara penanganannya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar, tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek, atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang telah dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan, mengapa dismenorhea perlu adanya penanganan.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.


4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasinya dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan) membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. Misalnya seseorang dapat membedakan antara dismenorhea ringan, sedang, berat dan cara penanganannya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara orang yang mengalami dismenorhea dengan orang yang tidak mengalami dismenorhea.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan mengenai kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi :
1) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang akan mereka dapatkan, dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang memungkinkan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Misalnya orang yang berpendidikan rendah dengan orang yang berpendidikan tinggi, maka pola pikir dan tingkat pengetahuannyapun berbeda, khususnya tentang dismenorhea dan penanganannya.
2) Paparan media massa (akses informasi)
Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar informasi media massa akan memperoleh informasi yang cukup banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa. Misalnya sekarang ini sudah banyak info di internet tentang menstruasi, dismenorhea dan penangananya.
Selengkapnya...

Sabtu, 09 Oktober 2010

KTI KEBIDANAN : “TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG PERAWATAN PAYUDARA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI RB XXX KABUPATEN XXX TAHUN 2010”.

BUTUH KTI KEBIDANAN JUDUL INI MURAH HUB : YUNI HP. 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ASI sebagai bahan makanan alamiah adalah makanan yang terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang baru dilahirkan. Selain komposisinya sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang berubah sesuai kebutuhan, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindarkan bayi dari berbagai penyakit. Sedemikian rupa banyaknya manfaat dan pentingnya ASI, maka seorang ibu dan tenaga kesehatan harus memperhatikan kecukupan ASI pada bayi. Oleh karena itu disini peran seorang ibu harus dipersiapkan sebaik mungkin pada proses laktasi baik pada masa prenatal maupun pada masa post natal. Salah satunya adalah melakukan perawatan payudara pada ibu nifas untuk memperlancar laktasi. (Ambarwati, 2008).
Data menunjukkan bahwa pemberian ASI pada bayi berumur 2 bulan hanya 64 persen. Persentase ini kemudian menurun cukup tajam menjadi 46 persen pada bayi berumur 2 – 3 bulan dan 14 persen pada bayi berumur 4 – 5 bulan. Keadaan lain yang memprihatinkan, adalah 13 persen dari bayi berumur di bawah 2 bulan telah diberi susu formula dan 15 persen telah diberi makanan tambahan (SDKI 2002 – 2003). Untuk Jawa Tengah, Pemberian ASI hanya sebesar 54% pada usai 2-3 bulan dan untuk usia 4-12 bulan hanya 35% (Dinas Kesehatan Jateng, 2007). Sedangkan Kabupaten Xxx untuk bayi berusia 1-3 bulan hanya sebesar 52% yang mendapat ASI dan yang berusia 3-6 bulan hanya 42% (Dinkes Xxx, 2008).
Berbagai hal mempengaruhi pengeluaran ASI yakni diperlukan hormon oksitosin yang kerjanya dipengaruhi oleh proses hisapan bayi. Semakin sering puting susu dihisap oleh bayi maka semakin banyak pula pengeluaran ASI. Hormon oksitosin sering disebut sebagai hormon kasih sayang. Sebab, kadarnya sangat dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa dicintai, rasa aman, ketenangan, relaks, perawatan payudara, konsumsi rokok dan alcohol serta umur kehamilan saat melahirkan (Siregar. A, 2009).
Salah satu alasan tidak diberikanya ASI pada bayi adalah para ibu menyusui merasa bahwa ASI yang dikeluarkanya kurang untuk kebutuhan bayi. Hal tersebut juga diikuti dengan ibu hamil yang melakukan perawatan payudara secara khusus yang bertujuan untuk memaksimalkan agar ASI yang keluar dapat maskimal belum sepenuhnya dilakukan, sehingga kuantitas ASI yang dikeluarkanpun tidak dapat maksimal padahal manfaat Air Susu Ibu (ASI) tidak perlu diragukan lagi (Daulat, 2003).
Perawatan payudara yang baik dan benar memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan Produksi ASI. Selain memaksimalkan produksi ASI eksklusif, perawatan payudara yang baik dan benar dapat menghindarkan ibu dari bahaya pembengkakan payudara, saluran ASI tersumbat (Sibuea, 2003).
Penyumbatan payudara yang sering terjadi pada masa nifas sebenarnya dapat dicegah dengan dilakukannya perawatan payudara sebelum dan setelah melahirkan. Perawatan yang dilakukan terhadap payudara berttjuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin yaitu 1- 2 han setelah bayi dilahirkan dan dilakukan dua kali sehani (Huliana, 2003). Perawatan payudara yang dilakukan meliputi pengurutan payudara, pengosongan payudara, pengompresan payudara dan perawatan puting susu.
Dengan perawatan payudara pada ibu nifas yang baik maka laktasi akan lancar, sehingga akan memberikan kecukupan ASI pada bayi yang baru dilahirkan. Tanda-tanda bayi yang mendapatkan ASI cukup antara lain : (1) setelah menyusu bayi akan tidur/tenang; (2) selama 3-4 jam bayi kencing lebih sering sekitar 8 kali sehari; (3) BB bayi naik dengan memuaskan sesuai dengan umur (Soetjiningsih, 2001). Sebaliknya apabila ASI tidak dapat keluar dengan lancar maka akan terjadi kegagalan dalam proses laktasi.
Sebagai seorang tenaga kesehatan khususnya bidan harus benar-benar memperhatikan betapa pentingnya perawatan payudara untuk mempelancar produksi ASI. Perawatan payudara bisa dilakukan secara teratur 2 kali sehari selama + 15 menit yaitu pagi dan sore sebelum mandi, menjaga kebersihan payudara, menggunakan BH yang menyokong payudara, perawatan payudara dihentikan apabila ibu merasa nyeri
Dari study pendahuluan yang dilakukan penulis pada bulan Januari 2010 terhadap 12 ibu-ibu menyusui dan pernah menyusui di wilayah kerja di RB XXX melalui wawancara kepada 12 orang dan mendapatkan hasil 2 orang (0,14%) yang masih dan pernah memberikan ASI pada bayinya dan melakukan perawatan payudara dengan baik sesuai dengan teori. Sedangkan sisanya 10 (1,20%) tidak melakukan perwatan payadara (RB Xxx).
Dari uraian masalah di atas, Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG PERAWATAN PAYUDARA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI RB XXX KABUPATEN XXX TAHUN 2010”.

B. Perumusan Masalah
Di Kabupaten Xxx bayi yang berusia 1-6 bulan hanya 42 % yang mendapatkan ASI Eksklusif, nilai ini masih dibawah target yaitu dari 80%. Kurangnya produksi ASI ini salah satu penyebabnya adalah kurangnya perawatan payudara (Dinkes Xxx, 2008).
Study pendahuluan yang dilakukan penulis pada bulan Januari 2010 terhadap 12 ibu-ibu menyusui dan pernah menyusui di wilayah kerja di RB Xxx melalui wawancara dan mendapatkan hasil 2 orang (16,7 %) yang masih dan pernah memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan melakukan perawatan payudara dengan baik sesuai. Sedangkan sisanya 10 (83,3 %) tidak melakukan perawatan payudara .
Berdasarkan rumusan masalah di atas peneliti membuat Riset Question “Bagaimana Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui tentang Perawatan Payudara dalam Pemberian ASI Ekslusif di RB Xxx Kabupaten Xxx Tahun 2010?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang perawatan payudara dalam pemberian ASI Ekslusif di RB Xxx Kabupaten Xxx.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik responden dalam tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang perawatan payudara dalam pemberian ASI eksklusif yang meliputi : umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.
b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang perawatan payudara dalam pemberian ASI eksklusif di RB Xxx Kabupaten Xxx.

D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
a. Peneliti/Mahasiswa
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan, sekaligus untuk mengasah ketajaman berfikir secara kritis melalui penelitian tentang tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang perawatan payudara dalam pemberian ASI Eksklusif.
b. Masyarakat
Meningkatkan pemahaman-pemahaman dan motivasi khususnya bagi ibu menyusui agar bersedia melakukan perawatan payudara untuk meningkatkan produksi ASI nya.
c. Institusi Pendidikan Kebidanan
Sebagai bahan referensi tambahan guna meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang Tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang perawatan payudara dalam pemberian ASI eksklusif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yakni melalui indra penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan mencakup ingatan yang dipelajari dan disimpan dalam ingatan, hal tersebut meliputi fakta, kaidah, dan prinsip serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan akan digali pada saat yang dibutuhkan melalui bentuk mengingat atau mengenal kembali (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkat pengetahuan
Notoatmodjo (2003), yang mengutip dari Bloom (1978) tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif, meliputi :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap obyek yang telah dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata sebelumnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria yang sudah ada.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), yaitu :
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula untuk menyelesaikan hal-hal baru tersebut.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi baru akan di saring kira-kira sesuai dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedang umur semakin banyak (bertambah tua).

e. Sosial Ekonomi
Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang di miliki harus dipergunakan semaksimal mungkin. begitupun dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga

B. Konsep Dasar Ibu Menyusui
1. Pengertian Menyusui
Menyusui adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta mempunyai pengaruh biologis dan kewajiban yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi. Menurut Suradi (2002) menyusui adalah suatu keadaan alamiah yang terjadi sejak jaman dulu dan tidak menjadi masalah pada jaman ini.
Selengkapnya...

LAPORAN: ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY. S UMUR 28 TAHUN G1IPIA0 UMUR KEHAMILAN 32 MINGGU DENGAN RIWAYAT HIPEREMESIS DI DESA xxx

BUTUH LAPORAN LENGKAP BAB 1-5 HUB. YUNI Hp. 081 225 300 100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wiknjosastro (2002) berpendapat dalam menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi diadakan pengawasan wanita hamil secara teratur, makin tua kehamilannya makin cepat pemeriksaan harus diulang. Sedapat mungkin wanita tersebut diberi pengarahan sedikit tentang kehamilan yang sedang di kandungnya. Kualitas pemeriksaan oleh tenaga kesehatan (bidan) yang baik diharapkan setiap ibu hamil dapat melewati masa kehamilan yang normal tanpa komplikasi.
Memberi perawatan kepada wanita hamil dan melibatkan orang-orang yang dekat dengannya merupakan hal yang menarik sekaligus menantang. Untuk berbagi dan memfasilitasi pertemuan wanita dan pasangannya ketika mereka mulai membuka diri dan mengeksplorasi perasaan mereka adalah kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengalaman kehidupan seseorang yang menakjubkan. Oleh karena itu, memberi perawatan untuk kehamilan dan fokus terkait tentang cara wanita dan pasangannya mengalami kehamilan ini harus disesuaikan dengan dengan keunikan pengalaman mereka (Varney, 2007).
Mual dan muntah merupakan gejala yang wajar ditemukan pada kehamilan triwulan pertama. Biasanya mual dan muntah terjadi pada pagi hari sehingga sering dikenal dengan morning sickness. Sementara setengah dari wanita hamil mengalami morning sickness, 1,5 – 2 % mengalami hiperemesis gravidarum, suatu kondisi yang lebih serius. Hiperemesis gravidarum sendiri adalah mual dan muntah hebat dalam masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan membahayakan janin di dalam kandungan. Gejala – gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selam kurang lebih 10 minggu (Prawirohardjo, 2006).
Mual dan muntah terjadi pada 60 -80 % primigravida dan 40 – 60% multigravida. Satu diantara 1000 kehamilan, gejala – gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisilogik kehamilan ini belum jelas, mungkin karena sistim saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keluhan gejala ini dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit (Prawirohardjo, 2006).
Sehubungan dengan adanya ketonemia, penurunan berat badan dan dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat terjadi di setiap trimester, biasanya diawali pada trimester pertama dan menetap selama kehamilan dengan tingkat keparahan bervariasi. Kondisi ini perlu dibedakan dari penyakit lain, seperti : kolesistitis, pankreatitis, hepatitis dan penyakit gondok. Ptialisme, peningkatan produksi kelenjar ludah yang berlebihan, dapat dihubungkan dengan mual dan muntah berat selama masa hamil. Pada kondisi ini, wanita tidak mampu menelan saliva karena pengaruh hormon dan selama hamil terus menerus mengeluarkan 1 – 2 liter ludah perhari (Varnay, 2007).
Terdapat bukti bahwa mual dapat dihubungkan dengan kekurangan vitamin B, terutama B6 (Vutya Vanich, Wongtra-ngan, dan ruangsri,1995). Meskipun tidak ada hubungan antara jumlah piridoksin dan derajat morning sickness, bukti menunjukan bahwa suplementasi vitamin B dapat mengurangi mual dan muntah pada kehamilan, terutama dalam kasus muntah yang berat (Varnay, 2007).
Penulis dalam mengambil kasus ini adalah untuk mengetahui tentang sebenarnya masalah yang ada di lapangan sebenarnya, meskipun sebenarnya penderita hiperemesis di lapangan tidak begitu banyak tetapi penulis berusaha untuk melakuakan asuhan sesuai dengan tugas dan asuhan yang sudah di berikan sebelum turun kelapangan. Penyebab dari komplikasi kehamilan pun bermacam-macam, salah satunya adalah ini yaitu tentang hiperemesis gravidarum kasus yang di ambil oleh penulis. Di sini penulis memberikan asuhan tentang hiperemesis gravidarum sesuai dengan apa yang sudah di ajari.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran penerapan teori dan keterampilan yang telah dipelajari dalam mempelajari asuhan kebidanan pada ibu hamil patologis di lahan praktek dengan pendekatan manajemen asuhan kebidanan varney yang diberikan kepada ibu hamil TM 3 dengan riwayat hiperemesis gravidarum.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada kasus hamil untuk menilai keadaan klien secara menyeluruh khususnya pada Ny. S dengan hiperemesis gravidarum.
b) Mampu menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa/ masalah pada ibu hamil khususnya.
c) Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial pada Ny. S.
d) Mampu mengidentifikasi tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta berdasarkan kondisi pada Ny. S.
e) Mampu menentukan intervensi dengan menyusun rencana asuhan kebidanan secara menyeluruh pada Ny. S.
f) Mampu melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan perencanaan pada Ny. S.
g) Mampu mengevaluasi hasil asuhan yang diberikan.
h) Mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan pada Ny. S berdasarkan manajemen varnay yang terdiri dari tujuh langkah.

C. Manfaat penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengerti mengenai penatalaksanan pada hiperemesis gravidarum, dan mahasiswa mampu menganalisa keadaan hiperemesis gravidarum dan mengerti tindakan segera yang harus dilakukan.
2. Bagi NY.
NY. S mengetahui tentang hiperemesis gravidarum, dapat mengatasi hiperemesis gravidarum, dan dapat mengetahui arti penting pemerikasaan kehamilan untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Teori Medis
1. Definisi Kehamilan Fisiologis
Kehamilan adalah dikandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma (Kushartanti, 2004).Masa kehamilan dimulai dan konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terahir (Hanifa, 2000).
Periode antepartum adalah periode kehamilan yang dihitung sejak hari pertama haid terakhir (HPHT) hingga dimulainya persalinan sejati, yang menandai awal periode antepartum. Periode antepartum dibagi menjadi tiga trimester, yang masing-masing terdiri dari 13 minggu atau tiga bulan menutrut hitungan kalender. Pada praktiknya, trimester pertama secara umum dipertimbangkan berlangsung pada minggu pertama hingga ke-12 (12 minggu), trimester kedua pada minggu ke-13 hingga ke-27 (15 minggu), dan trimester ketiga pada minggu ke-28 hingga ke-40 (13 minggu) (Varney, 2007).
a. Tujuan Asuhan Antenatal
Menurut (Prawirohardjo, 2006), tujuan asuhan antenatal yaitu:
1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang anak.
2) Meningkatkan dan mempertahankan fisik, mental, dan sosial ibu
dan bayi.
3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
b. Perubahan Fisiologis pada Ibu Hamil
Pengetahuan tentang kondisi fisiologis pada awal kehamilan penting dimiliki untuk memahami tanpa dugaan (presumptive) dan tanda kemungkinan (probable) kehamilan. Pengetahuan ini juga penting untuk mengetahui adanya kelainan pada kehamilan atau kondisi tertentu yang dapat menyebabkan tanda atau gejala khusus. Tanda dugaan kehamilam mencakup perubahan-perubahan fisiologis yang dialami oleh wanita dan pada sebagian besar kasus mengindikasikan bahwa seorang wanita sedang hamil. Tanda kemungkinan kehamilan meliputi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologi, selain tanda-tanda dugaan kehamilan, yang terdeteksi pada saat pemeriksaan dan didokumuntasi oleh pemeriksa.tanda positif adalah tanda-tanda yang secara langsung berhubungan dengan janin, sebagaiumana dideteksi dan didokumentasi oleh pemeriksa (Helen Varney, 2007). Perubahan yang terdapat pada wanita hamil antara lain:
1). Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus, di samping itu serabut-serabut kolagen yang adapun menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingg uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin. Pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah alpukat, agak gepeng. Pada kehamilan 4 bulan uterus berbentuk bulat. Selanjutnya pada akhir kehamilan kembali seperti bentuk semula, lonjong seperti telur.
Selengkapnya...

Selasa, 05 Oktober 2010

KTI KEBIDANAN : STUDY DESKRIPTIF MOTIVASI KADER DALAM PELAKSANAN KEGIATAN POSYANDU DI DESA XXX

DAPATKAN KTI KEBIDANAN (LENGKAP BAB 1-4 + KUESIONER) HUB YUYUN Hp. 081225300100
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak dirancang visi Indonesia Sehat 2010 yaitu masyarakat hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya diseluruh wilayah Indonesia dan misi Jawa Tengah Sehat 2010 yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau, memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya yang mandiri bertumpu pada potensi daerah, tetapi masih jauh dari target yang diharapkan. Berbagai upaya dalam mengatasi masalah kesehatan selama ini, masih bertumpu pada upaya Pemerintah, walaupun sudah dikembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM), tetapi masyarakat belum optimal berperan di berbagai kegiatan masyarakat tersebut belum dikoordinasi dengan baik (Dinkes Jateng, 2007).
Posyandu merupakan salah satu bentuk peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat penyampaian target tujuan pembangunan seperti mengurangi angka kematian ibu melahirkan, penanganan masalah gizi dan sebagainya. Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh kader. Kader yang ditugaskan adalah warga setempat yang telah dilatih oleh puskesmas (Meliani dkk, 2009).
Mentri kesehatan mengatakan, Jumlah Posyandu meningkat dari 232 ribu pada 2004 menjadi 267 ribu pada 2007. Jumlah balita yang ditimbang di posyandu juga meningkat dari hanya 43 persen pada 2004 menjadi 75 persen pada 2007.
Menurut Menkes, angka kematian ibu yang pada 2007 telah turun menjadi sebanyak 228 per 100 ribu kelahiran hidup dan harus diturunkan lagi menjadi 118 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2015. Sementara angka kematian bayi ditargetkan bisa turun dari 34 per 1000 kelahiran hidup pada 2007 menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup pada 2015. "Dan angka kekurangan gizi pada balita bisa turun dari 18,4 persen pada 2007 menjadi kurang dari 15 persen pada 2015”.
Posyandu dapat berjalan dengan baik apabila para kader posyandu aktif dalam melaksanakan kegiatan posyandu. Kader adalah motivator yang tepat dalam mewujudkan kesehatan ibu dan anak. Hal ini dikarenakan kader merupakan figure yang paling dekat dengan masyarakat. Mereka di pilih dan dibentuk dari, oleh dan untuk masyarkat itu sendiri. Kader posyandu diharapkan mampu menjalankan pelaksanaan kegiatan posyandu. Kegiatan posyandu dilaksanakan dalam sistem lima meja yaitu Meja 1 : Pendaftaran dilaksanakan oleh kader posyandu, Meja 2 : penimbangan dilaksanakan oleh kader posyandu, Meja 3 : Pencatatan hasil dilaksanakan oleh kader posyandu, meja 4 : Penyuluhan program dilaksanakan oleh posyandu, Meja 5 : Pelayanan kesehatan, yang meliputi Program KIA, Program KB, program gizi, Program imunisasi dan penanggulangan diare dilksnakan oleh petugas kesehatan (DepKes RI, 2006).
Tugas kader posyandu adalah merencanakan kegiatan posyandu, melaksanakan, mengevaluasi dan mengendalikan kegiatan posyandu, serta melaporkan kegiatan posyandu (DepKes RI, 2006).
Beberapa masalah yang dijumpai dalam pelaksanaan kegiatan posyandu antara lain pengadaan kader sebagai tenaga pelaksana kegiatan. Pengelolaan sarana perlengkapan, pengadaan tenaga pengelola program. Dalam hal ini mengingat bahwa keberhasilan posyandu ditentukan oleh peran kader.
Studi pendahuluan yang di lakukan di wilayah XXXX pada hari rabu tanggal 23 desember tahun 2009 terdapat jumlah posyandu ada 7 posyandu dan 35 kader. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang studi deskriptif motivasi kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu di XXXX.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas maka yang menjadi permasalahan pada peneliti adalah “ Bagaimana Motivasi Kader Dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu di XXXX Tahun 2010? “

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui motivasi kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu di XXXX.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan) kader yang melaksanakan kegiatan posyandu di XXXX.
b. Untuk Mengetahui motivasi kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu di XXXX.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman langsung bagi penulis dalam melakukan penelitian serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapat di bangku kuliah.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan motivasi bagi masyarakat agar berperan dalam meningkatkan upaya kesehatan yang bersumber dari. Oleh. dan untuk masyarakat.

3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian di harapkan memberikan informasi yang dapat di gunakan sebagai bahan pustaka ilmu pengetahuan dalam kebidanan komunitas.
4. Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu evaluasi terhadap program-prrogram yang sudah berjalan dan sebagai sikap pengambilan kebijakan program-program berikutnya.

E. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang studi deskriptif Motivasi kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu di XXXX belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang hamper mirip adalah penelitian dari:
No. Nama Peneliti Judul
Penelitian Metode Penelitian Hasil
Penelitian
1



Rosita Chandra Dewi



Study Kualitatif ketidak aktifan kader Posyandu Balita di desa Jlamprang Kecamatan Wonosobo
Penilitian deskripitf dengan metode kualitatif
Yang mempengaruhi ketidakaktifan kader meliputi pengetahuan, kurangnya motivasi, cara pemilihan, kurannya peran serta masyarakat, faktor umur, pekerjaan, kesibukan dan kejenuhan menjadi kader.
2. Nurizki Widiana
Studi deskriptif motivasi kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu di XXXX tahun 2010 Kuantitatif dengan pendekatan deskriptif

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada waktu, tempat penelitian.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Motivasi
a.Definisi
Motif adalah semua penggerak, dorongan – dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Semua perilaku manusia pada hakekatnya mempunyai motif. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak lain yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu (Purwanto, 1998).
Sedangkan hal- hal yang mempunyai motif disebut motivasi. Motivasi merupakan kesadaran dalam diri individu yang mendorong perilaku ke arah tujuan (Walgito, 2002).
b. Unsur- unsure motivasi terdiri dari :
1) Motivasi merpakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya memerlukan rangsangan baik dari dalam maupun dari luar.
2) Motivasi sering kali ditandai dengan perilaku yang penuh gengsi.
3) Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternatif pencapaian tertentu.
c. Fungsi Motivasi
Fungsi motivasi menurut Sardiman (2001) yaitu :
1) Mendorong manusia untuk berbuat atau sebagai penggerak
2) Menentukan arah perbuatan, yakni perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan – perbuatan yang tidak bermafaat bagi tujuan tersebut.
d. Kebutuhan dan Motivasi
Motivasi tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan karena seseorang melakukan sesuatu bila merasa ada sesuatu kebutuhan (Sardiman, 2001)
Menurut Sardiman (2001), mengemukakan bahwa seseorang melakukan aktivitas itu di dorong oleh adanya faktor-faktor kebutuhan biologis, insting, nafsu dan unsur kejiwaan serta serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia.
1) Kebutuhan
Menurut Purwanto (2000) mengemukakan bahwa manusia memiliki berbagai kebutuhan yaitu:
a) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk suatu aktivitas, hal ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan bahwa pekerjaan akan berhasil bila disertai rasa gembira.
b) Kebutuhan untuk menyenangkan orng lain, banyak orang yang dalam hidupnya memiliki motivasi untuk berbuat sesuatu demi kesenangan orang lain. Harga diri seseorang dapat di nilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan kepada rang lain. Hal ini merupakan kepuasan dan kebahagian tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut.
c) Kebutuhan mencapai hasil, suatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik, kalau disertai dengan “pujian” yang merupakan dorongan bagi seseorang untuk belajar dan bekerja.
d) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan, suatu kesulitan atau hambatan mungkin cacat menimbulkan rendah diri, tetapi hal ini nenjadi dorongan untuk mencapai kompetensi dengan usaha yang tekun dan luar biasa. Kebutuhan dan motivasi manusia akan selalu berubah atau bersifat dinamis sesuai dengan keinginan perhatian manusia berubah atau bersifat dinamis sesuai dengan keinginan dan perhatian manusia.
2) Motivasi
Teori motivasi dapat dikembangkan oleh ahli jiwa yaitu kebutuhan menurut Maslow. Dasar teori ini adalah orang bertindak untuk memenuhi kebutuhan fisik ataupun psikis. Dijelaskan bahwa motivasi adalah suatu tingkatan yaitu bahwa keatas tingkat kekuatan tersebut.
Selengkapnya...